2. Hasilnya Belum Tentu Akurat
Jumlah hewan yang menjadi korban di laboratorium mencapai ratusan juta sangat tidak sebanding dengan hasil temuan bahan yang kemudian disetujui oleh drug regulator yang jumlahnya hanya 25 bahan baru per tahun. Belum lagi, 95% dari jumlah bahan-bahan yang sudah diuji coba ke hewan ternyata malah gagal ketika diuji coba ke manusia melalui human trials, entah itu dari segi keamanan atau karena memang tidak bekerja pada manusia.Â
Karena faktanya manusia dan hewan memiliki perbedaan secara fisiologis, anatomi dan genetik, sehingga reaksi yang didapatkan dari suatu zat kimia akan berbeda antara manusia dengan hewan. Belum lagi, manusia sudah pasti punya lebih banyak variabel yang tentunya akan menentukan bagaimana reaksi sebuah zat ke tubuh manusia, misalnya manusia punya kulit sensitif, kulit normal, pengidap asma, kebiasaan yang berbeda, dan banyak hal lainnya. Sementara hewan yang digunakan dalam uji coba hanya hewan yang sehat, tanpa kriteria lainnya, sehingga tidak mewakili berbagai faktor yang dimiliki oleh manusia.
3. Metode Kuno
Banyak perusahaan yang masih mempertahankan metode ini, hanya karena sudah familiar dan sudah menjadi tradisi selama berpuluh tahun lamanya. Padahal, metode animal testing sudah dianggap kuno dan terbelakang. Kenapa kuno? Di zaman serba modern ini, sudah tersedia banyak teknologi yang bisa menggantikan animal testing yang tentunya lebih aman dan terjamin.Â
Tidak cuma hitungan jari, ada 40 alternatif non-animal tests yang sudah dinyatakan valid untuk digunakan, bahkan hasil yang didapatkan bisa lebih relevan dengan kondisi manusia. Yang paling terkenal adalah uji coba menggunakan sel dan jaringan dalam tubuh manusia (in vitro), menggunakan teknik model komputer (metode in silico), dan studi lebih lanjut dengan orang-orang yang menjadi sukarelawan.Â
Setelah baca artikel ini, udah ngerti kan kenapa banyak orang yang ramai againts animal testing. Karena dampak yang ditimbulkan dengan hasil, tidaklah sepadan, dan hanya menyakiti hewan untuk kepentingan pribadi. Kalian bisa mulai ikut mencegah dan menghentikan metode animal testing dengan cara yang paling sederhana, yaitu mulai mengidentifikasi merek atau brand mana yang masih memakai metode ini.Â
Seperti contohnya, beberapa brand memakai label cruelty free yang berarti tidak membahayakan atau membunuh hewan. Selain itu, terdapat lebel Leaping Bunny yang merupakan label resmi PETA. Label ini juga memastikan bahwa produk tersebut tidak pernah dites pada hewan. Label ini berlaku di internasional. Jadi, ayo stop dan cegah animal testing!
Sumber :Â
http://www.profauna.org/content/id/aware/animal_testing_layakkah_untuk_satwa.html