Kemarin adalah hari kelahiran saya, tepat di hari Rabu juga pertama kali saya bereksistensi di bumi tercinta ini. Jika saya seorang anak kecil, tentunya senang sekali menyambut hari itu, ada perayaan karena berarti umur saya bertambah. Namun bagi yang berumur 60 tahun keatas akan berpikir, umur itu tidak bertambah melainkan berkurang artinya eksistensi kita di bumi tak akan lama lagi, kembali kepada-Nya yang pasti akan datang. Di suasana penuh ketenangan dan muncul kedamaian, mari kita coba renungkan apa makna dari panjang umur.
Mengapa untuk menghitung usia manusia digunakan istilah “umur”? Karena kata umur memilki makna positif yang bertalian dengan tingkat produktivitas seseorang. Orang yang berumur panjang, artinya yang berhasil meraih kemakmuran dalam hal harta, ilmu, dan amal. Jadi, sekalipun orang dikatakan memiliki umur panjang, tetapi kalau hidupnya tidak produktif sama halnya dengan umur pendek atau bahkan mengalami kebangkrutan dalam umurnya karena fasilitas usia yang dimiliki tidak digunakan secara efisien dan produktif.
Jalan pikiran ini sejalan sekali dengan konsep dan ajaran “amal jariyah” dalam Islam. Yaitu siapa pun orang yang dinyatakan telah meninggal dunia, tetapi orang itu masih berumur artinya masih berproduksi amalnya jika yang bersangkutan mewariskan keturunan yang saleh, mewariskan ilmu yang bermanfaat bagi kemanusiaan, dan mewariskan harta benda dan amal yang memberi nilai guna bagi kebajikan agama dan masyarakat.
Banyak orang telah wafat, tetapi mereka itu seakan masih hidup di tengah-tengah kita karena warisan amalnya. Contoh yang paling mudah adalah Nabi Muhammad SAW., setiap saat selalu didoakan dan memperoleh ucapan salam dari para pengikutnya sehingga Rasulullah Muhammad senantiasa hidup ditengah kita, bahkan selalu hadir dalam hati kita.
Tentu saja banyak tokoh-tokoh lain yang spirit, nama, dan amalnya juga selalu dikenang masyarakat, seperti para pahlawan. Ilmuwan, dan orang-orang tertentu yang telah berjasa buat kita. Mereka itu yang pergi hanya jasadnya, tetapi roh dan amalnya masih hidup. Ide-ide besar dan mulia serta keteladanan hidup mereka masih secara efektif mempengaruhi jalannya sejarah bagi generasi sesudahnya.
Oleh karena konsep panjang umur berkaitan dengan produktivitas, kita tidak saja dituntut melakukan kerja keras, melainkan juga bekerja secara efektis dan cerdas. Untuk meraih itu mutlak diperlukan badan sehat, ilmu pengetahuan, dan keterampilan. Semua agama dan penalaran cerdik-pandai dari zaman ke zaman sepakat bahwa tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan mampu membangun peradaban.
Setelah terpenuhinya kebutuhan fisik, proses evolusi kebutuhan dan peradaban manusia pada akhirnya akan mengarah pada dunia spiritual. Di sini, pendalaman dan perluasan ilmu, pengembangan moral dan spiritual menjadi sangat vital bagi setiap individu. Dengan kata lain, intelektualitas, profesi,profesionalitas, moralitas, dan spiritualitas adalah pilar-pilar penyangga dan penyambung mata rantai umur manusia agar seseorang hidup abadi , baik di mata sejarah maupun di mata Tuhan. Sesungguhnya menurut agama, roh seseorang itu tidak mengenal kematian, melainkan hanya berpindah dunia. Jadi nilai yang paling berharga bagi kehidupan rohani adalah prestasi yang melewati ukuran-ukuran materi.
Kita sering mendengar sebuah nasihat klasik, “Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading.” Lalu kita manusia meninggalkan apa? Jika kita berumur panjang maka kita mesti mewariskan “good story” tentang diri kita. Sebuah nasihat dari dunia sufi menyebutkan; setiap orang akan menjadi buku cerita setelah mati. Oleh karena itu, tuliskan dan tinggalkan sebuah cerita yang bagus agar memberikan hiburan dan inspirasi yang indah bagi para ahli waris dan pembacanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H