Mohon tunggu...
Diah AyuPraharani
Diah AyuPraharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Makan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Helikopter Parenting dan Dampaknya pada Anak

25 Januari 2023   18:15 Diperbarui: 25 Januari 2023   18:23 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenal Helikopter Parenting Dan Dampaknya Pada Anak

Oleh Diah Ayu Praharani

Nim : 2215002018

E-mail : 2215002018@webmail.uad.ac.id

Anak merupakan anugerah terbesar yang Allah SWT berikan kepada setiap orang tua. Suksesnya seorang anak merupakan kesuksesan dan Kebahagiaan bagi orang tua, namun sebaliknya kegagalan seorang anak merupakan kepedihan tersendiri bagi orang tua. 

Oleh karena itu, setiap orang tua pasti mengharapkan yang terbaik bagi anak-anak mereka, tak jarang bagi mereka untuk melakukan berbagai cara dalam melakukan perlindungan ataupun pendidikan untuk mencapai tujuan mereka tersebut. 

Namun tanpa mereka sadari hal tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental atau psikologis anak-anak tersebut. Kegiatan pola asuh yang dilakukan oleh orang tua ini biasa disebut dengan helikopter parenting. 

Helikopter Parenting atau biasa dikenal dengan overprotective parenting merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang tua secara sengaja maupun tidak disengaja dalam melakukan pengawasan, perlindungan, maupun pendidikan secara menyeluruh dan sesuai kehendak orang tua dengan tujuan kebahagiaan anak dimasa depan namun tidak memikirkan perasaan sang anak. 

Pola asuh helikopter parenting ditujukan kepada orang tua yang terlalu terlibat dan terlalu protektif. Orang tua dengan pola asuh ini cenderung berkomunikasi kepada anak-anak mereka secara terus menerus, serta turut campur tangan dalam urusan dan kegiatan anak-anak mereka (Odenwaller, Butterfield dan Weber, 2014 dalam Arwing dkk, 2022).

Istilah helikopter parenting pertama kali dikenal pada tahun 1890 yang dikembangkan oleh Fay and Cline. Ibarat helikopter yang terbang diatas kepala anak dan mengitarinya, orang tua seakan-akan berputar-putar di atas anak-anak mereka dan menjadi terlalu terlibat dalam kehidupan sang anak. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kegagalan yang akan dialami seorang anak kedepannya. 

Orangtua selalu mengawasi kegiatan yang dilakukan anak-anak mereka secara keseluruhan dan memberikan peraturan-peraturan yang harus dijalani oleh anak-anak setiap harinya tanpa memikirkan perasaan anak. 

Orang tua senantiasa merasa cemas dan takut ketika membiarkan anak mereka lepas dari pengawasannya. Oleh karena itu, orang tua dengan model pengasuhan helikopter parenting ini selalu mencampuri seluruh urusan anak dan mengatur segala kegiatan yang dilakukan anak. Meskipun orang tua menerapkan pola asuh ini dengan niat baik namun hal ini dapat memicu ketidakmampuan seorang anak dalam mengambil sikap terhadap suatu keadaan. 

Pola asuh helikopter parenting ini memiliki bentuk pola asuh yang memiliki ciri-ciri kesamaan dengan pola asuh otoriter karena dalam helikopter parenting orang tua selalu ikut campur terhadap urusan anak sekecil apapun. 

Sedangkan dalam pola asuh otoriter parenting orang tua cenderung memberikan peraturan-peraturan yang ketat yang akan anak patuhi dan memberikan hukuman jika anak tidak mematuhi peraturan tersebut, sedangkan dalam proses penghukuman tersebut orang tua tidak menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada anak tentang kesalahan yang dilakukannya. 

Namun orang tua dengan pola asuh helikopter parenting ini lebih menekan anak dan tidak membiarkan anak melakukan suatu tindakan tanpa adanya pengawasan secara ketat oleh orang tua diluar batas wewenang orang tua pada umumnya. 

Orang tua dengan pola asuh helikopter parenting ini memiliki dapat ditandai dengan adanya sifat yang terlalu mengkhawatirkan keadaan anak, tidak memberikan kepercayaan terhadap anak dalam mengambil keputusan, selalu menuntut kesempurnaan terhadap anak mereka, tidak akan melepaskan anaknya tanpa adanya pengawasan secara intens, dan menghambat kemandirian sangat anak. 

Biasanya orang tua menerapkan pola asuh helikopter parenting karena didasari oleh sikap cemas yang terlalu berlebihan, adanya rasa takut jika melepas anak tanpa pengawasannya, kasih sayang yang berlebihan, trauma yang dialami orang tua dimasa lalu dan tuntutan lingkungan dimana orang tua tersebut tinggal. 

Bahkan dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa pendidikanlah yang menjadi faktor terbesar dalam pembentukan pola asuh helikopter parenting ini dimana hasil korelasi dihitung menggunakan rumus eta (n), menghasilkan hubungan eta antara tingkat pendidikan dengan adanya pola asuh helicopter parenting adalah sebesar 0,443. 

Dimana angka tersebut menyebutkan bahwa hubungan antara pendidikan dan pola asuh ini adalah berbanding lurus artinya semakin tinggi pendidikan orang tua maka besar kemungkinan terjadinya pola asuh helikopter parenting menjadi semakin besar dalam kehidupan sang anak (Khairunnisa & Trihandayani, 2018; Lemoyne & Buchanan, 2011 dalam Josephine dkk, 2020).

Meskipun pola asuh ini dilandasi dengan niat baik orang tua namun akan berakibat buruk terhadap perkembangan anak nantinya. Anak tidak dapat terbiasa mandiri dan selalu bergantung pada orang tua. Karena di waktu kecil anak selalu mendapatkan bantuan secara terus menerus dari orang tua. Bahkan orang tua yang overprotective dapat menyebabkan anak kehilangan hak otonomi atas dirinya. 

Rasa perlindungan dan pengawasan yang berlebihan dari orang tua akan menjadikan anak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap lingkungan disekitarnya terutama untuk orang tuanya. Hal ini biasa terjadi terhadap anak tunggal yang mana orang tua menginginkan anak berhasil dan tidak mengalami kegagalan dalam hidupnya. 

Dan akhirnya yang terjadi pada anak adalah anak menjadi tidak mandiri dan ketergantungan. Khamim (2021) mengatakan Perlindungan yang dilakukan secara berlebihan oleh orang tua pada anak dapat membuat anak akan merasa terkekang, bosan dan emosi. Karena terkadang anak juga memiliki keinginan untuk lepas dari dominasi orang tuanya dan dapat belajar secara mandiri. 

Pengaruh negatif dari pola asuh helikopter parenting yang diterima oleh anak diantaranya anak menjadi tidak mandiri, tidak mampu dalam mengambil keputusan dan tidak memiliki kepercayaan diri. 

Selain itu, orang tua yang terlalu ikut campur secara berlebihan memungkinkan terjadinya ketergantungan pada anak yang akan menghambat perkembangan kemampuan anak dalam hal pemecahan masalah anak secara mandiri. Dalam pola asuh ini orang tua mengarahkan anak kearah yang benar menurutnya dan selalu membantu anak-anak mereka untuk menggapai prestasi-prestasi sebagai penunjang karir mereka di masa depan. 

Meskipun dalam hal ini anak tidak menyukai sikap orang tua mereka anak-anak cenderung mengalah, menghindar, memendam, dan melakukan hal-hal yang anak-anak lakukan secara diam-diam. Hal ini sejalan dengan adanya paham Konfusianisme dimana anak disuruh mengesampingkan emosi mereka dan selalu bertindak sesuai kehendak orang tua. 

Hal ini yang menjadi faktor bagi anak untuk melakukan suatu tindakan secara diam-diam dan terbiasa berbohong kepada kedua orang tuanya agar hasrat atau keinginan menjadi terwujud. Bahkan hal ini juga dapat berdampak negatif dan terus berlanjut bahkan ketika anak mencapai usia akhir remaja dimana anak yang seharusnya sudah dapat mengatur kehidupannya sendiri dan akan mempersiapkan dirinya untuk dapat menjaga anak orang lain dalam ranah pernikahan namun karena pola asuh ini anak cenderung tidak dapat lepas dari kedua orang tua. 

Sebagai orang tua seharusnya kita lebih menghindari hal-hal yang dapat merugikan anak kedepannya. Meskipun orang tua melakukan suatu tindakan demi kebahagiaan anak tersebut kedepannya namun disisi lain orang tua tidak boleh mengesampingkan pendapat dan perasaan sang anak. Setiap anak pasti mengharapkan dirinya untuk dapat mengeksplorasi apapun yang ada disekitarnya, mengemukakan pendapat dan perasaan yang anak miliki. 

Oleh karena itu orang tua harus mendukung dan menghargai anak, dan mengakui kemampuan anak sekecil apapun. Karena dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak sekecil apapun, akan memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih berinovasi dan berkreasi dan memberikan kesempatan bagi anak untuk tidak selalu bergantung kepada orang tua. 

Dengan menerapkan pola asuh orang tua secara tidak langsung mendidik dan memberikan kebebasan yang bertanggung jawab pada anak. Karena dengan memiliki kebebasan yang bertanggung jawab, anak akan mampu mengembangkan bakat yang dimilikinya dengan baik. Terkadang orang tua dapat bersikap tegas terhadap anak dan menerapkan reward and punishment namun orang tua juga harus menjelaskan dimana letak kesalahan anak tanpa merusak psikologis anak tersebut. 

Syamaun, 2012 (dalam Fadhilah dkk, 2019) mengemukakan bahwa "ciri tipe pola asuh yang baik adalah menerima, responsif, terbuka terhadap anak, dan mengajarkan kepada anak untuk meningkatkan disiplin, jujur dan ikhlas dalam diri anak agar dapat menghadapi berbagai masalah yang akan ditemuinya, memberikan penghargaan positif atas hal baik yang anak lakukan dan mengajarkan tanggung jawab. Hal ini dilakukan agar anak dapat bersikap adil, tidak cepat menyalahkan orang lain, memiliki kasih sayang dan mudah memaafkan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, helikopter parenting ini merupakan salah satu pola asuh yang dilakukan orang tua agar anaknya dapat terlindungi dan mengalami kesuksesan tanpa kendala di masa depan anak tersebut. 

Nmun alih-alih dapat membahagiakan anaknya pola asuh ini justru dapat berdampak buruk terhadap perkembangan yang akan anak alami seperti menurunkan rasa percaya diri anak dan kemandiriannya, menyebabkan anak tidak dapat memahami dirinya sendiri, seperti dalam hal pengambilan keputusan dan masih banyak dampak lainnya. Oleh karena itu sebagai orang tua hendaknya lebih memahami perasaan sang anak agar nantinya anak dapat memahami perilakunya juga. 

DAFTAR PUSTAKA

Arwing Dkk. (2022). Gambaran Persepsi Pola Asuh Helikopter Pada Generasi Milenial di Masa Emerging Adulthood, 3(1).

Josephine Dkk. (2020). Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Dan Helicopter Parenting Di Jakarta, 2(32).

Khamim, N. (2021). Perkembangan Kepribadian Anak Dengan Pola Asuh Permisif, Over Protektif Dan Otoritatif, 1(1).

Fadhilah Dkk. (2019). Analisis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Siswa, 2(2).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun