Pada bulan Mei 2020 Â lalu, Presiden Joko Widodo menyerukan penerapan New Normal. Istilah new normal tersebut juga diikuti oleh istilah 'berdamai dengan corona'.Â
Meskipun kala itu beberapa pihak menentang seruan tersebut, tapi pemerintah bergeming dan tetap ingin menjalankan hal tersebut dengan pertimbangan kembali ingin menggerakkan ekonomi nasional.
Salah satu pihak yang dengan terang menentang seruan tersebut adalah Partai Demokrat. Partai yang saat ini dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menganggap new normal adalah tanda menyerah pemerintah dalam memerangi Covid-19. Menurut partai berlambang mercy ini, new normal seharusnya diberlakukan disaat angka penularan Covid-19 telah melandai.
Seruan new normal pemerintah nyatanya dianggap rakyat sebagai back to normal. Ini jelas blunder yang nyata. Akibatnya, angka Covid-19 sampai dengan hari ini tetap terus meningkat secara eksponensial. Puncaknya pada Kamis (9/7) lalu, angka penambahan harian menunjukkan angka tertinggi, yakni mencapai 2.657 pasien.
Bahkan yang mencengangkan, penambahan angka Covid-19 justru datang dari instansi yang selama ini ditugaskan untuk membantu pemerintah dalam penanganan Covid-19.Â
Diketahui, sebanyak 1.262 siswa dan pelatih Secapa AD di Kota Bandung dinyatakan positif Covid-19. Sementara itu, 99 personel TNI di lingkungan Pusdikpom Kodiklat TNI AD, Cimahi juga terkonfirmasi positif Covid-19.
Sebelumnya, 300 siswa Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri di Sukabumi juga dinyatakan postif Covid-19 setelah menjalani rapid test pada April 2020 lalu.
Belakangan, istilah new normal yang digaungkan pemerintah ikut dianulir orang dalam yang bertanggung jawab dengan penanganan Covid-19. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan diksi new normal yang selama ini digaungkan salah. Kesalahan dalam menginterpretasikan ini lah yang akhirnya mengakibatkan angka penambahan Covid-19 terus meningkat.
Dalam acara launching buku "Menghadang Corona", Achmad Yurinato mengatakan harusnya istilah yang digunakan adalah adaptasi kebiasaan baru.Â
Dengan demikian masyarakat bisa paham, bahwa selama vaksin Covid-19 belum ditemukan, masyarakat harus menerapkan kebiasaan baru (protokol kesehatan) yang ketat untuk menjaga kesehatan dan terus melakukan aktivitas pemenuhan ekonomi.
Pengakuan kesalahan dari pihak pemerintah ini patut diapresiasi. Tapi hal itu tentu harus diikuti dengan langkah yang konkrit. Tidak cukup mengakui dan setelah itu berlepas diri dari tanggung jawab.