Mohon tunggu...
Ni Nengah Diah Elsa Apricillia
Ni Nengah Diah Elsa Apricillia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Megibung" Menjadi Ciri Khas Desa Adat Timbrah Saat Hari Raya Kuningan

20 November 2021   18:59 Diperbarui: 20 November 2021   19:10 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Raya Kuningan merupakan salah satu upacara keagamaan Hindu di Bali yang mana hari raya kuningan adalah serangkaian upacara dari hari raya galungan tepatnya 10 hari setelahnya.Kata kuningan sendiri memiliki makna "kauningan" yang artinya mencapai tingkatan spiritual sehingga terhindar dari bahaya.Tidak hanya itu umat hindu Bali percaya bahwa ini menjadi bentuk bhakti dan rasa syukur atas kemenangan dharma melawan adharma,yang mana pada hari raya kuningan ini umat hindu memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya yaitu Sang Hyang Parama Wisesa.

Sejalan dengan hal tersebut,berbagai hal atau tradisi umat hindu Bali dimasing masing desa menjadi ikon tersendiri bagi masyarakat desa tersebut.Timbrah merupakan salah satu Desa Tua atau Desa Baliaga yang terletak di Kecamatan Amlapura,Kabupaten Karangasem yang tentunya sangat kental dengan tradisi atau kepercayaan turun temurun.Dalam perayaan serangkaian upacara kuningan ini desa Timbrah sendiri memiliki tradisi atau kebiasaan yang cukup unik.

Ketika proses persembahyangan selesai maka seluruh masyarakat (khususnya yang berada di desa Timbrah) langsung berkumpul di Sekenem Pura Maksan,mereka langsung menyiapkan lingkaran yang terdiri dari 5-6 orang untuk "megibung" .Megibung adalah tradisi yang memang terkenal diKabupaten Karangasem ,Megibung berasal dari kata gibung yang diberi awalan me-. Gibung artinya kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang, yakni saling berbagi antara satu orang dengan yang lainnya.Megibung (makan bersama ) merupakan salah satu bentuk mempererat tali persaudaraan. Namun ,sebelum kegiatan megibung ini dilakukan acara "Mebat"yang dilakukan oleh pihak laki laki dilingkungan timbrah.

Ketika hendak "megibung" ,dalam 1 sele terdapat beberapa orang yang harus berasal dari maksan yang sama ,karena terdapat beberapa maksan di desa Timbrah,misalnya ada maksan  tamu ( orang pendatang) yaitu maksan yang dikhususkan untuk wanita yang menikah ke Desa Timbrah dan masih banyak lagi. Salah satu pecalang Desa Adat Timbrah yaitu I Nengah Selamet mengatakan "megibung ini selalu dilakukan setiap hari raya kuningan ,nantinya masyarakat yang ikut megibung duduk sesuai maksannya ,sehingga bisa menjaga dan meningkatkan rasa kebersamaan"tututnya .

Nama : Ni Nengah Diah Elsa Apricillia
Prodi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Rombel 7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun