Mohon tunggu...
Dhita Mutiara Nabella
Dhita Mutiara Nabella Mohon Tunggu... Konsultan - Consultant - Net Zero Sustainability Transition

Seorang Pembelajar -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ilmu: Berbagi dan Bertambah

12 September 2016   09:20 Diperbarui: 12 September 2016   09:43 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagi memiliki cakupan yang sangat luas, tidak hanya terbatas dalam konteks material saja. Tersenyum, merupakan suatu kegiatan yang sangat mudah dilakukan namun membawa pengaruh positif yang sangat kuat. Tersenyum, selain dapat mencairkan suasana, dapat pula mencerahkan pikiran serta membawa energi positif dalam setiap insan yang melakukannya, bahkan pada setiap insan yang melihatnya. 

Marilah kita buka berbagi dalam konteks yang lain. Berbagi ilmu. Satu-satunya hal yang tidak akan pernah habis ketika kita bagikan adalah ilmu. Ilmu akan terus bertambah seiiring dengan seringnya kita berbagi. Kalimat tersebut bukanlah sekadar kata-kata saja, namun telah berhasil dibuktikan.

Ketika tahun 2013, saya duduk dibangku SMA kelas X atau tahun pertama di SMA, saya mengikuti kompetisi Olimpiade Sains Nasional bidang Biologi. Sebelum menuju tingkat Nasional, saya harus lolos seleksi terlebih dahulu ditingkat kota dan provinsi. Tahun 2013 saya berkesempatan untuk mengikuti seleksi tingkat kota. Sebelum hari pelaksanaan seleksi tersebut, saya dan teman-teman saya yang lain telah melakukan dan melalui serangkaian pelatihan Olimpiade di sekolah maupun di luar sekolah. 

Pembekalan materi dilaksanakan dari pagi hingga sore hari, ditambah lagi berbagai tugas online dan offline yang diberikan oleh sang tutor atau pengajar. Pembekalan tidak hanya diadakan pada hari sekolah saja, Sabtu-Minggu pun dimaksimalkan untuk pelatihan Olimpiade ini, terutama menjelang pelaksanaan seleksi tingkat kota. Hari pelaksanaan seleksi pun tiba, terdapat 120 soal pilihan ganda yang harus saya jawab, namun sayangnya banyak sekali soal-soal yang menurut saya sulit untuk dijawab, padahal sebelumnya saya pernah mendengar dan mempelajari istilah-istilah tersebut. 

Alhasil, saya menjawab soal apa adanya, sama sekali tidak maksimal. Singkat cerita, hari pengumuman pun tiba. Pada kertas pengumuman seleksi, tidak terdapat nama saya. Awalnya, saya kecewa dengan hasil yang didapatkan karena saya merasa telah begiu banyak pengorbanan yang dilakukan untuk mengikuti kompetisi ini. Namun, saya rasa perjuangan ini belum dapat diakhiri, saya kembali mencoba kompetisi seleksi ini di tahun selanjutnya. 

Satu tahun kemudian, saya duduk di bangku kelas XI, saya kembali mengikuti pembinaan seperti tahun sebelumnya, dengan usaha yang lebih besar. Saya terkadang diminta oleh adik kelas saya, untuk kembali menjelaskan materi yang telah dijelaskan oleh tutor kami, awalnya saya ragu untuk membantunya, karena saya merasa belum sanggup dan takut salah dalam menjelaskannya. 

Namun, seiring waktu, saya mulai menumbuhkan rasa percaya diri saya untuk membantu adik kelas saya dalam menjelaskan materi Biologi. Ketika mereka bertanya, otak saya dipacu untuk berpikir lebih dalam supaya pertanyaan yang diajukan dapat terjawab dan dipahami dengan baik. Motivasi untuk belajar lebih giat pun timbul dalam diri saya, supaya saya dapat menjelaskan materi kepada adik-adik saya. Dengan cara seperti itulah, saya memperdalam materi Olimpiade Biologi. 

Metode seperti ini dilakukan terus-menurus dan berulang selama lima bulan waktu pembinaan. Pelaksaan seleksi tingkat kota pun tiba. Saya merasa jauh lebih percaya diri ketika menjawab pertanyaan yang diujikan pada saat itu, kembali teringat kata-kata yang saya ucapkan ketika memberikan penjelasan kepada adik kelas saya, sehingga memori ingatan diotak lebih mudah untuk dikeluarkan. 

Singkat cerita, di hari pengumuman, tertulis nama saya sebagai peserta yang lolos ke tingkat provinsi. Rasa syukur memenuhi hati dan pikiran saya kala itu. Ini adalah suatu pertanda bahwa saya harus berjuang lebih besar lagi untuk tingkat provinsi. Metode belajar dan berbagi seperti sebelumnya saya terapkan kembali ketika pembinaan di tingkat kota menuju provinsi. Metode seperti itulah yang membawa saya hingga akhirnya lolos untuk mewakili Jawa Barat untuk tingkat Nasional.

Berdasarkan pengalaman tersebut, saya semakin yakin, bahwa ilmu tidak akan pernah berkurang ketika kita membagikannya. Ilmu akan terus bertambah dan bertambah seiiring dengan seringnya kita berbagi. Marilah kita berbagi kepada siapapun ilmu yang kita miliki dengan sikap rendah hati, niscaya ilmu itu akan bermanfaat bukan hanya untuk diri kita sendiri, namun juga untuk orang lain. 

Kita tidak perlu mendapatkan gelas S1, S2, atau S3 untuk bisa membagikan ilmu kita, sedikit apapun ilmu yang kita miliki, cobalah unuk membagikannya, karena sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang bermanfaat. Semoga kita senantiasa untuk terus semangat dalam menuntut ilmu hingga akhir hayat dan tentunya menebar kebermanfaatan dengan ilmu yang kita miliki tersebut.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun