Mohon tunggu...
Diah Sukmawati Malik
Diah Sukmawati Malik Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Lagi suka sinema, sastra, Skandinavia, & sosialisme.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

UMP Naik, Yakin Itu Solusinya?

3 November 2013   06:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:39 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa hari ini linimasa di twitter heboh dengan pendapat setiap orang tentang buruh. Kelakuan twitter memang begitu. Ada satu isu dan setiap orang sibuk berpendapat sendiri, mempertahankan argument dan menganggap orang yang tidak sependapat dengan dia adalah orang yang tolol.

Yang diributkan kali ini adalah Buruh. Lagu lama sebenarnya, yang setiap kali ada demo besar-besaran menjadi headline lalu menghilang perlahan.

Setiap tindakan selalu mnghasilkan pro dan kontra. Ada yang pro buruh untuk naik UMPnya. Ada yang berkilah buruh tersebut mendramatisir keadaan.

Yang paling vokal membela hak buruh kita kita lihat, ada @HansDavdidan. Di timeline saya dia sering muncul karena retweet beberapa orang yang sependapat dengannya. Menurut Hans kenapa sih buruh selalu salah? Mau nyicil motor mahal salah, mau bikin macet salah, pengen naik gaji dan demo salah dan kaum dansa-dansi yang juga buruh middle class “ngehek” hanya bisa mencibir tentang keinginan hidup layak para buruh.

Saya bukan mau melawan argument Hans. Pendapat dia bagus dan ingin saya tanggapi. Tidak melalui twitter karena saya… um… bukan tipe orang yang ingin berdebat lewat twitter. Saya sendiri… memilih untuk melihat itu dari kedua sudut.

Apa salah buruh ingin mencicil motor mahal atau ponsel bagus? Memangnya hanya orang kantoran yang boleh beli motor ninja dan smartphone? Tidak. Dia juga bilang karena jalanan adalah hasil keringat para buruh itu mereka lebih berhak bikin macet. They have the same right to do so, indeed. Tapi coba kita pikirkan lebih dalam dari sekedar kesetaraan membeli motor. Buruh (yang disini yang saya maksud adalah buruh yang masih outsourcing pertahun bahkan perbulan, bukan buruh fresh graduate dan semacamnya) atau orang yang dapat membeli motor mahal tentu kadang kita pertanyakan tentang keuangannya. Ketika ada orang memutuskan membeli barang relatif mahal, tentu dia punya biaya untuk itu kan? Dengan gaji yang bisa digunakan untuk membeli moge, pasti dia punya gaji untuk makan hari ini dan besok, begitu asumsi saya.

Saya sangat mendukung para buruh untuk hidup layak btw, terutama buruh ibu-ibu muda (YEEAHHH!!)

Kembali lagi, kita lihat yang paling semangat untuk berdemo adalah buruh-buruh kota besar di pulau Jawa. Mereka ingin UMP naik. Sementara itu, di wilayah pelosok lain, misalnya kita taruh suatu kecamatan Pakubeureum di kabupaten antah berantah bernama Majalengka, masih ada guru honorer, yang naik sepeda, mengajar di sekolah yang bangunannya saja tidak layak pakai. Mereka mencicil motor saja berpikir dua kali membagi gajinya yang dari “udunan” guru lain yang PNS untuk menyekolahkan anak-anaknya. Bagaimana dengan “buruh” lain di luar pulau jawa, dengan biaya hidup tidak kalah tinggi dan UMP yang jauh lebih kecil?

Maksud saya, dengan UMP kota besar terus naik dan nilainya jomplang dengan dan luar kota besar segitu-segitu saja, apa bukannya malah menarik pengangguran yang kurang skill untuk pindah ke kota besar yang sudah padat penduduknya?

Saya juga tidak bermaksud mengeneralisasi bahwa semua buruh kota besar seperti itu semua. Tidak semua buruh hanya hedon beli motor, konvoi ke puncak, beli smartphone dan semacamnya. Banyak buruh yang banting tulang untuk menghidupi dia, orangtuanya, istrinya, anaknya…

Maksud saya disini, dalam skala prioritas, keinginan buruh untuk naik gaji itu tidak harus diutamakan. Saya setuju dengan penghapusan outsourcing. Sangat setuju. Tapi saya ingin mereka lebih focus kepada jaminan hidup, seperti asuransi jiwa. Kalau saya menjadi mereka saya akan lebih menuntut untuk kepastian keuangan jangka panjang yang lebih dari sekedar tuntutan naik gaji. Asuransi keselamatan kerja, jaminan pendidikan anak, penghapusan system outsourcing, serta jatah transportasi dan jatah libur yang layak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun