"Untuk badai yang mendiami sekujur tubuhku,
Mampukah kau meredam gigilÂ
para perantara bahasa
: tutur kata terbata sang penata kidung dahana
"Untuk majas agung yang mengisi ruang kosong kepalaku,
Cukup cakapkah kauÂ
mengeja kumpulan aksara rentaÂ
serupa benang; terbaca berulang
di relung langit-langit purba
"Untuk patahan rintik gerimis yang tak pernah terbantah,
apakah hujanmu menengadah setengah kepada tingkap awan,Â
sedang separo tetes airmu tak sanggup lagi jatuh di atas pelukanÂ
: anak manusia?
"Untuk jantung masa yang masih berdetak,Â
bilakah nadi-nadi waktu bertahan mengalunkan eufoni doa-doa
yang didengar amoghah
"Dapatkah engkau, ya, Tuanku. Berjaga-jaga agar kehilangan tak lagi memilikiku?"
####
*Sriwedari, 30/12/2023. Sebuah tanya kepada pesolek sandyakala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H