"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim." (QS. Asy-Syura: 40).
Perkara memaafkan bisa jadi adalah sebuah perkara yang tidak mudah dilakukan. Apalagi jika perbuatan buruk yang telah dilakukan orang lain kepada kita dapat dikategorikan "keterlaluan". Kalau kata orang Solo, sebenarnya bencinya kepada orang tersebut sudah "ngingkit-ingkit". Benci banget pokoknya.
Nah, kalau sudah begitu, apa mudah untuk memaafkan? Orang tersebut sudah melukai perasaan kita sedemikan dalam. Setiap melihat wajahnya atau bahkan sekadar namanya melintas dalam ingatan saja, rasanya sudah sakit sekali hati ini. Lalu bagaimana caranya memaafkan? Dan demi apa memaafkannya?
Seperti firman Allah subahanahu wa ta'ala dalam QS. Asy-Syura ayat 40 di atas, memang kita dibolehkan membalas kejahatan yang dilakukan oleh orang lain kepada kita dengan balasan yang setimpal. Balasan dari perbuatan buruk adalah keburukan. Dipukul ya dibalas dengan pukulan, diejek ya dibalas dengan ejekan, dan sebagainya.
Tetapi, jika kita memaafkan orang yang telah berbuat buruk kepada kita dan memperbaiki kembali silaturahmi dengan orang itu, maka pahalanya dari Allah. Kita akan memperoleh pahala yang besar dari Allah yang Maha Memaafkan.
Nah, Allah yang Maha Segala juga Maha Pemaaf (Al-'Afuww). Dia yang Maha Kuasa atas segala sesuatu masih mau memaafkan hamba-Nya. Masa kita yang merupakan makhluk-Nya tidak bisa memaafkan orang lain?
Satu hal yang bisa menguatkan kita untuk memaafkan orang lain (meskipun orang itu awalnya sangat kita benci) adalah keimanan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Karena kita percaya pada-Nya, bahwa janji-Nya benar, bahwa apabila kita memaafkan maka pahalanya dari Allah yang Maha Baik. Jika kita percaya janji itu, maka kita bisa memaafkan orang lain.
Hal lain yang bisa menguatkan kita untuk memaafkan orang lain mungkin adalah kesadaran kita dalam mencintai diri sendiri. Untuk apa menyimpan amarah, dendam, dan semacamnya di dalam dada? Bukankah itu penyakit hati? Bukankah penyakit hati bisa menggerogoti hati dan bahkan juga fisik kita? Sayangi diri kita, sehatkan jiwa dan raga kita, salah satunya dengan memaafkan.
Karena penyakit fisik, seringkali datangnya dari penyakit psikis. Jiwa yang tidak sehat akan berpengaruh pada fisik. Terlalu banyak fikiran bisa bikin stres, lalu tubuh menjadi sakit-sakitan. Atau, terlalu memikirkan masa lalu yang buruk bisa bikin sakit hati.
Sementara itu, apabila kita memaafkan, wajar jika kita tetap tak bisa melupakan keburukan yang telah dilakukan orang tersebut kepada kita. Karena bagi manusia normal, tidak mudah untuk melupakan sesuatu. Jika kita sehat, kejadian-kejadian di masa lalu tentu masih banyak yang kita ingat.