Mohon tunggu...
Dian Ardana
Dian Ardana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berawal dari Skeptis Hingga Yakin dengan Ajaran Strategi Cipto Junaedy

16 Oktober 2016   13:29 Diperbarui: 19 Oktober 2016   00:26 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyak orang beranggapan bahwa hal yang baru, hal yang sulit dilakukan sudah pasti tidak bisa dikerjakan, saya salah satu orang yang dulu bermindset seperti itu. Saya dulu justru bermain aman dan tidak pernah menyentuh hal – hal sulit apalagi sesuatu hal yang baru, yang belum dapat di nalar oleh pikiran awam.

Di tahun 2015, saya diajak oleh teman kampus saya untuk menghadiri seminar yang berjudul “Strategi Beli Banyak Properti Tanpa Utang Tanpa KPR” dengan pembicara bapak Cipto Junaedy. Kala itu saya sebenarnya tidak minat sama sekali, apalagi dengan judul seminar yang sangat bombastis, saya bepikir itu hanya permainan kata – kata marketing untuk menarik minat masyarakat untuk hadir. Namun karena sebelumnya teman saya telah menemani saya ke toko buku, jadi gak enak kalau menolak ajakannya, gini – gini saya juga tau balas budi.

Singkat cerita saya dan teman saya menghadiri seminar tersebut, bahkan teman saya meminta duduk paling depan, supaya lebih menyerap ilmu dari pak Cipto, katanya. Seminar yang saya hadiri kala itu seminar sesi 2, harusnya berlangsung pukul 14. Ya tapi namanya juga orang Indonesia, gak afdol kalau gak ngaret. Telat beberapa menit, MC pun membuka acara. Kami di sodorkan beberapa murid – murid bapak Cipto yang sudah berhasil, saya melihat teman saya sangat antusias sekali dan itu berbanding terbalik dengan saya, rasanya saya ingin keluar saja dari ruangan itu.

Tak lama pembicara seminar, bapak Cipto Junaedy naik ke atas panggung di sertai tepuk tangan meriah para hadirin termasuk teman saya, kalau saya sih masih tetap biasa saja. Yang saya nilai dari pak Cipto adalah dia orang yang smart, berwibawa dan profesional, tapi ngomongnya selalu di ulang – ulang, saya saat itu gak mengerti apa maksudnya.

Selama seminar kami di jejali dengan kalimat – kalimat motivasi dan beberapa strategi, maaf tidak saya beritahukan isinya karena di awal seminar sudah di katakan oleh MC dan di ulangi oleh pembicara bahwa isi dari seminar ini tidak boleh disebarluaskan karena sudah ada hak cipta dari pihak terkait jadi saya menghargai hasil karya orang lain. Jika ingin mengetahui silakan mengikuti seminarnya. Seminarnya yang di bagi 2 sesi itu gratis, InsyaAllah ada ilmunya di situ.

Saya katakan gratis karena memang seminar yang saya hadiri itu gratis, kami tidak mengeluarkan uang sama sekali hari itu. Kami keluar ruangan tanpa mendaftar pementorannya. Teman saya dengan penuh rasa kecewanya berjalan keluar ruangan karena dengan tidak rela harus tersingkir dari seminar itu. Kenapa tidak rela? Karena sebenarnya teman saya ingin mengikuti pementoran, namun apa daya kami hanya mahasiswa berkantong pas –pasan yang hanya mengandalkan kiriman dari orangtua di kampung dan upah freelance yang tidak seberapa.

Beberapa hari setelahnya, saya dibuat gila memikirkan strategi pak Cipto. Motivasinya yang mengubah keskeptisan saya adalah “Belikan Rumah Untuk Ibunda, Jangan Malah Rebutan Rumah Ibunda/Warisan”. Akhirnya saya mengerti mengapa pak Cipto mengulang – ulang kalimatnya. Sifat manusia jika hanya di nasehati sekali pasti gak mengena, masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Pandangan saya pak Cipto ingin menerapkan ajaran orangtua ke anak dengan cara mengulang – ulang motivasinya dengan harapan orangtua kepada anaknya.

Saya mulai stalking mengenai pak Cipto Junaedy. Namun tak semudah yang dibayangkan. Hasrat saya yang menggebu ingin mengetahui lebih banyak mengenai beliau malah terbentur pro – kontra yang terjadi di dunia maya mengenainya. Beberapa menghujat dengan tidak hormat, sebagian lagi mengagumi dengan rasa hormat. Saya mencoba netral dan tidak terpengaruh pihak manapun, walaupun kenyataannya sulit, pikiran negatif selalu unggul dibanding pikiran positif.

Saya mencoba menghubungi nomor telepon pendaftaran seminar, berkali – kali tidak dijawab bahkan direject. Tak putus asa demi mendapatkan informasi selengkap - lengkapnya saya menelpon nomor kantor yang tertera di website pak Cipto, berbeda dengan sebelumnya, hanya butuh sekali langsung diangkat, saya menanyakan segala hal yang ingin saya tanyakan termasuk di dalamnya biaya pementoran dan presentase keberhasilan. Saya salut dengan petugas Customer Service yang bertugas karena dia tidak memaksa saya untuk mengikuti pementoran, saya diberikan pandangan bahwa semua kembali ke diri saya, seberapa besar niat yang saya punya dan siapkah saya untuk belajar.

Lantas kemudian saya menginfokan kepada teman saya berharap dia berfikiran sama dengan saya, namun ternyata teman saya sudah tidak berminat dengan strategi tanpa utang. Saya hanya berfikir kenapa bisa berubah begitu cepat, inikah yang terjadi dengan beberapa pihak yang kontra, mereka awalnya tergugah namun karena ada beberapa faktor kesulitan baik dari segi financial maupun komentar orang lain maka mereka mengurungkan niat bahkan ada yang menghujat. Saya hanya berfikir kritis dari sudut pandang saya pribadi.

Terlepas dari itu semua saya mengukuhkan niat, untuk mengikuti pementoran. Pada September 2016 saya akhirnya bisa mencicipi kelas pementoran. Hampir 12-13 jam saya di “gampar” oleh pak Cipto Junaedy, beliau mengajarkan strategi tanpa utang diselingi dengan kata – kata lecutan yang semakin menambah gregetnya pementoran itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun