Sebagai pembuka, alangkah lebih baik jika pembaca sekalian mendengarkan podcast, supaya ada sedikit gambaran tentang apa yang hendak saya sampaikan.
Beberapa waktu yang lalu, ketika kami sedang dalam proses belajar mengajar, seorang teman bertanya pada dosen yang kebetulan mengampu mata kuliah multimedia. Pertanyaanya seputar masa depan, lumayan berat karena ini menyangkut ladang pekerjaan kami. Dia bertanya seputar masa depan profesi jurnalis di masa depan. Kurang lebih tentang kompetensi dan nasib jurnalis di masa depan.
Sebagai dosen yang telah lama lalu lalang di dunia perjurnalisan, dengan antusias dosen tersebut menjawab. Ada banyak jawaban. Satu di antaranya dikatakan bahwa di masa depan, jurnalis bisa jadi bukan lagi sebuah profesi. Lalu terkait kemampuan, tidak usah menunggu masa depan, di masa yang sekarang ini seorang jurnalis harus multitasking.
Jurnalis sekarang dan nanti, tidak lagi mereka yang cakap menulis. Tapi mereka yang cakap dalam beberapa bidang multimedia akan lebih dipertimbangkan. Sebab, paket informasi sekarang dan di masa depan, tidak lagi melulu butuh tulisan. Akan lebih banyak tampilan visual dan elemen multimedia lain di dalamnya.
Kemarin, Sekarang dan Nanti
Waktu berubah, kebiasaan berubah, begitu juga manusia. Semua berubah sesuai masanya. Jika dulu waktu subuh masih sering ada loper koran, saat ini sudah jarang, bahkan mungkin tidak ada. Dulu rutinitas setiap pagi adalah membaca koran dan sarapan, kini bergeser menjadi memegang gawai dan sarapan.
Dulu, saat menjelang sore, satu keluarga duduk di ruang keluarga untuk bersama-sama menyaksikan informasi dan berita sore, tapi sekarang hal tersebut juga sudah bergeser. Sekarang, satu keluarga memang masih duduk bersama di ruang keluarga, tapi bukan berita di televisi yang dilihat, melainkan di gawai masing-masing.
Dulu, ketika sekolah usai di hari sabtu, para remaja biasanya selalu datang ke toko buku untuk berburu majalah remaja. Mereka berlomba-lomba mencari poster dari idola yang menjadi bonus di dalamnya. Tapi sekarang dan mungkin juga nanti, tidak ada lagi remaja yang akan mendapatkan poster idola mereka dalam majalah. Jangankan poster, majalahnya saja mereka tidak akan mendapatkannya, karena sudah gulung tikar.
Pergeseran tersebut tidak cukup sampai di situ. Perubahan yang ada tidak hanya dirasakan oleh pengamat atau konsumen, melainkan jurnalisnya juga. Ladang pekerjaan, tempat liputan, dan aktivitas mereka pun mengalami pergeseran.
Dulu, menjadi jurnalis adalah sebuah kebanggaan sekaligus kehormatan. Live report, investigasi, liputan mendalam, adalah hal yang biasa dilakukan oleh jurnalis. Berkat hal tersebut, jurnalis sangat disegani oleh pemerintahan. Mereka adalah watchdog.
Sekarang, kebanggan dan kehormatan tersebut agaknya sedikit berkurang. Kemampuan investigasi sedikit-sedikit agak melemah. Bahkan, watchdog zaman now sudah sedikit berubah, bukan jurnalis, melainkan audience. Mereka adalah komentator yang perlahan berubah menjadi watchdog, bahkan pencari informasi.