Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melihat Keindahan dalam Keburukan

17 April 2020   14:59 Diperbarui: 17 April 2020   19:26 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang biasanya telfon atau chat, sekarang tak terlihat ada notifnya. Yang biasanya memasak di dapur, sekarang tak lagi di ruang yang sama. Nah, hal-hal seperti inilah yang seringkali membuat kita merasa sepi. Apakah ini natural? Tentu saja, ini alamiah. 

Kehilangan bukan hal yang bisa kita hindari ataupun kita tolak.

Kehilangan datang sebagai sebuah kondisi yang tak pasti dalam hidup kita. Hanya bagaimana kita mengelola rasa ini, bagaimana kita menyikapinya? Jikalau saya boleh menyarankan, ya, diterima saja. 

Terima segala rasa, termasuk kehilangan ini. Terima dan cobalah untuk share semua rasa tak nyaman itu dengan para ahli professional yang bergerak dalam bidang pemulihan mental atau bisa juga berbagi dengan orang-orang terdekat yang bisa kita percayai.

Lalu apakah kita hanya menerima semua rasa duka tersebut dan meratapi keadaan? Kay... hal terpenting adalah mulai membangun rasa self love. Bukan mengasihani diri sendiri, melainkan mengasihi diri kita. Jangan mencoba untuk menyalahkan diri sendiri, atau bahkan menimpakan rasa kesal atau emosi labil ini pada orang lain. 

Ada fase toleransi pada masa berduka dalam menjalani situasi yang tidak nyaman ini. Pertama mungkin denial (penolakan). Sebagai contoh, setelah kita putus cinta, ada marah, benci, kemudian timbul pikiran-pikiran yang pada dasarnya tidak seperti yang sesungguhnya terjadi, hati-hati ini akan menimbulkan overthinking yang pula memperburuk diri Kita sendiri.

Setelah lewat beberapa saat, biasanya akan timbul rasa sedih, putus asa, kecewa, yang lama kelamaan dengan berjalannya waktu akan timbul kesadaran untuk menerima semua rasa kehilangan ini.

Well...seperti itulah sedikit gambaran mengenai kehilangan. Untuk menutup artikel ini, saya akan mengutip salah satu saran yang disampaikan oleh seorang dokter ahli jiwa, dr. Jiemi Ardian.. 

Bila kita merasa kehilangan, cara paling mudah adalah berhenti bertanya tentang "why".

Mengapa harus begini, mengapa harus terjadi pada saya, dan mengapa yang lain. Hal ini mungkin bisa kita lakukan setelah kita benar-benar bisa menerima kehilangan. Karena bertanya tentang hikmah dari peristiwa ini akan lebih baik kita lakukan nanti...pada fase yang jauh setelah menerima.

Yang bisa kita lakukan pertama kali, adalah bertanya pada diri kita dengan kata "how". Cobalah untuk berpikir bagaimana saya tetap produktif setelah kehilangan ini, bagaimana saya bisa merawat diri saya sendiri, bagaimana saya mendukung keluarga saya, dan masih banyak pertanyaan how yang bisa kita timbulkan dalam diri kita sebagai pemicu untuk tetap survive atau bahkan bangkit dari rasa yang tak nyaman ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun