PENDAHULUAN
Seperti kutipan dari http//:slideslideshare.net yang telah dibaca, menyebutkan sebuah anggapan bahwa asal mula pertanian di duniadi mulai di wilayah Asia Tenggara. Pengertian sistem pertanian sendiri menurut (Smith dan Zopf) merupakan seperangkat gagasan, elemen-elemen kebudayaan, ketrampilan, teknik, praktek, prasangka, dan kebiasaan yang terintegrasi secara fungsional dalam suatu masyarakat berkaitan dgn hubungan mereka dengan tanah pertaniannya. Kemudian, sorak sistem pertanian akan berpengaruh pada corak kehidupan sosial budaya petaninya. Indonesia sendiri adalah Negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, hal itu di sebabkan karena tanah Indonesia merupakan tanah yang subur dan cukup luas. Untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal di perlukan suatu sistem pertanian yang tepat sesuai dengan kondisi lahan. Sistem pertanian sangat ditentukan oleh faktor alam, alam juga berfungsi untuk menentukan corak pertanian. Kondisi alam yang berbeda juga akan menghasilkan jenis dan sistem pertanian yang berbeda. Jenis pertanian terkait dengan tanaman pokok apa yang menjadi sumber kehidupan masyarakat/petani Perbedaan jenis tanaman pokok berkembang sesuai dengan kondisi-kondisi lokal disekitarnya. Jenis pertanian akan memiliki pengaruh corak sistem pertanian.
ISI/ PEMBAHASAN
Sistem pertanian sawah. Sistem sawah yaitu teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi, dan kesuburan tanahnya juga dapat dipertahankan. Hal tersebut dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase yang baik. Sistem sawah merupakan potensi yang besar untuk produksi pangan, baik padi maupun palawija. Di beberapa daerah, pertanian tebu dan tembakau menggunakan sistem sawah. Pada sistem sawah, petani menggunakan sistem pengolahan tanah yang monokultur. Untuk pengairan, kondisi airnya cukup dengan sedikit tergenang, atau macak-macak. Hal ini untuk menanggulangi gulma. Jarak antar tanaman pun juga diatur.
Lahan sawah biasanya identik dengan sistem pengairan. Sawah dengan saluran irigasi baik teknis maupun setengah teknis biasanya terbentang dan tergolong sangat luas karena saluran irigasi dapat digunakan tidak hanya di satu tempat saja, sehingga dapat pula mengairi lahan lain yang masih termasuk dalam satu wilayah. Sistem pertanian sawah ini belum merupakan sistem pertanian yang terpadu, juga belum dapat dikatakan sebagai pertanian yang berkelanjutan. Hal ini dikarenakan proses produksi untuk menghasilkan output masih berorientasi pada hasil yang maksimum, bukan optimum. Macam-macam sistem pertanian sawah antara lain :
- Sawah irigasi teknis, yaitu sawah yang pengairannya sejak dari sumber air sampai petak sawah terdapat jaringan irigasi dari bangunan permanen. Sehingga kehilangan air karena rembesan atau penguapan dapat diminimalkan.
- Sawah irigasi setengah teknis, yaitu sawah yang jaringan irigasinya tidak seluruhnya permanen, sehingga kehilangan air akibat rembesan dan penguapan masih banyak terjadi.
- Sawah irigasi sederhana, yaitu sawah dengan bangunan jaringan irigasi menggunakan peralatan seadanya, sehingga kurang hemat air
- Sawah irigasi pompa, yaitu sawah dengan memanfaatkan pompa untuk menaikkan air tanah atau air sungai yang permanen dalam untuk mengairi lahan pertanian yang ada di sekitarnya.
- Sawah irigasi tadah hujan, yaitu sawah yang semata-mata hanya tergantung curah hujan daerah setempat, atau hanya dengan memanfaatkan musim penghujan.
- Sawah irigasi pasang surut yaitu sawah yang tergantung dengan pasang surutnya air rawa, sehingga dapat disebut pula irigasi dengan memanfaatkan air alami.
Sistem pertanian tegal. Sistem pertanian tegal adalah sistem pertanian yang paling primitif. Suatu sistem peralihan dari tahap budaya pengumpul ke tahap budaya penanam. Pengolahan tanahnya sangat minimum, produktivitas juga bergantung kepada ketersediaan lapisan humus yang ada dan yang terjadi karena sistem hutan. Sistem ini pada umumnya terdapat di daerah yang berpenduduk sedikit dengan ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang diusahakan umumnya tanaman pangan, seperti padi darat, jagung, atau umbi-umbian.
Pada lahan tegal biasanya siklus haranya adalah terbuka, semua hasilnya diangkut keluar areal dan tidak ada yang ditinggal. Hal tersebut tidak dibenarkan. Seharusnya, masih ada sisa-sisa panen yang dibiarkan di lahan itu, agar lama-kelamaan berubah menjadi pupuk untuk menambah unsur hara tanah. Namun petani malah menggunakannya sebagai pakan ternak. Tetapi apabila kotoran ternak itu dikembalikan ke lahan, maka akan ada siklus hara yang masuk. Untuk sistem tegal sendiri, biasanya tetap mendapat masukan (input) dari luar. Karena tanaman atau komoditas yang ditanam pada lahan ini biasanya hanya sejenis, sehingga belum dapat dikatakan sebagai sistem pertanian yang terpadu. Akan tetapi berbeda masalahnya apabila dalam tegal itu ditanam dua atau lebih jenis komoditas (tumpang sari).
Sistem pertanian talun (tegal pekarangan). Talun merupakan salah satu komponen yang umum ditemukan pada agroekosistem di Jawa Barat. Talun adalah salah satu sistem agroforestry yang khas biasanya ditanami dengan campuran tanaman tahunan/kayu (perennial) dan tanaman musiman (annual), dimana strukturnya menyerupai hutan. Secara umum ditemui di luar pemukiman dan hanya sedikit yang berada di dalam pemukiman. Sistem pertanian ini berkembang di lahan-lahan kering yang jauh dari sumber-sumber air yang cukup. Sistem ini diusahakan orang setelah mereka menetap lama di wilayah itu, walaupun demikian tingkatan pengusahaannya rendah. Pengelolaan tegal pada umumnya jarang menggunakan tenaga yang intensif, jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanaman-tanaman yang diusahakan terutama tanaman tanaman yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan.
Fungsi ekologi talun antara lain adalah untuk memberikan perlindungan terhadap plasma nutfah, sebagai habitat satwa liar seperti jenis burung dan serangga penyerbuk, memberi perlindungan terhadap tanah dari bahaya erosi, dan sebagai penghasil seresah dan humus. Sedangkan fungsi sosial ekonominya antara lain adalah memberikan manfaat ekonomi dari hasil produksinya yang dapat dijual atau yang dapat dimanfaatkan secara langsung seperti kayu bakar, bahan bangunan, dan buah-buahan. Sistem pertanian talun merupakan sistem pertanian yang cukup kompleks, sehingga dapat dikatakan bahwa pengolahan dari sistem pertanian ini merupakan pertanian yang terpadu. Hal ini dikarenakan dalam prosesnya, melibatkan bermacam-macam komoditas yang berbeda, dan biasanya pengolahannya sangat minimal dan hampir dapat dikatakan perawatannya seperti perawatan lahan pekarangan. Interaksi antar komponen biotik dan abiotiknya pun sangat variatif mengingat lahan ini tergolong cukup kompleks. Sistem pertanian ini sering disebut dengan agroforestri (wanatani) yang biasanya terdapat di desa (pengelolaan hutan desa).
Sistem pertanian pekarangan. Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman pekarangan tidak dapat disamakan, bergantung pada luas tanah, tinggi tempat, iklim, jarak dari kota, dan jenis tanaman. Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarangan. Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekarangan merupakan satu kesatuan terpadu.
Lahan pekarangan sangatlah efektif dan efisien untuk bercocok tanam. Kita dapat menanam tanpa perlu adanya pupuk. Karena biasanya, kita akan membiarkan tanaman tumbuh dengan sendirinya, dan daun juga gugur dengan sendirinya. Selain hasilnya lebih efisien, ternyata lahan pekarangan juga termasuk lahan yang ramah lingkungan dan tidak mudah merusak tanah. Jika biasanya tanah akan mudah tercuci atau hilang kandungan haranya karena kesalahan pengolahan tanah, maka lain halnya dengan tanah di pekarangan. Sistem pertanian pekarangan telah mencerminkan pertanian terpadu, juga organik. Hal ini dikarenakan sistem pertanian ini tidak memerlukan input dari luar, dan hanya memanfaatkan sesuatu yang telah ada dari wilayah tersebut. Selain itu, ekosistem dan interaksi antar komponen di dalamnya juga sangat beraneka ragam.