"Berhenti berusaha membuat emosi menjadi invalid, karena semua emosi itu valid".
Terkadang kita terburu-buru ingin mengakhiri percakapan dengan seseorang yang sedang bercerita tentang kesedihannya.Â
Why? Adakalanya kita kurang mampu meregulasi emosi kita sendiri, sehingga pada saat kita mendengarkan orang lain bercerita, kita tergesa memberikan respon positif agar percakapan tersebut lekas selesai.Â
 Seringkali kita akan terjebak pada ungkapan:
"Ayo kamu bisa kok," seperti secuil chat yang saya terima di sebuah pagi, dari seseorang yang ingin menyemangati. (yang ngerasa 'n cengar-cengir terpenjara di kamar, thanks anyway).Â
Sadarkah kita bahwa ucapan tersebut akan membuat lawan bicara kita yang sedang berduka menyangkali semua emosi yang sedang dirasakannya.Â
Sehingga orang tersebut akan merasa bahwa emosinya invalid. Ia tidak berduka. Padahal faktanya ia sedang berduka. Sehingga ia akan kehilangan momentum untuk berkontemplasi.Â
Elisabeth Kubler-Ross, seorang psikiater yang dalam bukunya On Death and Dying sempat mengungkapkan lima tahapan berduka, yang sering kita kenal sebagai five stages of grief.Â
Ada masa denial (penolakan), anger (marah), bargaining (tawar-menawar), depresion (depresi), dan acceptance (penerimaan). Mo tahu penjelasannya? Klik aja website kesehatan langganan Anda atau boleh juga tekan judul yang membiru ini, "Lima Tahap Kesedihan".
" We are human being, not human doing"(Richard Carlson~Don't Sweat The Small Stuff)Â
Nah, bila ada seseorang datang, kemudian mulai curcol, sedangkan kita sedang dalam kondisi yang kurang nyaman, alangkah baiknya kita berkata, "kita bicarakan besok ya. Aku sedang lelah. Daripada nanti jadinya tambah runyam."