Mohon tunggu...
Dee Ahmad
Dee Ahmad Mohon Tunggu... Freelancer - HADIR MEMBERI ARTI

Lahir di Mojokerto, menikah dan memiliki 3 putra putri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mie Ayam Terakhir

10 Maret 2020   13:48 Diperbarui: 10 Maret 2020   16:20 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jo ... kamu yakin mau melamar Paitun, besok sore?" tanya Basman seraya melahap mie ayam.
Panas dan pedasnya mie membuat Basman seperti habis lari maraton. Keringat mengucur di wajah dan hampir di sekujur tubuhnya. Mulutnya pun tampak belepotan kuah mie."Pelan-pelan, Mas Bro, makannya tidak usah terburu-buru! Sono nambah lagi kalau kurang? Mumpung aku lagi banyak duit nih," celetuk Paijo yang lebih memilih makan kacang sambil menyeruput kopi hitam. Basman hanya manggut-manggut mendengarnya.

"Trus si Soimah mau kamu umpetin di mana, Jo? Bukannya kamu juga janji mau melamarnya?" tanya Basman sembari mengusap bibirnya dari bekas cemong kuah mie, lalu meneguk teh hangat. Paijo masih asyik dengan kacang dan ponsel barunya, seolah tak mendengar pertanyaan sahabat karibnya. Namun dalam hati ia memikirkan kemungkinan apabila Soimah mempertanyakan janjinya. Merasa tak digubris, Basman menyenggol Paijo yang dibalas dengan isyarat menaikkan kedua pundaknya.

"Ojo sembrono lho, Jo! Jangan bermain api!" Basman menginjak kaki sahabatnya, "kalau terbakar sakitnya tak tertahan. Lihat siapa yang datang?" lanjutnya seraya berbisik.Paitun dan Soimah datang bersamaan membuat hati serta pikiran Paijo panas dingin. Mereka mempunyai keperluan yang sama, membeli mie ayam di warung Pak Doglek. Warung mie ayam yang memang terkenal enak seantero desa ini. 

Paijo memang nekat, dia berani memacari keduanya dan menjanjikan hal yang paling diidamkan semua wanita 'single'. Baik Paitun dan Soimah sama-sama mencuri pandang ke Paijo, membuatnya bingung mau membalas tatapan siapa. Sehingga ia tersenyum untuk keduanya. Membuat kedua gadis desa itu klepek-klepek. Ironi memang, keduanya adalah sahabat karib tetapi jadi korban gombalan Paijo yang sedang jaya karena baru diangkat jadi PNS.

Di antara kedua gadis itu yang lebih agresif memang Soimah. Tanpa diduga ia tiba-tiba melakukan 'manuver' dengan duduk di sebelah Paijo. Sangat dekat hingga tak tampak celah antara kulit Paijo dan Soimah. Sontak Paijo terkejut, mencoba beringsut tetapi terjepit di antara tubuh tambun Basman dan Soimah. 'Skakmat', ia tak berkutik. Darah Paitun bergelegak. Dalam pikirannya yang berhak duduk di samping Paijo adalah dirinya. Ia sangat cemburu pada karibnya. Itu tampak jelas dari bias wajahnya kala melihat Soimah menempel erat kayak perangko pada Paijo. Kedua tangannya dikepalkan sebagai manifestasi geregetan, emosi, dan tentu saja 'jealous'.

Pengendalian mental Paitun memang bagus meski disuguhi pemandangan menyakitkan. Ditariknya napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Tittt ... bushhh .... Rupanya saat mengembuskan napas, gas alami dari dalam tubuhnya ikut keluar. 'Untung tidak bau, bisa turun harga diriku dan bisa jadi Paijo akan lebih mesra dengan Soimah ketimbang denganku,' batin Paitun.

Kegusaran hati Paitun juga melanda Paijo, badannya tiba-tiba memproduksi keringat yang melimpah. Gerah, bukan saja karena posisi duduknya yang terjepit tetapi juga hatinya. 

Soimah yang tidak tahu kerisauan kekasihnya justru merasakan kehangatan di malam yang dingin itu. Sementara Paijo dan Paitun seolah berada di padang pasir Timur Tengah. Basman 'in this case' jadi pemerhati siaran langsung jarak dekat. Terlebih dengan rokok di mulutnya semakin membuatnya 'ayem tentrem' menyaksikan cinta segitiga sedang tayang di depannya.

"Im ... pangsitnya sudah jadi nih. Ayo buruan balik!" seru Paitun, tetapi Soimah pura-pura tak mendengar karena asyik ngobrol dengan Paijo.
"Im ... piye to bocah iki?" gerutu Paitun kesal dan semakin geram saat Soimah melingkarkan tangannya ke tangan Paijo.
'Apa maksud semua ini? Bukankah Mas Paijo besok sore mau melamarku? Lalu kenapa mereka begitu mesra? Ini tidak bisa dibiarkan, dan aku harus minta penjelasan Mas Paijo soal ini,' batin Paitun.

Paitun segera menulis pesan lewat WA. Memberondongnya dengan pertanyaan yang membuat Paijo seperti di neraka. Sekujur badan Paijo seolah mendidih karena tak tahu harus berbuat apa. Dua wanita itu menuntut hal yang sama, karena terbuai janji gombalnya. Paijo tampak kebingungan karena Soimah semakin erat pegangannya sehingga tidak bisa menjawab pesan Paitun. Lama menunggu dan tak ada respon dari Paijo, Paitun yang mulai berkaca-kaca langsung pergi meninggalkan warung. 

Dalam perjalanan pulang ia tak kuasa menahan tangisnya. Pikiran dan hatinya campur aduk. Kecewa, itu sudah pasti. Beberapa kali ia hampir terserempet motor bahkan mobil. Hatinya hancur, ternyata kekasih idamannya bukan lelaki yang baik. Yang semakin membuat hatinya hancur lebur ternyata Paijo telah menjual janji kepadanya dan Soimah, sahabatnya. Air matanya berderai bagai hujan. Bukan hanya pipinya yang basah, tapi kerudung yang dikenakannya pun tampak basah. Alam seakan sejiwa dan sejantung, malam yang bertabur bintang tiba-tiba berhias gerimis. Paitun pun mempercepat langkahnya, tak peduli gamisnya basah dan kotor karena cipratan air hujan yang sedikit menggenang di jalanan yang dilewatinya. Air matanya berjatuhan sederas tetes hujan yang juga membasahi tubuhnya. Sesekali disekanya air mata yang terus mengaliri pipinya tetapi itu tak membuat air matanya mampet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun