Permasalahan bunuh diri merupakan fakta yang tak terhindarkan yang terjadi di seluruh wilayah dunia. Dari data World Health Organization (WHO) setiap tahun lebih dari 703.000 orang meninggal karena bunuh diri. Secara global pada tahun 2019, bunuh diri merupakan penyebab kematian keempat terbesar pada kelompok 15-29 tahun. Â Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), terdapat 971 kasus bunuh diri sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Â Angka ini sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang tahun 2022 yang berjumlah 900 kasus. Isu ini tidak hanya berpengaruh pada individu, tetapi juga berdampak pada keluarga, masyarakat, dan negara. Dalam menyikapi persoalan kasus bunuh diri ini memerlukan perhatian khusus dan langkah yang solutif dari berbagai pihak untuk berupaya mencegah bunuh diri terus terjadi dan meningkat setiap harinya.
Seseorang yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, maka orang tersebut tidak lagi memiliki kesempatan untuk memperbaiki kehidupan dan mencapai mimpi mekera. Sedangkan bagi kelurga dan teman mereka yang ditinggalkan dapat merasakan kehilangan yang mendalam dan trauma yang berkepanjangan serta mungkin saja mendapati penolakan dari masyarakat. Lebih lagi, masyarakat dapat terpengaruh secara emosi dan mental, terkadang mereka memberikan stigma negatif kepada keluarga yg ditinggalkan. Lebih lanjut, negara kehilangan sumber saya manusia dalam jangka panjang untuk berkontribusi membangun ekonomi negara dan masyarakat secara keseluruhan.
Lalu apa yang menjadi penyebab seseorong melakukan tindakan bunuh diri? Ide bunuh diri sulit untuk dijelaskan, sering kali tidak mempunyai penyebab tunggal tetapi terjadi karena kombinasi berbagai faktor, peristiwa kehidupan, pikiran, dan perasaan. Menurut WHO, Faktor-faktor yang menyebabkan individu melakukan bunuh diri sangatlah banyak dan kompleks. Kesehatan, kesehatan mental, peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, dan faktor sosial dan budaya perlu dipertimbangkan ketika mencoba memahami perilaku bunuh diri.  Misalnya seorang individu yang mengalami depresi berat dan merasa putus asa atas keadaannya;  mengalami kesedihan dan kehilangan yang mendalam; merasa tidak berhargai, kesepian, terisolasi dan tidak didukung oleh lingkungan sekitarnya serta. Dalam konteks kesehatan mental, hal ini masih mengalami stigma yang merugikan banyak orang, baik topik kesehatan mental maupun  kebutuhan atas terapi atau pengobatan dan dukungan sosial. Ditambah masih kurangnya akses layanan kesehatan mental yang memadai bagi mereka yg membutuhkan. Sehingga dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan risiko bunuh diri.
Selanjutnya, masalah ini dapat dikaitkan dengan pemikiran eksistensialisme. Individu sering dilihat sebagai agen bebas yang bertanggung jawab atas pilihan mereka, termasuk pilihan untuk mengakhiri hidup mereka sendiri. Kata Sren Kierkengaard, setiap individu bertanggung jawab untuk memberikan makna bagi hidup dan kehidupan dengan menghidupnya secara jujur. Â Kalau eksistensialisme dalam filsafat Friedrich Nietzsche adalah "kehendak untuk kekuasaan" (der Wille zur Macht) Â yang memberikan dasar untuk memahami perilaku manusia seperti penjelasan mengenai tekanan dalam beradaptasi maupun bertahan hidup. Â Sedangkan menurut Jean-Paul Sartre, keberadaan manusia dianggap sebagi kebebasan atau ruang kosong sehingga manusia harus mengisi ruang kosong tersebut tersebut. Dari gagasan di atas, memberikan kerangka makna hidup, penderitaan, dan kebebasan yang dapat memberikan pemahaman bahwa pandangan tentang bunuh diri bisa jauh lebih kompleks. Namun, manusia seyogyanya memenuhi kekosongan hidup dengan mencari tujuan dan memberikan makna pada hidup itu sendiri, mengatasi penderitaan dan menemukan kekuatan dalam menghadapi tantangan hidup.
Munculnya fenomena bunuh diri telah meningkatkan kesadaran bagi masyarakat akan pentingnya merawat kesehatan mental dan realita bahwa kehidupan ini akan bersinggungan dengan aspek sosial dan budaya serta hidup mungkin bisa saja sedang tidak baik, ada sesuatu hal yang di bawah kendali kita dan yang tidak.  Pembahasan bunuh diri merupakan hal yang tabu dan  masih banyak yang beranggapan bahwa masalah ini sebagai masalah individu semata tanpa mempertimbangkan faktor sosial, budaya, dan lingkungan yang dapat memengaruhi seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Padahal dalam mengatasi masalah ini perlu pendekatan secara holistik dan berbasis masyarakat atau kebersamaan. Meningkatnya kesadaran ini seiring dengan banyak organisasi dan lembaga non-profit yang menyediakan platform untuk layanan dukungan dan edukasi terutama terkait kesehatan mental seperti, Halodoc, Into The Light Indonesia, ChatBot Litang dari UGM dan masih banyak lagi.
Peningkatan kesadaran tersebut menggaris bawahi pentingnya tindakan yang menghasilkan kebahagiaan bagi individu dan masyarat secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan karya Aristoteles yaitu yang sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan" atau "kesejahteraan". Eudaimonia adalah istilah untuk kebaikan manusia tertinggi atau kebahagiaan dalam tradisi Yunani kuno. Â Aristoteles menekankan bahwa kebahagiaan adalah tujuan akhir dari semua tindakan manusia melalui kehidupan sesusai dengan kebajikan moral. Lebih lanjut, terdapat gagasan dari al-Farabi yaitu kebahagiaan sosial, kebahagiaan secara individu tidak akan sempurna tanpa kebahagiaan orang lain. Â Maka, konsep kebahagiaan dalam pemikiran Aristoteles dan al-Farabi secara keseluruhan mengakui pentingnya kebagiaan individu dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung dan mendorong pada kehidupan yang lebih bermakna dan berharga.
Konsep tentang siapa itu Tuhan dan siapa itu manusia dapat memengaruhi pembahasan tentang masalah bunuh diri. Dari beberapa perspektif agama, seperti dalam agama Kristen, Islam, atau Hindu, bunuh diri sering dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan kehendak dan hukum Tuhan. Dalam kerangka ini, Tuhan dipandang sebagai pemberi kehidupan, dan mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap hukum Tuhan. Pandangan agama ini sering memberikan dasar moral bagi larangan terhadap tindakan bunuh diri. Lalu, konsep tentang martabat manusia, yang sering diasosiasikan dengan ajaran agama juga. Manusia merupakan entitas yang memiliki peran, tugas, kewajiban, dan tanggung jawab; memilki hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam semesta serta seisinya; dan memiliki tujuan yang harus dicapai serta dijani dengan penuh makna. Konsep ini juga menyoroti pentingnya menghargai setiap kehidupan manusia dan memperlakukan individu dengan hormat. Pada akhirnya, konsep Tuhan dan Manusia pada masing-masing individu menentukan bagaimana keputusan kita, apakah mentaati perintah Tuhan; bagaimana kita menjalani hidup, apa tujuannya dan harapan apa sesudah kematian; apa yang membuat kita bahagia, apakah harta atau keserderhanaan atau sesuatu yang ada dari dalam diri kita; bagaimana kita menggunakan hal-hal yg kita miliki secara bertanggung jawab untuk sesuatu yang baik; serta bagaimana kita memperlakukan orang lain.
Dalam menanggapi masalah bunuh diri, penting bagi masyarakat untuk mengambil pendekatan yang bijak dan proaktif. Meskipun kompleksitas masalah ini tidak dapat diatasi dengan solusi sederhana,langkah-langkah konkret dapat diambil untuk membantu mencegahnya dan memberikan dukungan kepada individu yang membutuhkannya antara lain meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan mental, memprioritaskan pendidikan tentang kesehatan mental, memperkuat sistem dukungan sosial dan mengurangi stigma, serta program-program pencegahan yang efektif. Dengan memperkuat solidaritas sosial, mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, dan memperjuangkan keadilan sosial, kita dapat bersama-sama menciptakan masyarakat yang lebih peduli, inklusif, dan berempati terhadap individu yang berjuang dengan masalah kesehatan mental mencegah tragedi bunuh diri.
Sumber:
World Health Organization. (28 Agustus 2023). Suicide. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/suicide
 Muhammad, Nabilah. (18 Oktober 2023). Ada 971 Kasus Bunuh Diri sampai Oktober 2023, Terbanyak di Jawa Tengah. Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/10/18/ada-971-kasus-bunuh-diri-sampai-oktober-2023-terbanyak-di-jawa-tengah
 World Health Organization. (6 September 2023). Suicide. https://www.who.int/news-room/questions-and-answers/item/suicide
 Wikipedia. Sren Kierkegaard. https://en.wikipedia.org/wiki/Sren_Kierkegaard
 Wikipedia. Friedrich Nietzsche. https://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Nietzsche
 Wikipedia. Jean-Paul Sartre. https://id.wikipedia.org/wiki/Jean-Paul_Sartre Â
 Wikipedia. Aristoteles. https://id.wikipedia.org/wiki/Aristoteles
 Fahruddin Faiz. (2023). Filsafat Kebahagiaan Dari Plato, via Al-Farabi dan Al-Ghazali, Sampai Ki Ageng Suryomentaram. Bandung: Penerbit Mizan. hlm 116.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H