Bosan adalah hal yang dibutuhkan?
Membosankan. Perasaan itulah yang muncul saat kita sedang menunggu. Jenuh, jengah, bosan, lalu menyerah untuk terus berjuang.
Bosan merupakan hal yang banyak dihindari oleh hampir semua orang, termasuk saya. Ada satu hal yang menarik dengan rasa bosan, saat saya membaca buku Richard Carlson, Don't Sweat The Small Stuffs. Dalam bukunya tersebut, Richard Carlson mengatakan bahwa sebenarnya kita sangat membutuhkan kebosanan.Â
Kita adalah manusia. Human beeing. Makhluk yang mempunyai rasa dan emosional. Kita makhluk hidup bukan robot tanpa sensitivitas jiwa.Â
Namun pada kenyataannya, dengan berbagai macam rutinitas yang membelenggu kita setiap hari, 24 jam bukanlah waktu yang cukup bagi kita untuk menuntaskan semua urusan kita.
Terkadang saya berpikir, untuk apa proses menunggu itu hadir dalam hidup kita? Bukankah lebih baik jika semua hal dapat kita lakukan tanpa menunggu, yang sepertinya hanyalah membuang-buang waktu?
Kesibukan, kerja keras, rutinitas yang padat, target pekerjaan yang harus dikejar, mobilitas yang tinggi, semua hal tersebut membuat kita menjadi human doing, not human beeing. Sehingga pada saat kita menjajaki fase "menunggu" hal tersebut akan sangat mengganggu kita.
Supaya kita kembali menjadi makhluk yang dapat merasakan emosional kita, maka "menunggu" Â adalah satu proses hidup yang dihadirkan dalam hidup kita. Sehingga hadir rasa bosan. Untuk apa? Supaya kita tetap merasa menjadi manusia, dan bukan mesin pencetak materi.
Kembali lagi pada sepasang pasutri teman saya tadi. Niken dan suaminya pun sempat mengalami kejenuhan dan kebosanan yang mencapai titik kulminasinya, sehingga sempat mereka mengeluh penat, dan hampir menyerah.
Saya bersyukur, karena pada akhirnya mereka berdua mau kembali tersadar, dan bangun, lalu mencoba lagi. Sehingga pada tahun yang ke-5 pernikahan mereka, akhirnya mereka dikaruniai seorang anak yang sangat cantik dan pintar.
Pada kesempatan kali ini ada hal yang mereka tambahkan dalam pengalaman dan proses berjuang mereka. Ada satu hal yang saya kagumi. Dalam menunggu, mereka sertakan rasa pasrah.Â