Cinta, kita dapat mencintai harta, jabatan dan juga wanita. Cinta akan uang merupakan akar dari segala kejahatan, kecintaan merupakan sebuah bencana. Cinta itu adalah awal dari penderitaan, sehingga sewaktu muda saya adalah seorang penampik cinta. Hidup bersama dan menikah adalah sebuah ilusi belaka dari pertukaran ekonomi saja. Muncul ketika revolusi pertanian, maka pernikahan salah satu penunjang ekonominya.
Saat masa remaja, saya tidak melihat cinta sebuah nilai yang positif. Sebuah perasaan yang negatif, tidak terkontrol dan bahkan mengacaukan ketenangan pikiran. Sebuah dorangan untuk memiliki selalu ditampik. Seperti sebuah perlawanan dalam diri, apakah benar saya ingin memiliki dia atau hanya sebuah ilusi belaka. Mengejar cinta seperti sebuah peperangan dalam diri, dan benar saja penderitaan muncul dari sana.
Penderitaan muncul ketika cinta muncul dari pikiran, dan hati tertutup. Cinta bukanlah sebuah kata benda yang masuk akal, namun cinta adalah sebuah kata kerja yang mirip dengan cara kerjanya sihir. Begitu saya lupa dengna konsep diatas, saya mencoba terjun dan melakukan semuanya untuk cinta. Karena cinta merupakan kata kerja yang bisa dilakukan dan bisa tidak dilakukan, kita tidak bisa selalu mencintai. Cinta yang murni muncul secara spontan dan munculnya dari hati. Kadang kita bisa memisahkan antara mencari pasangan hidup dan mencintai pasangan hidup.
Ketika kita memikirkan cinta sebagai garansi hidup tanpa masa kesepian, itu bukanlah cinta sejati. Ketika cinta merupakan sebuah palu pengahuncur tembok itu bukanlah cinta. Cinta sejati penuh dengan risiko, karena ia melupakan dirinya dan objeknya. Cinta sejati, melebur diantara saya dan objeknya. Ketika perbuatan itu muncul karena kita ingin dunia yang bahagia, dunia yang damai dan dunia yang tentram. Dan ya saya sedang jatuh dalam ilusi cinta sejati ini.
Lu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H