Mengenal Helikopter Parenting Dan Dampaknya Pada Anak
Oleh Diah Ayu Praharani
Nim : 2215002018
E-mail : 2215002018@webmail.uad.ac.id
Anak merupakan anugerah terbesar yang Allah SWT berikan kepada setiap orang tua. Suksesnya seorang anak merupakan kesuksesan dan Kebahagiaan bagi orang tua, namun sebaliknya kegagalan seorang anak merupakan kepedihan tersendiri bagi orang tua.Â
Oleh karena itu, setiap orang tua pasti mengharapkan yang terbaik bagi anak-anak mereka, tak jarang bagi mereka untuk melakukan berbagai cara dalam melakukan perlindungan ataupun pendidikan untuk mencapai tujuan mereka tersebut.Â
Namun tanpa mereka sadari hal tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental atau psikologis anak-anak tersebut. Kegiatan pola asuh yang dilakukan oleh orang tua ini biasa disebut dengan helikopter parenting.Â
Helikopter Parenting atau biasa dikenal dengan overprotective parenting merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang tua secara sengaja maupun tidak disengaja dalam melakukan pengawasan, perlindungan, maupun pendidikan secara menyeluruh dan sesuai kehendak orang tua dengan tujuan kebahagiaan anak dimasa depan namun tidak memikirkan perasaan sang anak.Â
Pola asuh helikopter parenting ditujukan kepada orang tua yang terlalu terlibat dan terlalu protektif. Orang tua dengan pola asuh ini cenderung berkomunikasi kepada anak-anak mereka secara terus menerus, serta turut campur tangan dalam urusan dan kegiatan anak-anak mereka (Odenwaller, Butterfield dan Weber, 2014 dalam Arwing dkk, 2022).
Istilah helikopter parenting pertama kali dikenal pada tahun 1890 yang dikembangkan oleh Fay and Cline. Ibarat helikopter yang terbang diatas kepala anak dan mengitarinya, orang tua seakan-akan berputar-putar di atas anak-anak mereka dan menjadi terlalu terlibat dalam kehidupan sang anak. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kegagalan yang akan dialami seorang anak kedepannya.Â
Orangtua selalu mengawasi kegiatan yang dilakukan anak-anak mereka secara keseluruhan dan memberikan peraturan-peraturan yang harus dijalani oleh anak-anak setiap harinya tanpa memikirkan perasaan anak.Â