Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

International Women's Day 2023: Alpha Female, Mampukah Perempuan Lepas dari Stigma?

9 Maret 2023   10:39 Diperbarui: 13 Maret 2023   19:06 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi beragam label dan stereotipe terhadap perempuan di dunia | via twitter.com @courtney privett

Seorang Guru pernah berkata, "If you are good at something. Baking, math, languages, painting, etc. Be proud!

Good at baking? Someone may say, "domestic."
Good at math? They may say, "nerdy."
There'll always be that sucker. Ignore. And do shine!

#EmbraceEquity kembali merasuki sudut algoritma trending topic. Tepat tanggal 8 Maret 2023 google doodle juga  menampilkan animasi seruan ajib bagi kaum termarginalkan: PEREMPUAN.

Gaung propaganda persamaan hak antara perempuan dan lelaki masih terus disuarakan. Perlu diakui beragam stereotip masih melekat erat dalam setiap gerak langkah perempuan menjadi pemicu suara-suara yang mencoba menembus batas atap kaca eksistensi wanita.

Meskipun budaya kini telah mengalami pergeseran, namun evolusi memang berjalan begitu lamban. Hingga kini, jumlah aksi kekerasan domestik terhadap kaum perempuan, ketimpangan proporsi peran wanita sebagai decision maker dalam institusi hukum dan politik, juga bejibun label negatif terhadap perempuan masih menjadi makanan keras bagi para puan.

Bicara tentang fakta, Anda tentu lebih mahir menemukan data-data yang merujuk pada betapa ringkihnya perlakuan "adikuat" atas potensi dan daya kreasi perempuan. Serasa tak salah pula kata Thomas Hobbes: auctoritas, non veritas facit legem.

Bahwasannya dalam hal ini, kebenaran dan fakta mengenai besarnya potensi perempuan telah kabur oleh narasi tafsir otoritas.

Meskipun kemudian muncul asumsi yang ditanamkan pada publik untuk menepis gugatan kaum hawa tersebut, namun dalam kenyataannya perempuan masih harus terus berjuang; mengikat tali kasutnya keluar dari kotak stereotip "kåncå wingking". 

Sebuah label yang seolah dititipkan semenjak janin berjenis kelamin perempuan keluar dari rahim sang ibunda. Terlebih pada masyarakat dengan konsep kultur idealis patriarki yang masih kuat. 

Kåncå wingking atau dapat diterjemahkan sebagai house wife, istrinya rumah (pinjam terjemahan Rocky Gerung) bukan lagi menjadi isu lokal. Negara-negara di belahan dunia lain pun mengalami hal yang sama. Kalau memang isu ini telah mendapatkan solusi apik, maka rasanya tak butuh lagi ada perjuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun