Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Tanakapu, Senyum Mereka, Senyum Kita Semua

2 Juli 2020   10:10 Diperbarui: 18 Juni 2021   17:55 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana belajar di ruang belajar Yayasan Tangan Pengharapan Kasih, Tanakapu | dok. Ibu Rensi

Menggalang buku bekas? Yha. Di luar dugaan, aksi penggalangan buku bacaan bekas ini disambut oleh rekan-rekannya. 

Lokasi rumah yang jauh tidak menyurutkan semangat untuk mengambil buku bekas milik kawannya hingga ke kawasan Solo Baru yang berjarak kurang lebih 3 kilometer dari rumahnya. Belum lagi yang ada di daerah Palur, bila diukur jaraknya, ya, sekitar 6 kilometer dari rumahnya.

Sewaktu saya bertanya, apa motivasinya untuk mengumpulkan, kemudian mengirim buku-buku bekas tersebut ke NTT, raut mukanya memerah. Matanya berkaca-kaca. 

Ia hanya berkata, "Miss, Winsi cuma pengen, temen-temen di Tanakapu juga punya wawasan seperti Winsi dan semua temen-temen di sini."

Dari sekelumit cerita Winsi ini saya merasa ada sesuatu yang menarik. Tentang berbagi? Tentu saja. Namun ada hal lain yang tidak kalah menariknya. Bahwa menjadi kaya hanya perlu kata cukup.

Seberapa banyak dari kita yang menumpuki diri dengan hal-hal yang sebenarnya sudah tidak kita butuhkan lagi. Pakaian yang tak pernah kita pakai masih tertumpuk di lemari baju. Buku-buku atau majalah bekas yang sejak kecil masih kita koleksi hingga berdebu di ujung rak buku kita. 

Tengoklah, adakah mainan anak-anak kita yang kini beranjak dewasa masih tersimpan entah di sudut gudang sebelah mana? Atau barang-barang elektronik lecet yang sengaja kita simpan hendak kita perbaiki tapi tak pernah punya waktu luang?

Pernahkah kita berpikir, bahwa kita tidak akan kekurangan bila kita mulai menguranginya, kemudian kita bagikan pada mereka yang membutuhkan. Bila sudah berkurang ya sudah, biarkan saja kosong. Tak perlu kita sibuk mengisinya dengan hal lainnya lagi.

Sadarkah kita, bahwa dengan hidup cukup kita belajar untuk tidak kuatir pada kekurangan?

Winsi mungkin saja berkata, ia belajar berbagi, belajar menghargai, dan bersyukur dari anak-anak Tanakapu. Tapi tanpa sadar ia pun telah mengajari saya bagaimana untuk bersikap sebagai orang kaya, meski dengan kata cukup.

Salam,

Penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun