Duh, saya jadi pinjam judul bukunya Jokpin "Haduh Aku Difollow". Notif follback dari Leila S. Chudori menyapa akun instagram saya. Monmap teman, saya itu kan fans-nya Mbak Leila, kalau di follback begini saya suka geter, ga ngerti musti sembunyiin girang saya di mana.
Bayangpun, setenar beliau gitu lho...duh Gusti, saya seperti habis ditembak pacar (hehehe)...
Mungkin ini seperti mimpi rasanya. Saya sudah cukup lama mengagumi mbak Leila. Karya terakhirnya "Laut Bercerita" sungguh sangat menginspirasi karya fiksiana saya, baik cerpen maupun puisi.
Akhir-akhir ini, nama Leila Salikha Chudori santer diberitakan oleh media masa. Kemenangannya dalam South East Asia Write Award 2020 dengan novel "Laut Bercerita" nya membawa namanya semakin melambung tinggi.
Novel yang telah dirilis tahun 2017 ini memang keren abis. Berlatar belakang perjuangan para mahasiswa di tahun 1998 memperkuat rasa kagum saya sama mbak Leila.
Setiap karakter tokoh yang dimunculkan dalam novel ini begitu kuat. Mulai dari Laut, Asmara (tokoh favorite saya, hehehe), Sunu, Bram, Kinanti, Alex, Anjani, Sang Penyair, Naratama, Dan masih banyak lainnya. Masing-masing tokoh dicitrakan dengan karakter yang sangat kuat.
Kelihaian Mbak Leila mengolah tokoh wayang dalam epos Ramayana pun sempat tersirat usil dan menggelitik kala Anjani melukis mural di Seyegan. Coba perhatikan cuplikan dialog dibawah ini, antara Laut dengan Anjani.
“Aku tak paham...mengapa Rama diculik?”
“Ini bukan tokoh Rama. Cerita ini memang
terinspirasi kisah Ramayana.”
“Paham. Kenapa justru suaminya yangdiculik, kan se harusnya Sita, lalu Rama
menyelamatkan dia.”
“Dalam ceritaku, justru sang suami yang
diculik oleh raja berkepala sepuluh yang
berniat menyiksa dan membunuhnya dan
sang istri yang akan berperang
menyelamatkan dia,” Anjani menjawab
dengan wajah dan mata yang tetap
terfokus pada lukisannya. “Bedanya, nanti
ketika mereka bersatu, sang istri tak perlu
meminta sang suami membuktikan
kesetiaannya dengan terjun ke dalam
kobaran api. Sang istri percaya bahwa cinta
telah mempertahankan segala kehormatan.
(Laut Bercerita, Leila S. Chudori, 87).
Pada awal saya membaca novel beliau ini saya merasa benar-benar di bawa ke masa-masa Mei 1998. Semua buku yang dianggap sebagai aliran kiri yang dilarang keras beredar, pula keterbatasan kebebasan membaca yang saat itu sangat dikekang pun dimunculkan. Hingga gerakan-gerakan mahasiswa yang semakin menjamur selaras dengan kasus-kasus penculikan mahasiswa yang hingga kini belum terselesaikan, well...it is written in Laut Bercerita.
Novel laris manis terbitan Kepustakaan Populer Gramedia ini begitu unik dengan plot yang mengalir dan easy reading, membuat minat baca bagi saya yang slow reader ini semakin kencang. Hehehe.