Istilah Kembar / Tandingan Sejarah Berulang ?
Istilah tandingan menjadi inspirasi pihak pihak yang tidak puas akan sesuatu atau tidak senada dengan aspirasi. Pembentukan organisasi tandingan kelihatan menjadi suatu budaya baru yang muncul di tengah masyarakat. Rasa tidak puas atas satu kelompok di tengarai dengan membentuk satu lagi komunitas yang sama namun berbeda rasa.
Konflik akibat ketidakpuasan yang didorong oleh ketidakpuasan lain, akhir-akhir ini merabah dilingkungan pendidikan, organisasi, pemerintahan, hingga organisasi politik. Setelah Pilpres 2014 muncul istilah DPR “Tandingan” kemudian Menjalar di Organisasi Politik PPP dan GOLKAR.
Hal ini tidak baru lagi toh mengenai “tandingan” sudah ada sejak zaman pewayangan, dalam sejarah ‘tandingan’ kerap muncul dalam sejarah misalkan Konflik akibat perebutan tahta kerajaan Kerajaan Mataram memunculkan Raja Kembar hingga Keraton Surakarta Hadiningrat bahkan tiga kali terjadi. Raja tandingan, ratu tandingan, sampai bupati tandingan itu sudah ada.
Dimasa Kemerdekaan juga diteruskan cara-cara ketidakpuasan dengan “tandingan”. Babak-babak tandingan pun dilanjutkan zaman orde lama, orde baru, dan kini orde reformasi. Disisi lain hal mengenai ‘tandingan’ ada segi untungnya jika menunjukan persaingan yang sehat lagi pula menguntungkan agar tidak terjadi monopoli.
Bila kita temukan kejadian ‘tandingan’ di kehidupan sekarang adalah wajar. Kewajaran itu apabila didasari seperti disebutkan tadi, baik itu cita, cinta, sanjungan, materi dan ideologi yang diramu sehingga menjadi ambisius. Tetapi jangan katakan maklum bila tandingan dipengaruhi pihak ketiga. Jika hal ini terjadi maka bukan lagi tandingan dua pihak tetapi melibatkan berbagai pihak. Nah ini repotnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H