Kata kunci: Early childhood; storytelling; brain development
Kisah (storytelling) bukan hanya penting untuk anak usia dini saja (Suyadi, 2018). Hamilton dan Weiss mengatakan "kisah (storytelling) adalah suatu bentuk pendidikan yang paling tua bagi anak-anak. Sedangkan Menurut David Mclelland mengatakan dongeng (storytelling), mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kemajuan suatu bangsa (Bimo, 2011 (dalam Suyadi, 2022). Jadi dongeng dapat dijadikan salah satu alternatif yang dapat menstimulasi perkembangan anak usia dini, nakun kisah yang didengarkan kepada anak haruslah cerita yang bersifat inspiratif, karena kegiatan mendongeng inilah yang akan menjadi jembatan pembelajaran bagai anak usia dini (Kartini, et. al, 2022). Purnama dkk menemukan dongeng merupakan metode pembelajaran yang bersifat menyenangkan dan dapat meningkatkan kreativitas anak usia dini. Penelitian tersebut membuktikan bagaimana peran dongeng dalam menstimulasi kreativitas anak usia dini terlebih ada perkembangan kemampuan imajenasi anak (Mayar. F, et. al, 2022). Namun dalam pengaplikasiannya sebagai orang tua ataupun guru harus lebih jeli dalam memilah kisah (storytelling) yang akan disampaikan kepada anak. Karena ada beberapa kisah yang secara tidak sadar orang memperdengarkan anak kisah(storytelling) tentang seks (masalah percintaan antara 2 insan) ataupun hal-hal mistis yang tidak memotivasi maupun menginspirasi sehingga nantinya akan berdampak terhadap psikologis anak nantinya. Lain halnya kisah yang tersebar di negara Inggris yang sangat menginspirasi anak yang mendengarkan cerita tersebut untuk terus berkembang, dan negara Inggris juga menjadi negara maju karena faktor cerita yang tersebar di negara tersebut(Suyadi, 2018). Dengan kegiatan berkisah (storytelling) orang tua atau guru dapat mengasah potensi yang dimiliki anak tersebut melalui storytelling. Oleh karena itu, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan otak dengan dongeng yang diperdengarkan kepada anak dan sejauh mana potensi yang dihasilkan dari memperdengarkan dongeng kepada anak.Â
Kisah-kisah yang tersebar di Indonesia secara keseluruhan belum mencakup nilai-nilai pendidikan yang baik, yaitu cerita yang dapat mencerdaskan anak bangsa. Namun cerita yang tersebar di Indonesia masih banyak mengandung unsur seks, mistis dan tidak memberikan motivasi kepada anak. Artinya masih sedikit cerita yang dapat menstimulasi kecerdasan dan moral anak Indonesia. Padahal masa kanak-kanak sendiri merupakan pondasi terpenting dalam membentuk karakter atau pola pikir manusia tersebut kedepannya.
 Penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengakhiri Storytelling sangatlah kurang, dikarenakan hanya terdapat satu penelitian yang dilakukan oleh Suyadi M.pd. Namun penelitian itu tidaklah universal, artinya dalam penelitian tersebut hanya berfokus pada neuro storytelling dalam perspektif agama Islam saja sedangkan di Indonesia sendiri banyak terdapat agama Selin Islam. Sebaliknya, penelitian lainnya (selain yang dilakukan oleh pak Suyadi) hanya berfokus terhadap metode mendongeng saja dan tidak berfokus pada substansi kisah yang diceritakan tersebut. Mis. Digital storytelling yang mengkaji tentang teknik dalam mengembangkan cerita dengan memanfaatkan ruang virtual.
 Berdasarkan penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa selama ini penelitian-penelitian tentang kegiatan mendongeng yang berkaitan dengan otak anak usia dini atau neurostorytelling dalam pembelajaran anak usia dini lebih fokus pada metode penyampaian cerita yang sesuai dengan kemajuan teknologi, bukan pada bagaimana manfaat dongeng tersebut bagi perkembangan otak anak usia dinii. Dan penelitian yang dilakukan pun tidak mengaitkan antara isi Storytelling dengan manfaat yang diberikan terhadap otak anak. Meskipun ada, penelitian tersebut pun hanya berfokus pada cerita Islam. Artinya hanya memandang Storytelling dalam perspektif Islam saja.Â
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, Jika penelitian-penelitian sebelumnya menekiti kisah (storytelling) dari sisi tehnik/metode, maka penelitian ini akan mengkaji kisah dari sisi kebwrmanfaatan isi kisah itu sendiri bagi otak anak anak usia dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan konsep cerita (storytelling), yang dapat dijadikan sarana untuk mencerdaskan otak anak tanpa adanya campuran cerita seks yang dapat merusak otak anak usia dini. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan kerangka teori neurosains untuk dijadikan dasar kebermanfaatan dongeng terhadap otak anak. Karena dengan mengkaji dari sudut neurosains dapat menyambungkan antara pentingnya menceritakan kisah yang baik dan manfaatnya bagi anak .
METODE
Metode yang digunakan dalam artikel ini yaitu menggunakan studi literatur. Teknis pengumpulan data yang dilakukan yaitu mengambil dari berbagai referensi seperti artikel ilmiah, prosiding, jurnal, maupun sumber berita faktual lainnya. Dari sumber-sumber literatur yang telah dikumpulkan tersebut, penulis kemudian menekiti penelitian terdahulu untuk memahami suatu fenomena serta menghubungkan antara hasil penelitian satu dengan lainnya. Keterkaitan ini kemudian dianalisis untuk menarik sebuah kesimpulan. Pada artikel ini akan penulia akan mengkaji konsep mendongeng bagi anak usia dini dan bagaimana korelasi dan kebermanfaatannya dengan otak anak usia dini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep Mendongeng Bagi Anak Usia Dini
  Kisah (storytelling) dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu legenda, mite, serta fabel. Sedangkan menurut KBBI dongeng adalah suatu cerita yang tidak terjadi dalam kehidupan nyata atau kejadian yang terjadi di zaman dahulu dan bersifat aneh. Kegiatan mendongeng ini merupakan stimulasi yang tepat untuk diberikan kepada anak usia dini. Karena melalalui kegiatan mendongeng anak dapat mengasah moral anak usia diju (Pebriana, 2017). Kegiatan bercerita (storytelling) biasa dilakukan dalam lingkungan keluarga atau sekolah. Jika di dalam keluarga orang yang berperan sebagai pembaca dongeng dan biasa menjadi ritual sebelum tidur. Dongeng (storytelling) adalah karya fiksi biasa digunakan sebagai rujukan cerita yang akan diperdengarkan oleh anak, terutama dongeng (storytelling) dalam bentuk cerita rakyat atau fabel (Rakihmawati dan Yusmiatinengsih, 2012).