Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Membangun Sebuah Relasi dengan yang Sudah Menikah

10 September 2019   08:12 Diperbarui: 10 September 2019   21:19 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu pagi yang cerah. Kala saya membaca sebuah artikel cantik dari seorang blogger Kompasiana, mbak Pretty Woman, "Amankah Wanita Single Bersahabat dengan Laki-Laki Menikah?". Ulasan yang cukup menarik dan lugas. Sederhana dan mengalir tegas.

Mengangkat topik persahabatan memang sangat menarik. Dipandang dari sisi mana pun tetaplah menarik. 

Membangun sebuah relasi, itu mungkin menjadi kebutuhan setiap manusia pada masa yang serba "elektronik" ini. Benar, apakah aman bagi wanita single untuk menjalin relasi dengan laki-laki yang sudah menikah?

Ijinkan kali ini saya membagi sebagian perjalanan hidup saya. 

Sebagai seorang single memang tidak lepas dari kebutuhan romantika dialektis dengan lawan jenis. Perasaan ingin mendapatkan kehangatan hubungan dalam bentuk perhatian memang sangat menggoda.

Saya sebagai seorang wanita single, justru lebih merasa nyaman jika bertemu dan mempunyai relasi dari seseorang yang sudah menikah. Bila berkumpul bersama, saya adalah satu-satunya wanita diantara para lelaki yang sudah menikah. 

Apakah saya pernah merasakan berpacaran? Jujur, pernah. Ya tentu saja bukan dengan yang menikah. 

"Yah belum bertemu yang tepat," itu kata teman saya.

Berteman dengan semua laki-laki bukanlah momok buat saya. Apalagi yang sudah menikah. Bahkan teman laki-laki saya rata-rata bukan bujang lagi. Apakah saya bermasalah? Selama ini saya masih tetap nyaman bersahabat dengan mereka.

Chatting, telepon, dan bertemu langsung, bahkan ada dalam komunitas bersama dengan para lelaki yang sudah menikah bukanlah hal yang asing lagi bagi saya. 

Pergi bersama mereka? Hahaha .... Sangat menyenangkan. Mengapa? Apakah saya salah dalam hal ini. Permasalahannya bukan terletak pada salah atau tidak. Akan tetapi "pantas atau tidak".

Bagi saya status pernikahan mereka inilah yang justru menjadi "pagar" bagi saya untuk mawas diri. Mereka pun selama ini juga masih bergaul dan menempatkan saya sebagai wanita single yang bisa berkomitmen dalam komunitas mereka. 

Bahkan seringkali kami selalu bertukar pikiran, berdiakusi lewat berbagai media sosial. Kami tahu seberapa jauh hubungan kami.

Apakah mereka tak pernah curhat? Hehehe, jangan salah. Benar apa yang diulas mbak Pretty Woman. 

Mereka seringkali chating saya dan membagi pengalaman sehari-hari mereka dan mereka pun terkadang hanya bercerita sepanjang hari tentang pekerjaan mereka. Well, they are human beeing, aren't they?

Apakah saya secara pribadi menaruh rasa ingin memiliki? Tunggu.... :) Tunggu dulu, kembali seperti apa yang saya ungkapkan di atas. Status menikah mereka adalah "pagar" pembatas bagi saya.

Yups, benar sekali. Mengenal mereka tentu saja minimal mengenal istri dan anak-anak mereka dari cerita dan sharing mereka. 

Pernah suatu ketika ada seorang teman yang tengah menghadapi perceraian dengan istrinya, karena ia diduga selingkuh dengan wanita lain yang juga saya kenal dalam komunitas kami.

Bapak ini bercerita panjang lebar, tinggi dan dalam, ya... Intinya pembelaan diri terhadap tuduhan istrinya. Lucunya, saya pun mengenal istrinya. Setiap malam masing- masing mereka chat saya. 

Tiap kali Bapak ini curhat ke saya, lalu selang beberapa menit si istri juga chat saya secara pribadi. Hal yang sama, pada dasarnya,...komunikasi.

Apakah saya langsung memanfaatkan sikon tersebut. Oh, ya mungkin bagi saya bisa saja itu terjadi. Namun"pagar" itu tak bisa saya lewati. "Pagar" itu selalu nyata. Meskipun Bapak tersebut pernah satu kali berkata ingin menjalin hubungan lebih intim dengan saya, "pagar" itu yang menjadi pegangan saya.

Pada akhirnya, kembali lagi pada tujuan kita berelasi. Tujuan awal relasi yang kita bangun, membawa kita untuk selalu tetap pada prinsip menjaga jarak. 

Satu contoh lagi, suatu kali saya dengan teman saya, sebut saja namanya Rico. Dia sudah berkeluarga, punya seorang istri dan seorang anak. Kami, saya dan Rico seringkali bertukar pikiran, karena kami berada dalam satu pekerjaan sebagai konselor.

Kami bertukar pikiran bahkan sampai tengah malam. Apa yang sering kami bahas? Ya, tentang berbagai macam hal yang terjadi. Mulai dari kejadian atau kasus yang kami hadapi sampai dengan kehidupan pribadi kami. 

Hal yang paling menggelitik batin dan pemikiran saya adalah istri Rico bahkan sangat percaya penuh, dan ia tak pernah merasa curiga pada hubungan kami berdua.

Apakah saya kembali memanfaatkan momen ini? Hohoho, kembali lagi "pagar" itu ada di sekeliling saya. 

Berdiskusi dengan laki-laki yang sudah menikah adalah hal yang seringkali menambah pengetahuan bagi saya yang single. Mengapa?

Laki-laki mempunyai daya pemikiran logis yang jauh lebih tinggi dari wanita yang lebih banyak menggunakan perasaan dan insting. Perasaan inilah yang seringkali membuat para wanita merasa nyaman jika sudah berada bersama dengan laki-laki yang bisa memberikan perlakuan khusus bagi wanita. 

Kebutuhan saya untuk bertahan hidup sebagai seorang wanita single tak menutup kemungkinan bagi saya untuk melatih logika saya membuat suatu keputusan dalam kehidupan saya. 

Berdiskusi dan banyak belajar dari kaum laki-laki, baik laki-laki yang menikah atau yang masih singlehood bukanlah sebuah ancaman bagi saya. 

Jadi, beberapa hal yang penting adalah:

  1. Tetap menyadari sepenuhnya "pagar" itu selalu ada.
  2. Tetap berprinsip pada tujuan awal kita membangun relasi tersebut.
  3. Mengenal keluarga mereka dan menjalin hubungan baik dengan istri dan anak-anak mereka.
  4. Menjaga jarak. Karena bagi wanita, baik singlehood maupun dalam status menikah harus mampu menjaga jarak. Menjaga jarak ini pun menjadikan kita disegani oleh para laki-laki. Bukan begitu, lelaki? Hmmm, correct me if I'm wrong :)

Jadi bukanlah suatu masalah jika kita mengkondisikan diri kita. Saya pun belajar untuk menjadi wanita yang bisa menjaga diri. Mari kita ingat satu hal. Sebenarnya, permasalahannya bukan terletak pada salah atau benar. Karena kita tahu mana yang salah dan mana yang benar. 

Yang perlu kita semua sadari dalam membangun sebuah relasi dengan sesama kita adalah "pantas atau tidak". 

*Selamat membangun dan menikmati relasi kita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun