Mohon tunggu...
Hadi Some
Hadi Some Mohon Tunggu... -

still me, HS hehehe

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

[Tennis Profile] Mengenal Juara French Open 2011, Li Na

11 Juli 2011   01:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:46 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Li Na - courtesy of www.wtatennis.com

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Li Na - courtesy of www.wtatennis.com"][/caption] Perhelatan grand slam French Open 2011 telah usai dengan mencetak sejarah baru di dunia tenis profesional ѐra terbuka. Adalah petenis China, Li Na, berhasil menorehkan sejarah sebagai petenis puteri Asia pertama yang menjuarai ajang bergengsi turnamen tenis berkelas grand slam. Sebagai informasi, grand slam adalah kelas tertinggi dalam turnamen tenis. Baik dari sisi hadiah tunai maupun point yang berpengaruh pada pencapaian peringkat dunia. Li Na, petenis kelahiran Wuhan-China 26 Februari 1982 itu, menorehkan sejarah sebagai juara grand slam tanah liat Perancis Terbuka. Usia bukan menjadi kendala bagi Li Na untuk bersaing dengan petenis-petenis muda. Sebagai catatan, di dunia olah raga, usia 29 ke atas adalah usia yang tergolong sudah mulai meredup, bukan lagi masa keemasan seorang atlit. Namun Li Na memutarbalikkan mitos tersebut dan sanggup berprestasi lebih justru di usianya yang menjelang kepala tiga. Li, yang semasa kecil bermain Badminton, mulai mengenal tenis pada usia 9 tahun. Keputusan Li Na untuk terjun ke dunia tenis sempat ditentang oleh keluarganya mengingat tenis bukanlah olah raga favorit di negeri tirai bambu tersebut. justru sebaliknya, Badminton adalah olah raga yang sudah menelurkan ratusan atlit hebat yang mengangkat nama China di pentas dunia. Namun Li berpantang untuk menyerah. Li pun mengawali karirnya di tahun 1996. Pemilik bobot 172 cm 65 kg ini tercatat mengikuti kejuaraan tenis pertama kali pada tahun 1996. Saat itu Li mengawali karirnya pada turnamen ITF series di Beijing. Tiga tahun kemudian Li Na menggondol 3 piala pada turnamen ITF series. Dan itu menjadi modal bagi Li untuk menapaki karir tenis profesional. Tercatat, tahun 1999 adalah tahun pertama kali bagi Li Na bertanding sebagai petenis profesional yang mengandalkan pelatih dan biaya mandiri (atau sponsor) dalam mengikuti berbagai turnamen. Meskipun demikian, Li hampir sempat menyerah setelah karirnya tidak berkembang di awal tahun 2000-an. Li sempat tidak turun di tahun 2003 karena berkonsentrasi untuk mengejar cita-cita lainnya, menjadi jurnalis. Namun keluarganya akhirnya yang memberi dorongan untuk Li Na terjun lagi di berbagai turnamen tennis. Dan itu dia buktikan di tahun 2004 dengan menjuarai turnamen di Guang Zhou. Bukan sebentar Li menempuh karirnya untuk menembus jajaran top tenis dunia seperti saat ini. 5 tahun berselang dari tahun 1999, Li Na untuk pertama kalinya berhasil menembus jajaran top 100 dunia. Ini menjadi prestasi tersendiri karena pada tahun 2003 sebenarnya Li Na tidak turun bertanding sama sekali. Dan baru bulan oktober 2004, Li Na melejit dari peringkat 145 ke peringkat 92 setelah memenangkan turnamen seri WTA Tour di Guang Zhou, China. Setelah itu prestasi Li Na mulai bersinar. Tercatat, Li Na berhasil menembus babak perempat final Wimbledon untuk pertama kalinya di tahun 2006. Di tahun yang sama, Li menjadi petenis China pertama yang menembus jajaran top 20 besar. Namun, cedera yang merongrong dirinya membuat prestasi Li tidak stabil, naik turun. Beberapa kali Li sempat absen dari perhelatan tenis dunia. Dan itu membuat peringkatnya kembali merosot. Di tahun 2008, Li menjuarai turnamen pemanasan grand slam Australia terbuka, di Gold Coast-Australia. Ini adalah prestasi terbaik Li setelah beristirahat selama 6 bulan karena cedera. Namun rupanya sang cedera masih merongrong Li hingga dia harus mundur dari 10 turnamen selama tahun 2008. Li Na pun memutuskan untuk melakukan operasi atas cederanya tersebut. Rupanya cedera memang merupakan momok menakutkan bagi para atlit. Termasuk Li Na. berulang kali Li terkena cedera di bagian lutut. Dan berulang kali pula Li Na menjalani rehat termasuk melaksanakan operasi untuk mengatasi cederanya. Dan di tahun 2009, prestasi Li mulai kembali memperlihatkan sinarnya. Li mencapai babak perempat final turnamen Grand Slam US open. Prestasi ini mendongkrak peringkat Li ke 20 besar. Di tahun 2010, prestasi Li Na tercatat membaik. Ia memperlihatkan kemajuan yang signifikan untuk karirnya. Li mencapai semifinal Grand Slam Australia Terbuka 2010 untuk pertama kalinya. Kembali mencapai babak perempat final Wimbledon untuk kedua kali selama karirnya, serta menjuarai turnamen tennis Birmingham untuk dua nomor sekaligus, tunggal dan ganda puteri. Tahun 2011 agaknya menjadi tahun keemasan bagi petenis yang memakai backhand dua tangan ini. di awal tahun ini, Li Na menjuarai turnamen pemanasan Australia Terbuka di Sydney. Lalu dua minggu berselang, Li Na menjadi petenis Asia pertama yang tampil di babak final turnamen bergengsi Grand Slam Australia terbuka. Li kalah dari petenis Belgia Kim Clijsters dalam laga tiga set, 6-3, 3-6, 3-6. Tahun 2011 pula Li memutuskan untuk mengganti pelatih. Li yang sebelumnya dilatih oleh suaminya, Jiang Shan, memutuskan untuk ‘memecat’ suaminya dan menggantikannya dengan pelatih asal Denmark, Michael Mortensen. Prestasinya yang sempat menurun sebelum berganti pelatih, dia bayar lunas dengan menjuarai turnamen bergengsi Grand Slam tanah liat, French Open. Li berhak mengangkat trofi Suzane Lenglen Cup setelah berjuang ekstra keras mengalahkan petenis-petenis top dunia. Tercatat Maria Sharapova, Petra Kvitova, dan Fransesca Schiavone menjadi korban kegigihan dan semangat pantang menyerah Li Na. Di babak Final, Li mengatasi juara bertahan sebelumnya, Fransesca Schaivone (ITA). Ini menjadi titik terbaik Li Na dari segi prestasi. Termasuk dari segi peringkat, Li Na mencatatkan diri sebagai petenis Asia kedua yang mencapai peringkat 4 dunia, setelah Kimiko Date pada pertengahan 90-an. Li Na, muncul bak pahlawan di negerinya. Memberi inspirasi dan menjadi motivasi bagi atlit-atlit tenis berusia belia di negerinya. Sesuatu yang sama sekali terlihat tidak nyata, berhasil diwujudkan Li Na. menjadi juara Grand Slam yang selama ini hanya ada dalam angan-angannya, berhasil ia wujudkan melalui kerja keras. Mengutip pernyataan Petenis Belgia, Justine Henin, “Impossible is Nothing”. Tidak ada usaha yang sia-sia, dan tidak ada prestasi tanpa kerja keras. Setidaknya itu yang telah dibuktikan Li Na kepada publik dunia. Tidak ada yang tidak mungkin untuk diwujudkan jika usaha dan kerja keras menyertai setiap langkah. Dan Li Na telah membuktikannya. (HS) Sumber: www.wtatennis.com , dan berbagai referensi lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun