Mohon tunggu...
Dhita Arinanda
Dhita Arinanda Mohon Tunggu... wiraswasta -

I find inspiration from hearing a song 'Time' by 'Chantal Kreviazuk'

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Dollar Mulai Diharamkan oleh Negara-negara Maju

10 April 2014   12:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption] Pernah tidak kita kepikiran kalau menjadi Amerika itu sebenarnya enak banget, contohnya seperti ini, Indonesia itu jika mengalami defisit perdagangan seperti dewasa ini, pasti nilai rupiahnya fluktuatif, tetapi seperti tahun-tahun kemarin ketika Amerika mengalami defisit perdagangan, kok kurs dolarnya terkesan stabil-stabil saja ya, kan seharusnya ketika defisit semakin besar nilai mata uangnya juga harus turun seperti Indonesia dong secara teorinya. Inilah enaknya Amerika, karena nilai kurs itu pada dasarnya juga tunduk pada asas  supply and demand, di mana dollar dipakai banyak negara sebagai cadangan devisa, oleh karena itu demand terhadap dollar sangatlah tinggi untuk pasar investasi saham mereka atau T-Bill*mereka, padahal kita semua juga tahu bahwa T-Bill ini yield-nya sangat rendah, suku bunganya saja lebih rendah dari inflasi, jadi meskipun Amerika impor barang banyak juga tidak akan ada masalah karena mereka cetak Dollar sendiri, dalam hal ini mereka hanya butuh menekan mata uang negara lain seperti yang baru-bari ini ramai diberitakan dengan Yuan (china), agar produk mereka masih bisa bersaing dengan barang impor.  Nah sekarang kalau Indonesia ikutan impor banyak apa jadinya nanti ini Negara, apalagi kalau bukan menambah hutang hasil akhirnya. Memang negara-negara pengguna Dollar seperti Indonesia ini sangat tergantung dengan Amerika, kita masih ingat bagaimana hasil kerja seorang Goege soros sendiri yang menarik negara-negara Asia ke jurang krisis moneter 1997-1998 karena dollar ditarik dari Indonesia, yang membuat BI menaikkan SBI (Sertifikat Bank Indonesia) supaya Dollar masuk lagi ke Indonesia yang ujung-ujungnya memberikan hutang yang sangat banyak kepada Indonesia. Selain itu Dollar memang masih diminati banyak negara sebagai komoditas utama dalam investasi dan perdagangan karena kursnya yang cenderung selalu menguat dibandingkan mata uang lain, seperti dalam transaksi perdagangan utama minyak dan gas, dan komoditi-komoditi lain, inilah yang membuat tiap negara harus berupaya mengumpulkan Dollar untuk bertransaksi. Tetapi dewasa ini trend Dollar mau tidak mau harus diakui kalau menurun, negara-negara Eropa sudah mulai menggunakan Euro dalam transaksi perdagangan mereka, dan juga keberanian China dalam melakukan  swap currency (menggunakan mata uang sendiri) dengan partner dagangnya, dan malah akhir-akhir ini China berani menggunakan Yuan dalam perdagangan komoditi utama dunia, yaitu Migas, inilah yang membuat Amerika mulai 'galau' dan berusaha mengintervensi mata uang China tersebut. Karena kalau ini dibiarkan terjadi, Amerika tentunya akan keberatan menanggung beban hutangnya kepada China yang sudah semakin banyak, dan itu akan membawa kesulitan bagi Amerika sendiri ke depannya, di mana stimulus moneternya tidak bisa lagi menjadi solusi dalam menyeimbangkan ekonominya, sedikit-sedikit memang sudah terlihat tren ke arah situ dengan melihat kepanikan Amerika akhir-akhir ini. Belum lagi melihat perjanjian yang dilakukan Jepang dan China untuk menyingkirkan penggunaan Dollar dalam perdagangan mereka, dan diikuti oleh  BRICs (Brazil, India, china, Rusia, Afrika Selatan) yang melakukan hal serupa (Tempo Bisnis.2013). Memang tidak ada ketentuan yang mengharuskan semua negara di dunia ini untuk menggunakan Dollar dalam transaksi perdagangan mereka, tetapi semua negara pengguna Dollar tersebut akan berpikir dua kali kalau mau mengganti mata uang Internasional mereka, terlebih kan ada konspirasi ekonomi tuh, gosip-gosip-nya kan Irak dan Afganishtan 'digebuk' Amerika karena tidak memakai Dollar sebagai mata uang Internasional mereka, kan serem banget tuh kalau dipikir-pikir, maka dari itu banyak negara yang masih secara 'sukarela' menggunakan Dollar sebagai mata uang internasional mereka, terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia ini. Nah beberapa hari kemarin Amerika dibikin puyeng lagi, karena Rusia mengharamkan Dollar untuk membeli komoditas mereka seperti minyak, dll. dan menaikkan harga pasokan gas mereka (Russia Today, Sabtu 05-April-2014). pengumuman ini langsung membuat 'syok' para spekulan di wall street, di mana dengan sistem pembayaran menggunakan Rubel benar-benar melindungi Rusia dari dollar dan taring spekulan. Ini merupakan blunder Amerika karena memberikan sanksi pada Rusia yang akhirnya malah diberi jawaban oleh 'Putin' akan hal tersebut. Rusia berpendapat rezim Dollar akan segara runtuh, karena sebenarnya nilai tukar yang benar itu adalah emas bukan uang kertas karena lebih stabil pergerakannya. Menyikapi hal ini Wall Street menilai deklarasi ini sudah seperti tabuhan perang oleh Rusia terhadap Amerika. Nah Indonesia sendiri apa ke depannya bisa mampu lepas dari cengkeraman Dollar dengan belajar dan meniru kesuksesan ekonomi China serta negara-negara lainnya, atau mungkin saja akan menggunakan mata uang bersama ASEAN seperti halnya Euro, atau malah menggunakan Yuan ke depannya, apa pun itu yang dilakukan harapanya sudah tentu harus membawa kesejahteraan rakyat Indonesia. Menurut saya pribadi bukan mata uang kertasnya yang beresiko sebenarnya dan bukan berarti harus selalu menggunakan emas seperti yang dikemukakan oleh Rusia, tetapi sistem yang dipakai oleh mata uang kertas itulah yang terkadang membawa resiko, yaitu ketika menggunakan sistem mata uang terkatrol, di mana ketika sebuah negara bisa mencetak mata uang kertas sebanyak-banyaknya bahkan lebih banyak dari cadangan emas yang dimilikinya, hal ini sangatlah riskan, karena jika perkiraan itu melesat imbasnya akan sangat rentan terhadap inflasi dan defaluasi, karena pada dasarnya sifat uang itu sendiri adalah konsumtif. Melihat berbagai masalah tersebut apakah rezim Dollar akan segera berakhir? Menurut saya itu tidak semudah membalik tangan, kita lihat saja contoh mudahnya, Uni Eropa yang jumlah GDP-nya saja lebih besar dari Amerika belum bisa menggeser peran Dollar, tetapi masa depan tetaplah masa depan yang akan datang dengan segala misterinya, dan kita sebagai manusia hanya bisa menganalisisnya, Yah mungkin saja akumulasi perdagangan China yang semakin besar di tiap waktunya akan membuat Dollar lengser dan digantikan Yuan, entahlah, toh semua kemungkinan itu tetap ada kan, dan Indonesia harusnya tetap waspada terhadap segala perkembangan situasi yang ada di Dunia. Dhita Arinanda PM 10 April 2014 Notes: 1. *T-bill: instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Sentral atas unjuk dengan jumlah tertentu yang akan dibayarkan kepada pemegang pada tanggal yang telah ditetapkan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun