"Iya pah, Kita sekarang sudah di hotel, besok Kita pulang" Irish pelan menjawabnya.
"Iya jangan sampai Papah kirim Edo ke Jogja!" Hardik papahnya.
Selanjutnya semalam di hotel Irish hanya bisa menangisi kekangan papahnya sekaligus trauma terhadap kejadian gempa tersebut.
 Begitu ia membuka pintu rumahnya, sebuah suara tegas membuat dia terdiam. "Papah mau kamu duduk dulu.!!"
Ibunya disebelah Papahnya lalu mengelus rambut Irish. "Alhmadulillah kamu gak kenapa-kenapa sayang!"
Irish tersenyum kepada mamahnya namun sedetik kemudian ia menunduk takut.
"Papah bersyukur kamu selamat dari gempa Jogja itu. Namun papah tidak suka kalau kamu mengambil resiko dalam hidup.." Papah memandang begitu dalam. "Kita hanya memilik kamu sayang..."
"Iya pah, Irish mengerti..." setetes air mata jatuh dari pipinya.
"semester depan kamu keluar dari kampus itu, kamu akan papah pindah kan ke luar negeri." Papahnya menegaskan lagi keinginannya. "Papah ingin kamu yang meneruskan Lawyer Kita. Nanti Edo yang akan bantu papah menjaga kamu di Eropa sana. Papah percaya dia, karena papah nanti ingin kamu menjadi istri Edo."
Irish menangis dalam diam. Ia ingat Bayu dan Kana, dua sahabatnya yang baru ia miliki. Namun ia juga ternyata mulai menemukan sesuatu yang berbeda kepada Kana. Mungkin Irish mulai jatuh hati. Jatuh hati pada keteguhan sikap, kesetia kawanan dan kesederhanaan Kana. Meski Kana cuek, Irish melihat Kana memperhatikannya dalam ketidak perhatian.
Rasanya campur aduk dan malam semakin kelam. Irish semakin terbenam dalam bantal yang tergenang air mata dan rasa tak tentu.