Mohon tunggu...
Dia Permana
Dia Permana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah cara terbaikku menuangkan ide.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Masuknya Islam Ke Kepulauan Kei, Maluku Utara

29 Desember 2024   14:41 Diperbarui: 29 Desember 2024   14:41 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Sisa Kerajaan Langgiar Fer (ResearchGate)

Maluku merupakan sebuah wilayah yang terletak di Indonesia bagian timur, bersama dengan Sulawesi, Nusa Tenggara, dan juga Papua. Mayoritas penduduk di Maluku merupakan pemeluk agama Islam, dengan persentase pemeluk yang mencapai 53%, baru kemudian disusun oleh Kristen Protestan, Khatolik, Hindu, Budha, dan lainnya (berdasarkan pendataan per 2023). Sedangkan, di wilayah Kepulauan Kei sendiri (yang sekarang bernama Kepulauan Dullah) yang secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, dapat dikatakan bahwasanya Islam menjadi agama dengan jumlah pemeluk terbesar kedua di sana. Tercatat setidaknya terdapat 42.428 jiwa yang memeluk agama Islam (berdasarakan pendataan dari Kementerian Agama per 2019). Islam dengan persentase pemeluk yang cukup banyak dan menjadi salah satu agama mayoritas di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara, cukup menarik perhatian untuk menjadi objek pembahasan. Bagaimana Islam bisa masuk dan menyebar di Kepulauan Kei tentu menjadi salah satu pertanyaan besar. 

Terdapat beberapa versi terkait dengan masuk Islam ke Kepulauan Kei, Maluku Tengara. Versi pertama terkait dengan masuknya Islam ke Kepulauan Kei berasal dari teori yang menyebutkan bahwa Islam dibawa oleh keturunan Sultan Isa pada akhir abad ke-13 dan atau awal abad ke-14. Versi lainnya menyebutkan bahwasanya masuknya Islam ke Kepulauan Kei berasal dari gelombang perpindahan penduduk dari wilayah Luang Mabes, Tidore, Ternate, Seram, dan Banda (yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam) ke Kepulauan Kei pada abad ke-16. Di antara beberapa versi tersebut, versi pertama lah yang cukup populer di kalangan sejarawan. Hal ini diperkuat dengan adanya bukti peninggalan beruapa adanya Kerajaan Langgiar Fer dan Masjid al-Mukarromah. Berikut rincian terkait masuknya Islam ke wilayah Kepulauan Kei, Maluku Tenggara berdasarkan versi kedatangan keturunan Sultan Isa.

Kedatangan Sultan Isa dan Keturunannya

Pada tahun 1295, Sultan Isa dari Basrah (sekarang Irak) bersama istri dan adik laki-lakinya yang dikawal oleh Hulubalang melakukan pelayaran ke wilayah timur (Indonesia). Tujuan utamanya adalah dalam rangka melaksanakan misi dakwah. Dengan bekal persediaan yang mencukupi akhirnya mereka berhasil tiba di wilayah timur yaitu di Pulau Sumatra tepatnya di Padang pada tahun yang sama. Namun, dikarenakan tujuan awal pelayaran mereka adalah Bima dan Sumbawa, akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang mereka lakukan kali ini hanya dilakukan oleh Sultan Isa, istrinya, dan para Hulubalang, sementara adik Sultan Isa lebih memilih menetap di Padang. Pada tahun 1296, akhirnya mereka tiba di Bima dan Sumbawa, tapi dikarenakan situasi dan kondisi di sana yang tidak memungkinkan untuk mereka tinggal akhirnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di Pulau Luang. Dan kemudian mereka menetap di sana. Mereka tinggal terpisah dari pemungkiman penduduk lokal. Mereka menetap di sana selama kurang lebih 30 tahun, dan selama menetap di sana mereka dikaruniai 8 orang anak, 7 laki-laki dan 1 perempuan. Kedelapan anak Sultan Isa tersebut, yaitu: 1. Sawe, 2. Korbib Choir, 3. Kanar Babel, 4. Oebtim, 5. Rom Chair, 6. Tawaddan, 7. Sukaro, dan 8. Benwas.

Dikarenakan misi utama Sultan Isa datang ke wilayah timur, khususnya Bima dan Sumbawa (termasuk Luang dalam prakteknya), Sultan Isa pun sering kali melakukan dakwah ke wilayah-wilayah tersebut dalam rentan waktu yang relatif cukup lama dan terkadang pulang seminggu sekali. Hal ini justru menyebabkan salah satu putra mereka yaitu Sawe sebagai putra tertua merasa kesal dan akhirnya memotong Naga peliharaan ayahnya (menurut tradisi lisan yang beredar, dipercayai bahwasanya Sultan Isa memelihara Jin dan Naga). Ketika Sultan Isa mengetahui hal tersebut, Sultan Isa pun marah dan akhirnya pergi dan tak kunjung kembali lagi. Sawe kemudian meminta izin kepada ibunya untuk mencari ayahnya yang pergi, dan Sawe juga meminta izin untuk mengikut sertakan para adik laki-lakinya untuk turut ikut membantu. Ibunya kemudian mengizinkannya pergi beserta dengan adik-adiknya, ibunya memberikan bekal perjalanan berupa emas kepada Sawe. Sebelum berangkat, mereka mengambil pasir pantai Luang sebagai tanda isyarat perpisahan. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan sebuatan Ngur Ketsoblak (sekarang menjadi nama salah kelurahan di Kota Tual). 

Menjadi Raja di Wilayah yang Mereka Tempati

Setelahnya, mereka kemudian melakukan perjalanan dengan misi pencarian ayahnya yang pergi, dan mereka pun kemudian tiba di Pulau Muar (yang lebih dikenal sebagai Kepulauan Kei dan  sekarang berganti nama menjadi Pulau Dullah, Maluku Tenggara) pada tahun 1330 M. Sesampainya di sana, mereka langsung disambut oleh Toloy Raenfan (pemilik tanah Tual). Setelah mendapatkan sambutan tersebut, mereka memutuskan untuk mulai berpencar melakukan pencarian di pulau-pulau yang berada di sekitar Pulau Muar. Setelah mereka cukup lama melakukan pencarian mereka akhirnya memutuskan untuk menetap di wilayah yang mereka telusuri dan uniknya setiap putra Sultan Isa tersebut dapat menjadi raja di wilayah yang mereka tempati. Sawe yang pergi ke arah utara dari Tual, tetapnya ke wilayah Klimas berhasil menjadi raja di sana dengan nama Raja Sawe Maswatu. Korbir Choir yang memilih menetap di Tual akhirnya juga dapat menjadi raja di sana dengan nama Raja Korbir Taher. Kanar Babel yang pergi mencari ke Pulau Danar juga berhasil menjadi raja di sana. Setelah menjadi raja, Kanar kemudian menikah dengan Putri Ditsakmas, yang merupakan putri kedua Raja Tetoat. 30  tahun kemudian, Kanar mengeluarkan hukum Larvu Ngabal.

Oebtim yang melakukan pencarian di Pulau Muar Besar (yang lebih dikenal sekarang dengan sebutan Pulau Kei Besar) tepatnya di Langgiar Fer, berhasil menjadi raja di sana. Ia mendirikan kerajaan yang kemudian diberi nama Kerajaan Langgiar Fer yang merupakan kerajaan Islam yang cukup terkenal di wilayah Kepulauan Kei. Ia bukan hanya sukses menjadi raja tetapi juga sukses menjalakan misi dakwahnya. Walaupun baru di generasi keenam misi dakwah tersebut mulai menyebar ke sekitar pulau. Salah satu keturunan Oebtim yaitu generasi kesembilan, Larat Matdoan (1536 M) berhasil mendirikan Masjid al-Mukarromah ( masjid ini merupakan masjid tertua yang ada di Kepulauan Kei dan menjadi saksi sejarah penyebaran Islam di sana). Rom Choir yang pergi mencari ke pualu Har, kemudian menikahi putri penguasa setempat dan tak lama kemudian menjadi raja dengan nama Lakes Rahalus. Tawaddan dan Sukaro juga turut menjadi raja di wilayah pencarian mereka masing-masing. Tawaddan menjadi raja di Pulau Aru dengan nama Saman Ujir, sedangkan Sukro menjadi raja di Pulau Amar dengan nama Raja Amar Skar Tamher. Sementara itu, satu-satunya putri Sultan Isa yaitu Benwas dinikahi oleh Sultan Bone.

Keberhasilan setiap putra dan putri dari Sultan Isa yang menjadi raja dan ataupun ratu di wilayah yang mereka tempati tidak terlepas dari didikan orang tua mereka. Hal ini dikarenakan mereka semua memiliki pemikiran yang luas dan mendalam utamanya terkait moral, agama, dan juga sosial, sehingga mereka semua akhirnya bisa menjadi raja yang mumpuni bahkan hingga keturunan-keturunannya. Dan, dari mereka inilah akhirnya pulau-pulau yang mereka tempati dan kuasai menjadikan penduduknya mayoritas beragama Islam. 

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwasanya masuk dan menyebarkannya Islam di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara terjadi pada awal abad ke-14 atau pada tahun 1330, tetapnya ketika kedatangan keturunan Sultan Isa ke wilayah tersebut. Sedangkan, klaim yang menyatakan masuknya Islam ke kepulauan Kei pada akhir abad ke-13 atau 1295, dapat dikatakan tidak relevan dengan hasil rekonstruksi sejarahnya. Hal ini dikarenakan tahun 1295, hanya merupakan tahun kedatangan Sultan Isa di wilayah Padang, Sumatera Barat. Sedangkan, yang betul-betul menjadi titik tolak masuknya Islam ke Kepulauan Kei terjadi ketika anak-anak Sultan Isa menginjakan kaki di sana pada tahun 1330 M.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun