Gundukan putih – putih berjajar di daerah Pantura dan Madura tepatnya didekat wilayah pantai memperlihatkan betapa kayanya negara kita dengan garam. Perjalanan melalui pantura dan madura apabila dilakukan pada musim kemarau, maka akan sering kita lihat karung karung atau gundukan-gundukan garam. Negara ini adalah negara kepulauan dengan lautnya yang luas, merupakan anugerah bagi rakyatnya untuk makmur dari laut. Kebutuhan garam nasional adalah 4,01 juta ton yang terdiri dari 2,05 juta ton garam industri dan 1,96 juta ton garam konsumsi. Produksi garam nasional ditargetkan 3,8 juta ton yang terdiri dari 3,1 juta ton garam rakyat dan 700.000 ton garam produksi PT Garam (KOMPAS, 06 Mar 2015)
Petambak garam adalah sosok yang memproduksi garam rakyat. Kulitnya yang hitam legam dan badan gempal merupakan ciri mereka. Tetapi apakah pernah terlintas dalam pikiran kita kalau pendapatan dan kesejahteraan mereka sangat bergantung dengan harga garam. Mereka orang yang rajin, tekun dan trengginas jadi sangat pantas bisa mendapatkan harga yang sesuai. Â
Negara tidak berdiam diri, negara terus berkreasi untuk mengangkat nasib petambak garam dari lilitan kemiskinan. Rasa peduli ditunjukkan oleh pemerintah dengan memberikan program bantuan bagi petambak rakyat. Diharapkan program ini akan membantu petambak untuk dapat meningkatkan produksinya selanjutnya akan menambah pendapatan mereka. Tetapi harga tetap rendah dan kadang-kadang tidak menutup ongkos produksi. Mereka terus merugi apalagi kalo lagi puncak panen, kadang harga tidak semakin baik, tetapi malah jatuh.
Pemerintah membuat harga patokan garam di tingkat petani paling rendah Rp 750 per kg untuk KP I, dan Rp 550 per kg untuk KP II. Ketika panen garam harga bisa dibawah ketentuan, ini sangat merugikan petambak. Seharusnya pemerintah harus dapat mengintervensi keadaan ini dengan berbagai cara, sehingga petambak garam tidak terus menerus menjadi korban. Memang disinyalir ada garam impor yang merembes dipasaran garam konsumsi, tetapi harus dapat kita buktikan kalau itu terjadi, kalau asal tuduh juga kurang baik.
Nasib petambak garam semakin tragis lagi ketika keluar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125/M-DAG/PER/12/ 2015 tentang Ketentuan Impor Garam, sebagai revisi terhadap Permendag No 58/M-DAG/PER/9/2012. Aturan ini antara lain menghapus ketentuan harga patokan pemerintah untuk garam, menghilangkan pembatasan waktu impor, juga meniadakan kewajiban importir garam menyerap garam rakyat. Peraturan ini harus diuji efektifitasnya di lapangan. Apakah akan membantu nasib petambak garam atau semakin menjerumuskan petambak garam ke dalam lingkaran kemiskinan. Presiden Jokowi sudah berkali-kali mengingatkan agar para menteri saling berkoordinasi untuk membuat peraturan, apalagi peraturan itu menyangkut harkat hidup rakyat. Jangan sampai peraturan ini semakin memojokkan petambak garam kita pada sisi gelap kehidupan.
Akankah semakin pahit nasib para petambak garam. Sebuah pertanyaan sindiran bagi kita semua yang peduli dengan nasib mereka. Pemerintah harus berani melakukan terobosan peraturan agar mereka dapat meningkatkan pendapatannya. Pengusaha garam juga harus jujur dalam bisnisnya, sehingga petambak garam tidak terus menerus merasa dijadikan korban dari sebuah kebijakan
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H