Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori mengisahkan tokoh Biru Laut, seorang mahasiswa Sastra Inggris UGM yang juga merupakan aktivis prodemokrasi yang tergabung dalam kelompok Winatra. Laut merupakan salah satu aktivis yang diculik dan "dihilangkan".
Saking cintanya saya dengan novel ini, mulailah aksi stalking dan berseluncur di internet. Demi mendapat pencerahan atas banyaknya pertanyaan saya. Saya menemukan beberapa fakta yang tidak terduga.
Pertama, ternyata kisah dalam novel ini terinspirasi dari penculikan aktivis di pengujung masa orde baru. Dari penculikan yang diungkap, ada sembilan aktivis yang telah dibebaskan, satu aktivis ditemukan meninggal, dan tiga belas lainnya dinyatakan hilang dan belum ada kejelasan hingga kini.
Kejadian-kejadian di novel ini ditulis berdasarkan kisah dari para aktivis yang selamat, keluarga korban yang ditinggalkan, dan pihak-pihak lain yang bersinggungan dengan tragedi kemanusiaan ini.Â
Pantas saja, rentetan peristiwa di sini terasa begitu hidup dan nyata. Diskusi sembunyi-sembunyi, buku-buku yang dilarang, sampai aksi pengejaran mahasiswa oleh intel.Â
Begitupun saat penculikan, mulai dari datangnya para aparat, proses penyiksaan dan interogasi, hingga pembebasan para aktivis diceritakan begitu detail.
Sebenarnya yang nggak kalah menarik dari cerita ini adalah, saya jadi kepo abis sama tragedi penculikan aktivis itu. Seperti yang saya sebutkan diatas, banyak tokoh yang sebenarnya terinspirasi dari tokoh nyata.Â
Penulis menyatakan, satu tokoh dalam novel ini merupakan gabungan dari dua atau tiga tokoh sekaligus. Tapi menurut saya, ada beberapa tokoh yang dominan dan bisa kita tebak siapa sebenarnya dia di dunia nyata.
#1 Biru Laut. Tokohnya yang merupakan Sekjen Winatra dan penulis, sudah jelas mirip dengan Nezar Patria, salah satu korban penculikan yang selamat. Ia merupakan mahasiswa yang aktif menulis dan Sekjen Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), organisasi mahasiswa yang dilarang di masa orde baru. Kisah penculikan di rusun dan penyiksaannya juga menjadi rujukan kisah Laut.
Btw, Nezar pernah bekerja di Tempo, dimana ia bekerja bersama Leila, dan diminta menceritakan kisah penculikannya nyaris tanpa sensor yang dimuat dengan judul "Di Kuil Penyiksaan Orde Baru".
Jujur saja, keputusan Nezar untuk menjadi wartawan ini menurut saya sih keren. Tipe yang menghindari konfrontasi politik dan memilih jalan yang beraroma perjuangan. Kali ini, perjuangannya bukan dengan aksi, tapi menulis.