Pandemi Covid-19 memang banyak membawa fenomena baru di masyarakat. Yang menarik adalah ada beragam kebiasaan masyarakat yang mulai bergeser. Well, begitulah budaya. Selalu dinamis.
Sama seperti pada beberapa hari yang lalu di platform Tiktok ramai diunggah beragam reaksi atas hadirnya sebuah fenomena baru. Dilansir dari beragam media, ternyata fenomena tersebut marak dialami oleh kaum milenial dan gen Z.
Lhoh masalah budaya ko masuk ke kategori kesehatan? Ga salah nih?Â
Oh, tentu tidak, sodara. Mungkin beberapa kompasianer sudah menjelaskan apa yang dimaksud dengan quiet quitting. Saya juga sempat membaca dari beragam artikel yang ditulis apik oleh tangan-tangan tervalidasi menyoal seberapa besar dampak fenomena ini pada kaum milenial dan gen Z.Â
Bahkan, sebenarnya saya pun pernah melakukan quiet quitting beberapa waktu belakangan ini. Ya, sebelum kemudian fenomena ini diberi label nama tersebut.
Saya juga ingat saat makan siang bersama teman, saya pernah mengatakan bahwa sangat penting memiliki kebahagiaan terlebih saat kita menghadapi pandemi Covid-19.Â
"Yang penting kita bahagia," begitulah kicauan saya dulu.
Quiet quitting. Banyak yang kemudian menggunakan terjemahan bebas dalam bahasa Indonesia menjadi "berhenti diam-diam". Ada pula yang menangkap situasi ini kemudian mencoba membuat analogi seperti kita sedang nge-ghosting kerjaan kita.Â
Ya, yang pasti banyak opini yang mencoba memberi batasan definisi untuk fenomena ini. But for me, it sounds so weird. Frasa yang cukup aneh. (Cmiiw, hehehe)
Saya juga kurang mengerti mengapa si empunya akun @zaidleppelin--pengunggah pertama quiet quitting melalui platform Tiktok--memilih frasa tersebut.Â