Mohon tunggu...
Dhita Arinanda
Dhita Arinanda Mohon Tunggu... wiraswasta -

I find inspiration from hearing a song 'Time' by 'Chantal Kreviazuk'

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mimpi Indonesia untuk Naik Kelas dalam Ekonomi

28 April 2014   12:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:07 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Mayoritas rakyat Indonesia masih less educated (pendidikan rendah), jadi kalau harus dihadapkan dengan kapitalisme ya ibaratnya seperti anak bayi di kasih laptop, tidak akan bisa melawan dan bersaing, lihat saja diberi pemerintahan yang auto pilot seperti sekarang ini hasilnya banyak juga yang nabrak. Jadi jawabanya disini jelas sekali, kita butuh nahkoda yang tegas untuk menjalankan, ikuti saja kapitalisme tetapi sosial tetap di pegang erat sebagai pedoman dan keseimbangan. Selanjutnya menerapkan teori seleksi alam dalam keseimbangan tersebut, sehingga si pintar dan si rajin lah yang akan pantas mengendalikan, tidak seperti di zaman reformasi ini, Yups reformasi kebablas jadinya semua di bebaskan, sehingga si bodoh dan si malas pun banyak yang berkuasa.

Seperti china tadi, dia membiarkan modal asing (FDI) masuk ke negaranya, tetapi pemerintah China tidak mau ada intervensi politik dalam dana investasi tersebut, sehingga China bebas menetapkan "regulasi" untuk melindungi pengusaha dalam negri mereka, dan hasilnya, sangatlah liar biasa sekali lihat saja ada yang namnya Baidu, Weibo, Taobao, dll. Sedangkan Indonesia, yang ada hanya Google, Facebook, Twitter, tanpa ada pesaing besar dari anak bangsa yang menyaingi korporasi asing tersebut. Padahal jaminan untuk menjadi negara maju adalah mempunyai warga minimal 2% yang menjadi entrepreneursip, lha kalau dari awal Indonesia sudah dibebasin terus menerus, bagaimana bisa mencapai 2% warga kita yang menjadi entrepreneursip tersebut.

Kapitalisme itu pada dasarnya akan menciptakan motivasi dan kompetisi, sehingga jika dalam perjalananya itu "fair", akan tercipta inovasi, efisiensi dan kesejahteraan rakyat. Trickle Down Effect (cara memeratakan kesejahteraan) bisa kok diaplikasikan dalam sistem kapitalisme, ya China tadi contohnya, memang waktu yang dibutuhkan juga lama, tetapi itu akan terjadi selama "peran pemerintah" tepat dalam kebijakanya sehingga keseimbangan pun terjadi. Dalam kaki-kakinya peran pemerintah, satu kaki harus bisa mengakumulasikan wealth manajemen bisnisnya, sedangkan di kaki lainya harus bisa menjadi sandaran "sosial-nya".

Apa itu bisa terjadi ? bisa kok asal mau saja, toh juga sudah banyak contoh keberhasilanya, Masyarakat Indonesia memang masih banyak yang less educated tetapi bukan berarati mereka bodoh kan, kasih saja mereka kesempatan, dibimbing, dan diberi jalan kekreatifitasanya dengan UMKM. Semua itu kembali ke pemerintahnya kok, tinggal pilih mana "biasa karena di biasakan" atau "biasa karena terbiasa", contoh mudahnya seperti halnya orang desa yang pertama kalinya ke Jakarta pasti akan kaget dan terheran-heran, tapi kalau ada "pendamping" nya yang menemani pasti akan menjadi "biasa".

Sistem-nya sudah benar, tinggal memperbaiki regulasi dan kebijakanya saja yang harus tepat sasaran, China sudah memberi contoh nyata kebangkitan negara-negara Asia dalam ekonomi bisnisnya, mereka sekarang ini sudah mengungguli Amerika sebagai kiblat ekonomi, tinggal Indonesia saja, mau mengikuti langkahnya atau hanya menjadi "penonton" terus menerus.

Dhita Arinanda PM

28 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun