Mohon tunggu...
Dhiya Rizki
Dhiya Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Dhiya is now rolling as a student of Ocean Engineering Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Garam Nusantara: Menyikapi Dilema Produksi dan Ketergantungan Impor

19 Juni 2024   20:15 Diperbarui: 19 Juni 2024   20:21 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kemerdekaan, Indonesia selalu menarik perhatian negara asing berkat kekayaan sumber daya alamnya. Salah satu harta berharga Indonesia adalah kekayaan lautnya. Mulai dari keanekaragaman hayati hingga produksi perikanan dan garam laut, sumber daya ini memiliki potensi besar untuk menjadi pilar kekuatan Indonesia.

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, kebutuhan garam dari yang awalnya 2,7 juta ton (2007), kini menjadi 3,75 juta ton (2015). Sementara itu, jumlah kebutuhan Garam Industri sudah mencapai 2,44 juta ton, sedangkan kebutuhan Garam Konsumsi mencapai 1,30 juta ton. Selain itu, data dari BPS dan KKP tahun 2022, pada tahun 2021 dan 2022 produksi garam nasional hanya mencapai 879,9 ribu ton dan 859 ribu ton secara beruntun. Jumlah ini jauh dari angka kebutuhan garam nasional sebesar 4,5 juta ton.

Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan maritim yang sangat besar, salah satunya adalah garam. Garam adalah senyawa kimia yang terdiri dari ion positif (kation) dan ion negatif (anion) yang bersama-sama membentuk senyawa netral tanpa muatan. Dalam konteks sehari-hari, garam yang paling dikenal adalah natrium klorida (NaCl), yang digunakan sebagai bumbu dapur dan pengawet makanan. Garam dapat ditemukan secara alami di air laut dan endapan mineral di bumi. Selain penggunaannya dalam industri makanan, garam juga memiliki berbagai aplikasi industri, termasuk dalam produksi bahan kimia, pengolahan air, dan pemeliharaan jalan selama musim dingin.

Garam merupakan salah satu sumber daya strategis yang memiliki potensi besar, namun sayangnya belum dikelola dan dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia. Negara ini memiliki garis pantai yang sangat panjang, mencapai 81.000 km, menjadikannya sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Garis pantai yang luas ini seharusnya memberikan keuntungan besar bagi Indonesia dalam produksi garam. Secara teoritis, Indonesia memiliki kapasitas untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga menjadi negara pengekspor garam yang signifikan di pasar global. Namun, realitasnya tidak sesuai dengan potensi tersebut. Saat ini, Indonesia masih bergantung pada impor garam untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya. Oleh karena itu, bagaimana pemerintah sekaligus masyarakat dalam menghadapi permasalahan ini?

Impor garam menurut kebijakan pemerintah

Impor garam di Indonesia menjadi bagian penting dari kebijakan pemerintah dalam mengatur pasokan dan memastikan keberlanjutan industri garam dalam negeri. Kebijakan tarif impor yang ditetapkan oleh pemerintah memberikan landasan bagi negosiasi dagang dengan negara-negara pemasok garam, dengan tujuan memastikan bahwa impor garam tidak mengganggu stabilitas pasar domestik atau merugikan produsen garam lokal. Kuota impor merupakan instrumen tambahan yang digunakan untuk mengontrol jumlah garam yang masuk ke dalam negeri, sehingga tetap mempertahankan keseimbangan antara produksi dalam negeri dan impor.

Selain aspek kuantitatif, kualitas dan keamanan garam yang diimpor juga menjadi perhatian utama pemerintah. Persyaratan kualitas, seperti kebersihan, tingkat mineralisasi, dan kandungan bahan kimia, harus dipenuhi oleh garam yang diimpor. Persyaratan keamanan pangan juga diperketat, untuk memastikan bahwa garam yang beredar di pasar tidak membahayakan kesehatan konsumen. Proses impor juga melibatkan prosedur yang ketat, termasuk pemeriksaan di pelabuhan dan pembayaran pajak serta bea cukai yang relevan.

Selain itu, pemerintah juga memperhatikan aspek perlindungan terhadap produsen garam lokal. Ini terwujud dalam kebijakan tarif impor yang mungkin diterapkan untuk melindungi produsen lokal dari persaingan yang tidak sehat. Selain itu, impor garam juga dipandang sebagai solusi sementara untuk memenuhi kebutuhan garam domestik saat produksi dalam negeri tidak mencukupi, terutama dalam situasi seperti cuaca yang tidak menguntungkan atau penurunan produksi lokal.

Keseluruhan, regulasi impor garam di Indonesia tidak hanya bertujuan untuk mengatur pasokan dan memastikan keberlanjutan industri garam dalam negeri, tetapi juga untuk melindungi konsumen, mendukung produsen lokal, dan menjaga stabilitas pasar. Dengan pengaturan yang cermat dan efektif, pemerintah berharap dapat mencapai keseimbangan yang optimal antara impor dan produksi dalam negeri, sehingga memberikan manfaat yang maksimal bagi semua pihak yang terlibat dalam industri garam di Indonesia.

Kualitas garam rendah menjadi penyebab utama

Setiap tahun, Indonesia mengimpor sekitar 1,63 juta ton garam, yang setara dengan sekitar 60 persen dari total kebutuhan nasional. Ketergantungan ini menunjukkan bahwa produksi garam domestik belum mampu memenuhi permintaan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun