Mohon tunggu...
dhodik bimo
dhodik bimo Mohon Tunggu... Pns -

Menapak jalan baru dengan sebuah optimisme

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ledakan Itu Membuyarkan Kerja di Kantorku..

18 Januari 2016   12:56 Diperbarui: 18 Januari 2016   13:02 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dummmmm.....aku kira suara petir di siang hari...tidak beberapa lama terdengar suara yang lebih besar. Suara itu mengagetkan orang-orang di ruangan kantor ku. Semua terkesima saling melihat satu dengan yang lain, aku langsung berkata " ini pasti bom, suaranya beda dengan petir", semuanya pada melongok keluar melalui jendela. Kepulan asap warna putih semakin meyakinkan kami bahwa tragedi yang pernah terjadi beberapa waktu yang lalu terulang lagi. Kantor Kami sangat dekat dengan Sarinah, dengan melihat  dari jendela akan keliatan kesibukan perempatan sarinah.

Setelah ledakan kedua aku melihat dari atas ruang kantor, masyarakat berkumpul ditengah perempatan Sarinah melihat lokasi pos polisi yang diledakan dengan bom, terlihat dari atas keadaan pos polisi sangat berantakan dan terlihat ada mayat yang terkapar. Peristiwa sungguh menyayatkan nurani kita, masih ada orang yang tega melakukan itu hanya demi sebuah ideologi. Apakah kita dianggap orang jahat sehingga perlu diledakan. Tiba-tiba kumpulan orang itu bubar menyebar semua pada lari ketakutan, kami kira akan ada bom meledak lagi...sungguh sebuah pemandangan yang mencekam dan menakutkan, apalagi bagi temen-temen wanita.

Tiba-tiba sekarang bunyi letusan tembak-tembakan di bawah, kami tidak bisa melihat dimana letak tembak-tembakan tersebut. Semakin penasaran kami dengan keadaan diperempatan Sarinah. Apakah para teroris menembak, apakah aparat membubarkan massa, banyak pertanyaan di kepala kami. Jelas hari ini terjadi tragedi kemanusian di perempatan Sarinah.

Keseriusan kami menyaksikan kejadian tersebut dari atas kantor berubah setelah pihak keamanan kantor memerintahkan kami untuk turun semua, gedung akan dikosongkan untuk menghindari segala kemungkinan yang akan terjadi. Ada yang berebut memakai lift, ada juga yang ambil jalan pintas turun dari tangga darurat. Meskipun kejadian ledakan itu tidak di kantor kami, tapi sangat merepotkan kami, ada ibu-ibu yang hamil yang menangis, bingung harus turun tangga darurat atau pakai lift. Akhirnya dengan ketegasan seorang bapak-bapak, ibu ituturun pakai lift.

Akhirnya kami turun ke bawah, di bawah sudah banyak orang yang saling menduga-duga kejadiannya, tidak sedikit pula yang saling berargumentasi. Semua orang melihat handphone untuk mengupdate tentang kejadian sebenarnya yang terjadi. Raut wajah semua orang terlihat sekali cemas, apalagi gosip di media sosial saling berseliweran dan keakuratan sangat diragukan, tapi itu semakin membuat ramai obrolan antar orang-orang.

Hari itu membuat pejabat sampai staf saling berinteraksi, kalo tidak karena bom, sulit sekali menemukan seorang pejabat membaur dengan bawahan dan saling ngobrol. Tiba-tiba ada yang lari kalo teroris mau masuk gedung kantor kita, maka larilah semua orang-orang, padahal itu cuma kabar burung, gosip yang tidak benar. Inilah yang menunjukkan bahwa di dalam kecemasan tidak ada rasionalitas, semua berita atau informasi dianggapa sebuah kebenaran.

Sampai sore keadaan masih simpang siur, sulit mempercayai berita-berita yang berseliweran. Kantor masih ditutup menunggu keadaan benar-benar aman. Jaman sekarang memang banyak orang yang mulai keblinger, berpikir seenaknya sendiri, menganggap orang lain yang tidak sesuai dengan ideologinya adalah musuhnya. Nyawa sangat murah harganya, apakah para teroris tidak berpikir, kalau yang jadi korban itu mempunyai keluarga, saudara, atau anak istri yang harus dinafkahi. Sungguh pemikiran yang sulit diterima akal.

Akhirnya kita harus berdoa semoga ada hidayah, sehingga mereka ditunjukkan ke jalan yang benar. Sehingga kejadian pengeboman cukup hanya hari ini. Mungkin  ini hal mustahil....tetapi dengan kekuatan doa kita bersama segala sesuatu yang tidak mungkin akan menjadi mungkin jika yang di atas menghendaki. Amin....

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun