Mohon tunggu...
dhive reine
dhive reine Mohon Tunggu... -

Kata seseorang yang saya lupa namanya, "Tertawalah, maka seluruh dunia akan tertawa bersamamu. Menangislah, maka kau akan menangis seorang diri" Kurang lebih begitu...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

14 Tahun Akulturasi Budaya di SMA Negeri 5 Surakarta

31 Juli 2017   10:32 Diperbarui: 31 Juli 2017   10:37 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahad (30/7) ada yang berbeda di SMA Negeri 5 Surakarta, sekolah yang bertempat di Jl. Letjen Sutoyo 18 Surakarta ini tampak jauh lebih meriah dari biasanya. Ratusan kendaraan parkir berjejer di trotoar sekolah, sementara musik yang menggelegar samar-samar terdengar dari luar.

Hari itu, Ekstrakurikuler (Ekskul) Bahasa Jepang SMA Negeri 5 Surakarta tengah menggelar acara tahunan mereka yakni Kaizen no Matsuri. Pada tahun ini, gelaran tersebut sudah ketiga belas kali digelar. Dikutip dari blog resmi Kaizen Smaliska, Kaizen no Matsuri sudah digelar sejak Januari 2003 dengan berita terkait kegiatan tersebut sempat dimuat di harian cetak kala itu. Kegiatan diinisiasi oleh pembimbing ekskul yang pernah mengecap pendidikan di negeri sakura ketika kuliah.

Kaizen no Matsuri sendiri bisa dikatakan sebagai adaptasi dari bunka-sai atau festival budaya yang umum diselenggarakan oleh sekolah-sekolah menengah di Jepang. Dikutip dari wikipedia, bunka-sai merupakan kegiatan resmi diadakan oleh sekolah di Jepang bahkan definisinya masuk dalam pedoman kurikulum Departemen Pendidikan Jepang. Dalam kurikulum tersebut disebutkan bahwa bunka-sai merupakan bagian dari kegiatan khusus dan bertujuan untuk menggunakan hasil belajar setiap hari untuk meningkatkan motivasi.

Dalam penerapannya, festival budaya menjadi ajang bagi para siswa sekolah menengah untuk menampilkan keahlian dan keterampilan sesuai bakat masing-masing. Keterampilan tersebut di antaranya diwujudkan dalam membuat dekorasi yang menarik, merchandise lucu, pertunjukan musik, memasak dan menyajikannya di cafe siswa, hingga berdandan dengan kostum dan melakukan kabaret untuk menghibur pengunjung. Festival budaya juga menjadi wadah bagi masyarakat luar untuk bisa mengunjungi dan mengenal suatu sekolah secara lebih dekat, karena saat festival budaya, sekolah bebas dibuka dan dimasuki oleh pengunjung dari luar.

Ekskul Bahasa Jepang menerapkan nilai-nilai positif bunka-sai tersebut dalam Kaizen no Matsuri. Pada acara ini, siswa berkesempatan untuk membuat dan mengarahkan acara festival yang sangat kompleks. Menjadi kompleks karena panitia tidak hanya membuat sekedar acara pentas seni atau lomba yang sering diadakan siswa sekolah, melainkan hampir seluruh elemen pendukungnya juga dikerjakan. Panitia tidak hanya membuat sekedar konser tapi sekaligus menjadi bagian dari pengisi acara, ada sebagian panitia yang membuat cafe dengan masakan hasil karya sendiri dan dijual dengan cara yang menarik seperti berpenampilan ala maid, ada sebagian panitia membuat stand merchandise yang memanfaatkan barang-barang bekas, hingga yang umum dilakukan panitia seperti membuat dekorasi dan publikasi.

Kegiatan yang kompleks tersebut, tidak hanya membuat siswa mendapat pengalaman mengorganisasi, dari mengestimasi dan mendapatkan dana dari skema sponsorship hingga merealisasikannya dalam sebuah bentuk kegiatan, melainkan juga mendapat pengalaman bagaimana berwirausaha, dari memanfaatkan sumber daya yang ada hingga membuat bentuk penyajian agar dagangan dapat laku terjual. Berkesempatan menampilkan keterampilan yang menghibur seperti bermain musik, menyanyi, dan menari serta mendapat pengalaman berinteraksi dengan pengunjung dan penyewa stand bazar. Pengalaman-pengalaman tersebut tentunya tidak bisa didapatkan dari kegiatan belajar mengajar di sekolah dan justru dapat langsung diaplikasikan di dunia kerja nantinya.

Kegiatan yang menuntut jiwa kreativitas, wirausahawan, integritas, disiplin, pantang menyerah, dan beragam nilai positif tersebut menjadi salah satu sisi lain dari kegiatan akulturasi bertajuk festival budaya seperti Kaizen no Matsuri ini. Sebagian mungkin melihatnya sebagai "acara jejepangan", hanya melihat dari bentuk luarnya yang dipenuhi budaya populer Jepang, seperti cosplay, anime, manga, musik, dan action figure. Namun dibalik itu, ada unsur edukasi nilai-nilai positif yang coba diterapkan dengan cara langsung terjun dalam pengaplikasian di lapangan.

Sebagian mungkin hanya melihat festival budaya dari satu hari pelaksanaannya, namun dibalik itu, ada berbulan-bulan waktu persiapannya, berminggu-minggu berlatih memasak, berhari-hari berlatih membuat dekorasi, membuat publikasi, dan lain sebagainya yang sangat layak mendapat apresiasi. Semoga nilai positif dari festival budaya ini dapat dilirik oleh pemangku kepentingan untuk diterapkan dalam kurikulum, seperti halnya Departemen Pendidikan Jepang lakukan di negaranya.

Referensi:

https://en.wikipedia.org/wiki/Cultural_festival_(Japan)

http://kaizen-smaliska.blogspot.co.id/2010/12/sejarah-kaizen-no-matsuri.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun