Mohon tunggu...
heri af
heri af Mohon Tunggu... Dosen - Traveller- visual design n art

Dosen Fotografi dan Dkv, Mahasiswa aktif pasca sarjana magister ilmu komunikasi, Ketua Alumni SR, Sekjen Alumni Pecinta Alam SMA, Mantan pekerja tv, kontributor foto komersil, konten kreator dan penggiat sosial. I'm a postmodernism, skuteris and i dream journey to pacific crest trail and rest to Andorra...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cara Out Of The Box Menghadapi Mural Warga yang Viral

17 Agustus 2021   23:17 Diperbarui: 18 Agustus 2021   00:10 1384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coretan di dinding membuat resah
Resah hati pencoret mungkin ingin tampil
Tepi lebih resah pembaca coretannya
Sebab coretan dinding
Adalah pemberontakan kucing hitam
Yang terpojok di tiap tempat sampah
Di tiap kota

Sekali lagi tentang mural yang sedang viral. Iwan Fals benar, setiap coretan selalu meresahkan pembacanya.  Kenapa pemerintah harus takut dengan pesan yang terkandung pada mural? Bukannya pemerintah kemudian dapat berkaca dan menyerap aspirasi jika ada sesuatu yang tidak beres lalu kemudian bereskan. Aparat pada level rendah selalu bersifar reaktif tanpa memberi sebuah solusi yang lebih cerdas. Ya mungkin saja mereka juga mendapatkan tekanan dari atasan atasan mereka.

Di luar negeri mural mendapatkan apresiasi tertinggi, meski mengandung kritik sosial kepada pemerintah sekalipun. Mural juga merupakan karya seni yang dapat bernilai tinggi  apabila berhasil menyuarakan suara kemanusiaan yang sebenarnya.

Banksy adalah seniman yang kerap mengkritik pemerintah Inggris. Ia juga pernah mengkritik pemerintah Israel. Namun karyanya  tidak dihilangkan atau dimusnahkan mengingat bahwa karya banksy adalah sebuah master piece. 

Pemerintah Inggris maupun Israel mungkin menghindarkan terhadap tekanan masyarakat dunia secara luas. Banyak karya Banksy yang kemudian diboyong ke balai lelang yang menghasilkan nilai fantastis.

Bedanya pembuat mural 404, Tuhan Saya Lapar atau Dipaksa sehat bukanlah seorang selebritas di bidang seni rupa. Namun karya mereka nyatanya sudah menggedor dan mengusik pemerintah sehingga harus dihapus paksa sedemikian rupa.  Padahal aktifitas mural kritik sosial bukan hanya hari ini, jauh hari sudah banyak presiden yang dikritik seperti misalnya SBY, yang tenang-tenang saja menanggapinya. 

Bagaimana solusi ciamik  dari pemerintah? Dari pada menghapus karya-karya tersebut ada baiknya :

  • pihak aparat memboyong dengan tembok-temboknya lalu menjual pada balai lelang seni. Lalu uangnya diberikan kepada dinas sosial atau diberikan kepada orang-orang yang masih kesulitan di masa pandemi ini. Namun sayang ide ini nampaknya sulit diwujudkan. Selain karena aparat adalah perangkat pemerintah yang memiliki peraturan ketat yang berkaitan dengan uang. Tapi di coba tidak ada salahnya kan?
  • Pemerintah menjawab dengan mural, instruksikan Kementrian Kreatif menggandeng Kementrian komunikasi dan Kementrian pendidikan yang difasilitasi Kementrian Pekerjaan Umum membuat mural dengan pesan-pesan positif untuk menjawab kegelisahan masyarakat terhadap pesan-pesan mural yang viral tersebut.
  • Atau pemerintah daerah menggalang sekian banyak artis mural untuk membuat mural mendukung pariwisata seperti halnya mural di kota Penang Malaysia. Sungguh saya terkejut dengan sajian cerdas pemegang kebijakan pariwisata di Penang. Jakarta tidak kekurangan para artis mural hebat. Dengan begitu keresahan para artis mural mendapat tempat dalam berekspresi.

Hari hari ini bila pemerintah melakukan blunder rasanya aneh saja. Seperti tidak berkaca dari peristiwa --peristiwa sebelumnya. Jaman sudah sedemikian canggih dan mudah sehingga anda batuk di Jakarta pun bisa terdengar di seluruh Nusantara.

Selamat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 76, semoga pemerintahan presiden Jokowi semakin lebih baik dan saya yakin presiden Jokowi adalah seorang presiden yang humanis dan tidak akan mengijinkan bawahannya memakai cara-cara represif ala Orde Baru untuk menekan aspirasi rakyat.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun