Munculnya bimbingan belajar sebagai alternatif belajar di luar sekolah yang banyak diminati masyarakat menjadi fenomena tersendiri dalam dunia pendidikan di Kota Malang. Bimbingan belajar diharapkan dapat membantu peran sekolah dalam meningkatkan prestasi siswa.
Keterbatasan sistem yang berlaku di kebanyakan sekolah - seperti kemampuan guru yang terbatas, fasilitas belajar yang kurang serta faktor lain seperti kurikulum menyebabkan siswa mencari alternatif lain untuk belajar di luar sekolah. Hal ini juga turut memicu tumbuhnya berbagai lembaga bimbingan belajar di Malang.
Hal ini dilihat sebagai peluang yang sangat bagus bagi para pengelola bimbel yang kemudian mendirikan Bimbingan Belajar. Tentu saja ini menjadi peluang bisnis yang sangat menjanjikan. Keberhasilan suatu bimbingan belajar level SMA biasanya kemudian diukur dari jumlah siswa yang berhasil lulus ke perguruan tinggi negeri.
Bimbel di Malang memang dianggap dapat menjadi solusi ditengah tekanan untuk lulus ujian sekolah maupun ujian masuk perguruan tinggi. Pembelajaran yang dipersiapkan tidak sekedar berupa materi pelajaran semata, tapi juga disampaikan tentang kiat-kiat belajar yang efektif, kiat belajar maupun informasi seputar perguruan tinggi, sehingga membuat Bimbel akan terus menarik minat para siswa.
Selain dari segi bisnis, ada pula bimbel yang didirikan dengan faktor ideologis. Faktor ideologi juga menjadi salah satu faktor penting dalam perkembangan sebuah bimbel. Â Namun, kekuatan jaringan itu juga harus didukung adanya profesionalisme dan pembinaan sumber daya manusia dalam bimbel yang kuat.
Tidak sekedar itu saja, dalam kaitannya dalam pendidikan di Malang, pembelajaran di kelas-kelas bimbingan belajar hendaknya dilakukan dengan tujuan dan pelaksanaan yang tepat untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa.
Dalam pembelajrannya, bimbel biasanya memberikan materi pelajaran secara singkat dan padat. Pembelajaran yang berlangsung di bimbingan belajar sebenarnya telah dirancang sedemikian rupa agar tidak membosankan. Namun dalam prakteknya masih ada beberapa bimbel yang memberikan pelajaran tidak sesuai metode yang direncanakan.
Berbagai metode pembelajaran seperti pembelajaran berpusat aktivitas (activity driven learning), pembelajaran berbasis multimedia (multimedia based learning), pembelajaran berbasis konteks (context based learning) masih sering tidak sesuai dipraktekkan oleh bimbel.
Selain itu, situasi kelas bimbel haruslah kondusif untuk memberikan kenyamanan yang lebih bagi siswa untuk meningkatkan kemampuannya. Sebuah kelas bimbingan belajar tidak selayaknya diisi oleh lebih dari 10 siswa. Apalagi dengan berbagai macam watak dan karakter siswa dan dalam kondisi tidak begitu siap untuk belajar.
Pengaruh lain juga bisa berasal dari pengajar yang tidak berkembang kapasitasnya hingga adanya keterpaksaan dalam menyampaikan materi. Hal ini bisa menyebabkan siswa hanya membuang waktunya untuk mengikuti bimbel tanpa ada peningkatan yang berarti.
Hal-hal tersebut mencerminkan kurangnya keinginan penyelenggara bimbingan belajar untuk memberikan pelayanan yang memuaskan bagi konsumen. Penyelenggara bimbingan belajar tidak boleh menutup mata terhadap kenyataan yang ada tersebut. Jangan sampai menimbulkan ironi dalam pendidikan yaitu keinginan untuk mencerdaskan siswa berubah menjadi membodohi siswa.