Selama bertahun-tahun Indonesia telah menjadi koloni Belanda. Orang-orang Belanda sendiri pastinya akan membawa budaya mereka ke tanah ini. Salah satunya adalah gaya atau bentuk arsitektur bangunan mereka. Kota Bandung yang menjadi salah satu favorit orang Belanda untuk bersinggah ataupun menetap. Pastinya kota ini banyak sekali peninggalan bangunan-bangunan berarsitektur kolonial. Kita bisa melihat gedung-gedung berarsitektur kolonial di pusat kota seperti Braga dan Jalan Asia Afrika.
Salah satu gedung yang paling menarik perhatian adalah Gedung Merdeka. Gedung ini di bangun pada tahun 1921 dari sebuah rancangan arsitek C.P. Wolff Schoemaker. Jauh sebelum berganti nama menjadi Gedung Merdeka, gedung ini bernama societeit concordia. Gedung ini memiliki fungsi untuk berkumpul dan berpesta orang-orang Belanda di Bandung. Lalu diubah nama oleh Soekarno pada tahun 1955 dalam rangka penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika.
Charles Prosper Wolff Schoemaker adalah perancang dari bangunan Gedung Merdeka. Schoemaker menghasilkan karya lain bagi Bandung seperti Villa Isola, Gereja Katedral Saint Peter, Hotel Preanger, Gedung PLN dan masih banyak lagi karyanya bagi arsitektur kolonial di Bandung. Schoemaker menjadi dosen dan juga seorang Professor pada tahun 1922 di Technische Hoogeschool te Bandoeng sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung.
Gedung Merdeka memiliki gaya arsitektur Art Deco dan segala kemewahan lainnya. Contoh kemewahan gedung ini adalah terlihat dari lantainya yang terbuat dari marmer yang berasal dari Italia. Karena tujuan awal gedung ini dibangun untuk berpesta dan bersenang-senang maka gedung ini memiliki ruangan utama yang besar dan ruangan-ruangan kecil lainnya untuk hal kecil seperti penyimpanan minuman beralkohol. Gedung ini didirikan di atas lahan seluas 7.500m persegi. Kota Bandung sendiri menjadi kota yang memiliki banyak bangunan berarsitektur Art Deco. Hanya kalah satu tingkat dengan kota kelahiran art deco itu sendiri yaitu Kota Paris.
Art Deco sendiri diambil dari kata Art Decoratifs. Gaya ini pertama kali dipopulerkan di Paris pada 1920-an. Gaya ini menjadi popular di Eropa Barat dan Amerika serikat sejak Perang Dunia I berakhir sampai sesaat sebelum Perang Dunia II dimulai. Art Deco sendiri adalah gaya campuran dari aliran lain seperti Art Nouveau, Bauhaus, Konstruktionisme, Futurisme dan Modernisme. Dalam gaya Art Deco ini memang terkenal mewah dan memiliki kesan mahal. Tidak hanya dari bahan bangunannya saja yang mahal, barang-barang interiornya pun harus berkualitas dan mahal agar menunjang kemegahan bangunan bergaya Art Deco. Desain dari Art Deco sendiri memiliki gradasi warna yang halus dan berkilau dan juga memiliki lengkungan logam. Tujuan arsitektur bergaya Art Deco ini adalah membuat keanggunan, elegan dan kemewahan. Ciri lain dari bangunan bergaya arsitektur Art Deco adalah memiliki atap yang rata dan juga memiliki jendela yang banyak. Jendela yang banyak ini berfungsi sebagai masuknya cahaya dari luar baik matahari maupun bulan. Konsep ini adalah filosofis menyatu dengan alam. Namun dari konsep nilai futurisme ini yang membawakan perubahan tuntutan estetika menjadi lebih sederhana.
Gaya arsitektur Art Deco yang sangat fantastis itu berkiblat pada modernisme. Usainya Perang Dunia I memberi dampak besar pada dunia. Salah satu dampak besar dari Perang Dunia I adalah semakin bebasnya beberapa aspek kehidupan di dunia. Contoh kebebasan pada masa itu adalah wanita tidak diharuskan lagi memakai korset dan juga sudah boleh merokok. Kebebasan ini juga mencakup dunia arsitektur. Salah satu hasilnya adalah gaya arsitektur Art Deco ini. Karakter dari bangunan bergaya Art Deco ini adalah simpel dan murni. Murni dalam artian bahan dan material pendukungnya adalah barang berkualitas tinggi. Namun, seluruh bangunan di Bandung karya arsitek Belanda pada masa kolonial memiliki penyesuaian dengan penyebutan Tropische Art Deco karena Bandung memiliki iklim tropis.
Para tokoh-tokoh Art Deco ini berasal Perancis awalnya membuat sebuah perkumpulan kolektif bernama La Socit des artistes dcorateurs. Tokoh-tokohnya adalah Paul Follot, Emile Decoure, Maurice Dufrene, Eugne Grasset, Hector Guimard dan Raoul Rachenal. Tujuan perkumpulan ini adalah menunjukan bahwa seni telah berevolusi terutama di Perancis. Pada tahun 1920 an, mereka membuat pameran berskala internasional untuk mengenalkan seni dekoratif ini. Pameran ini bernama Exposition Internationale des Arts Dcoratifs et Industriels Modernes atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Eksposisi Internasional bagi Seni Dekoratif dan Industri Modern dengan memamerkan karya seni dan kebutuhan bisnis di Perancis.
Sebenarnya ada yang unik dari penamaan Art Deco ini, karena pelafalan Art Deco baru disebut pada tahun 1966. Pihak yang pertama kali menyebut Art Deco adalah brosur dari Muse des Arts Dcoratifs yang sedang membuat pameran di Paris dengan bertemakan Les Annes 25. Pameran ini memiliki tujuan yang sama pada tahun 1920 an dan pameran ini berskala internasional. Sejak saat ini istilah Art Deco semakin terkenal. Pada 2 November 1966 judul Art Deco pertama kali dimuat dalam majalah TIMES. Lalu pada tahun 1969 di Amerika Serikat ada buku yang terbit berjudul Art Deco oleh Bevis Hillier. Jadi jauh sebelum tahun 1966, orang-orang hanya mengenal seni ini dengan seni yang modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H