Mohon tunggu...
Diah AyuPraharani
Diah AyuPraharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Makan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Helikopter Parenting dan Dampaknya pada Anak

25 Januari 2023   18:15 Diperbarui: 25 Januari 2023   18:23 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang tua senantiasa merasa cemas dan takut ketika membiarkan anak mereka lepas dari pengawasannya. Oleh karena itu, orang tua dengan model pengasuhan helikopter parenting ini selalu mencampuri seluruh urusan anak dan mengatur segala kegiatan yang dilakukan anak. Meskipun orang tua menerapkan pola asuh ini dengan niat baik namun hal ini dapat memicu ketidakmampuan seorang anak dalam mengambil sikap terhadap suatu keadaan. 

Pola asuh helikopter parenting ini memiliki bentuk pola asuh yang memiliki ciri-ciri kesamaan dengan pola asuh otoriter karena dalam helikopter parenting orang tua selalu ikut campur terhadap urusan anak sekecil apapun. 

Sedangkan dalam pola asuh otoriter parenting orang tua cenderung memberikan peraturan-peraturan yang ketat yang akan anak patuhi dan memberikan hukuman jika anak tidak mematuhi peraturan tersebut, sedangkan dalam proses penghukuman tersebut orang tua tidak menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada anak tentang kesalahan yang dilakukannya. 

Namun orang tua dengan pola asuh helikopter parenting ini lebih menekan anak dan tidak membiarkan anak melakukan suatu tindakan tanpa adanya pengawasan secara ketat oleh orang tua diluar batas wewenang orang tua pada umumnya. 

Orang tua dengan pola asuh helikopter parenting ini memiliki dapat ditandai dengan adanya sifat yang terlalu mengkhawatirkan keadaan anak, tidak memberikan kepercayaan terhadap anak dalam mengambil keputusan, selalu menuntut kesempurnaan terhadap anak mereka, tidak akan melepaskan anaknya tanpa adanya pengawasan secara intens, dan menghambat kemandirian sangat anak. 

Biasanya orang tua menerapkan pola asuh helikopter parenting karena didasari oleh sikap cemas yang terlalu berlebihan, adanya rasa takut jika melepas anak tanpa pengawasannya, kasih sayang yang berlebihan, trauma yang dialami orang tua dimasa lalu dan tuntutan lingkungan dimana orang tua tersebut tinggal. 

Bahkan dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa pendidikanlah yang menjadi faktor terbesar dalam pembentukan pola asuh helikopter parenting ini dimana hasil korelasi dihitung menggunakan rumus eta (n), menghasilkan hubungan eta antara tingkat pendidikan dengan adanya pola asuh helicopter parenting adalah sebesar 0,443. 

Dimana angka tersebut menyebutkan bahwa hubungan antara pendidikan dan pola asuh ini adalah berbanding lurus artinya semakin tinggi pendidikan orang tua maka besar kemungkinan terjadinya pola asuh helikopter parenting menjadi semakin besar dalam kehidupan sang anak (Khairunnisa & Trihandayani, 2018; Lemoyne & Buchanan, 2011 dalam Josephine dkk, 2020).

Meskipun pola asuh ini dilandasi dengan niat baik orang tua namun akan berakibat buruk terhadap perkembangan anak nantinya. Anak tidak dapat terbiasa mandiri dan selalu bergantung pada orang tua. Karena di waktu kecil anak selalu mendapatkan bantuan secara terus menerus dari orang tua. Bahkan orang tua yang overprotective dapat menyebabkan anak kehilangan hak otonomi atas dirinya. 

Rasa perlindungan dan pengawasan yang berlebihan dari orang tua akan menjadikan anak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap lingkungan disekitarnya terutama untuk orang tuanya. Hal ini biasa terjadi terhadap anak tunggal yang mana orang tua menginginkan anak berhasil dan tidak mengalami kegagalan dalam hidupnya. 

Dan akhirnya yang terjadi pada anak adalah anak menjadi tidak mandiri dan ketergantungan. Khamim (2021) mengatakan Perlindungan yang dilakukan secara berlebihan oleh orang tua pada anak dapat membuat anak akan merasa terkekang, bosan dan emosi. Karena terkadang anak juga memiliki keinginan untuk lepas dari dominasi orang tuanya dan dapat belajar secara mandiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun