Kepada Tuanku Raja,
Sekeping abjad telah lahir,
kubungkus rapat dengan kertas surat
saat tepian malam tak lagi terasa kalam
tergerus kepentingan khusus; bukan kudus
Tepat ketika algoritma ponsel netizen berjumpalitan
penuh tikam umpatan
atau puja sanjungan
atas berita hoaks anti damai sejahtera dan sukacita
Bilamanakah aksaraku akan bercerita dengan baik sedang dunia ini penuh intrik? Katakan bagaimana caraku merebahkan aksara di hadapan Tuan tentang kelaparan dan segala tragedi kepedihan resesi di berbagai negri? Sementara di belahan lain, krisis energi membelit nurani? Tiada emas, kemenyan, ataupun mur sebagai harapan di tangan kami
Tuanku Raja Yang Mulia,
Sekiranya masih boleh berharap, Tuan sudi kembali datang, menilik ruang kosong ini;
bukan mall atau apartement ber-AC
Sungguh, jauh dari tempat nyaman
Satu bilik hati berbau kandang; penuh dendam, iri, dengki, bahkan tak lupa aku masih sering bermegah diri
Malam begitu saja melarut dalam dingin ya, Tuan. Hujan masih belum jua reda. Banjir masih menggenangi kampung dan pinggiran kota
Sementara, doa-doa masih menengadah di hadapan Tuan
pada kedalaman janari sunyi bersama cahaya relung hati yang kini pucat pasi.
Selamat datang dan bertahta kembali di ruang hati ini, Tuanku Raja yang Mulia
*Solo....kala Natal pertama menelusuri selasar nurani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H