Mohon tunggu...
Dhinar Adira R
Dhinar Adira R Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Dhinar

Jawa barat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Mempertahankan Integrasi Bangsa oleh Mohammad Hatta

14 November 2021   19:05 Diperbarui: 14 November 2021   19:07 3748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dr.(H.C)Drs.H.Mohammad Hatta adalah negarawan dan ekonom Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Presiden pertama Indonesia. Hatta bersama Soekarno berperan sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajah Belanda sekaligus memproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Hatta pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Pada 1956, Hatta ,mundur dari jabatan Wakil Presiden karena berselisih dengan Presiden Soekarno.

Lahir 12 Agustus 1902 di Fort de kock (Bukit Tinggi), Sematra's westkust, Hindia Belanda. Nama asli Mohammad Athar. Mohammad Hatta meninggal tanggal 14 Maret 1980 di umur 77 tahun di Jakarta, Indonesia. Mohammad Hatta menikah pada 18 November 1945 dengan istrinya bernama Rahmi Rachim dan mempunyai anak 3 yaitu Meutia Hatta, Gemala Hatta, dan Halida Hatta.

Hatta dikenal dengan komitmennya pada demokrasi. Ia mengeluarkan maklumat X yang menjadi tonggak awal Demokrasi Indonesia. Di bidang Ekonomi, pemikiran dan  sumbangsihnya terhadap perkembangan koperasi membuat Hatta dijuluki sebagai Bapak Koperasi.

Hatta meninggal pada tahun 1980 dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Pemerintah Indonesia menjadikan Hatta sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui keppres nomor 081/TK/1986.  Namanya bersanding dengan Soekarno sebagai Dwi-Tunggal dan disematkan pada Bandar Udara Soekarno-Hatta. Di belanda, namanya diabadikan sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem.

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatra Barat, dan Ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Nama Athar berasal dari Bahasa Arab, yang berarti "harum". Athar lahir sebagai anak kedua, setelah rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurrahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Sarau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca Perang Padri. Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang. Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta.
Ayahnya meninggal pada saat Hatta masih berumur 7 bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang. Perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning melahirkan 4 orang anak perempuan.

Dimasa sekolah Mohammad Hatta pertama kali menuntut ilmu dengan di sekolah swasta. Setelah 6 bulan, Hatta pindah kesekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah Kakaknya. Namun  pada pertengahan semester kelas 3 pelajarannya berhenti. Lalu Hatta pindah ke ELS di Padang sampai tahun 1913, dan melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917. Di luar pendidikan formal, Hatta pernah belajar agama pada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya. Perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap Perekonomian. Di Padang Hatta mengenal pedagang -  pedagang yang masuk anggota Serikat Oesaha dan aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara. Kegiatan ini tetap dilanjutkannya ketika Hatta bersekolah di Prins Hendrik School.

Kakeknya bermaksud akan ke Mekkah, dan pada kesempatan tersebut, ia dapat membawa Mohammad Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke Mesir (Al-Azhar). Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas surau di Batuhampar yang memang sudah menurun sejak meninggalnya Abdurrahman. Namun hal ini diprotes dan mengusulkan pamannya Idris untuk menggantikannya.

Selain nasionalismenya yang tanpa batas, pelajaran terpenting dari Hatta adalah integrasinya yang tinggi. Tidak pernah ia bekerja untuk kepentingan pribadinya. Segala keputusannya adalah semata untuk kepentingan bangsa yang Hatta cintai. Terlahir sebagai Mohammad Athar, perjuangan Athar membuah harum dan manis seperti namanya. Setelah menempuh pendidikan di Sumatera Barat dan Batavia, Hatta lanjut ke Rotterdam mengambil jurusan ekonomi. Di negeri kincir angin Hatta aktif dalam organisasi "Perhimpunan Indonesia".

Lewat majalah "Indonesia Merdeka", dimana ia adalah pemimpin redaksinya, PI adalah kritikus paling tajam yang mengencam kolonialisme di Hindia Belanda. Rupanya Belanda sadar bahwa pena Hatta lebih tajam dibandingkan pedang Diponegoro, kalau diponegoro gugur terbukti perang akan padam. Namun tidak masalah kalau Hatta mati diujung senapan, karena kader-kadernya telah siap untuk terus meneruskan pemikirannya

Atas dasar inilah Hatta bersama beberapa petinggi PI ditangkap di tahun 1927. Berada di balik jeruji besi tidak membuat Hatta gentar. Justru itu adalah kesempatan yang baik untuk membuka mata dunia bahwa tidak adilnya kolonialisme di tanah air. Di depan pengadilan, Hatta membaca pidatonya yang terkenal dengan judul "Indonesie Vrij" (Indonesia Merdeka). Sebuah pidato yang kualitasnya setara dengan Indonesia menggugat Soekarno. Kelas pemikiran Hatta ini menjadi semacam buku putih bagi aktivis pergerakan di tanah air.

Hanya 3 tahun setelah kembali ke tanah air, Hatta kembali diciduk polisi. Tulisan-tulisan Hatta di bidang politik dan ekonomi mengancam Belanda. Tahun 1935, Hatta, Syahrir dan beberapa pemimpin PNI baru dibuang ke Boven Dogoel, sebuah daerah malaria di Papua. Sampai di pengasingan, dia ditawari untuk bekerja bagi pemerintah local dengan bayaran 40 sen gulden sehari, atau menjadi orang buangan yang menerima makanan yang sudah ditentukan ukurannya dalam jumlah terbatas, dan tanpa harapan untuk kembali menghirup kebebasan. Dengan tegas Hatta menjawab, "kalau dulu saya menerima jabatan yang ditawarkan di Batavia, saya akan memperoleh gaji yang jauh lebih besar. Kalau itu memang tujuan saya, tidak perlu jauh-jauh saya pergi ke Boven Digoel untuk dibayar 40 sen sehari".

Setelah Indonesia merdeka, perdana menteri M.Hatta harus mengeluarkan beberapa kebijakan yang tidak popular, diantaranya adalah Rasionalisasi angkatan bersenjata saat masa perang kemerdekaan, dan bentuk konstitusi Republik Indonesia Serikat setelah Perundingan Meja Bundar di akhir tahun 1949. Namun Hatta tidak bergerak sedikit pun, karena untuk saat itu, keputusan tersebut adalah terbaik bagi Indonesia yang masih bayi.

Dunia Internasional pun mengakui kualitas Hatta yang tidak gampang terpropokasi. Dalam masa perang dingin dimana banyak Negara saling memihak blok barat atau timur, tahun 1948 Hatta menyampaikan pidatonya yang berjudul "Mengayuh diantara Dua Batu". Siatu saat nanti ini akan menjadi dasar bagi politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

Jabatan tidak pernah menjadi tujuan utama Hatta. Saat DPR dan Konstituante hasil pemilu pertama terbentuk, sang Proklamator mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden di tahun 1956. Menurut Hatta Negara telah membuang-buang uang dengan membayar gajinya, karena dalam cabinet parlamenter, praktis posisi wapres hanya  seremonial. Selain itu, dimasa itu Hatta semakin tidak ada kecokokan dengan Soekarno yang makin otoriter dan dekat dengan unsur komunis.

Pengunduran diri Hatta menimbulkan kehebohan besar. Tidak kurang pemberontakan PRRI di Sumatra menuntut kembalinya Duumvirate Soekarno-Hatta. Namun Hatta tidak pernah tertarik untuk kembali. Hatta pensiun dalam kesederhanaannya. Hatta berbicara ke keluarganya, "Kalau mau, banyak posisi komisaris yang ditawarkan ke saya. Tetapi saya sudah cukup mengantarkan bangsa ini ke kemerdekaan". Dalam satu kisah, saat masih menjadi wapres, istrinya mengeluh karena tabungannya tidak mencukupi lagi untuk membeli mesin jahit idamannya, setelah terjadi pemotongan nilai Oeang Republik Indonesia (ORI). Hatta hanya menjawab bahwa tugas seorang abdi Negara adalah memegang rahasia, dan meminta istrinya untuk bersabar. Sungguh sebuah integrasi yang amat jarang ditemui saat ini.

Lepas dari posisi wapres, Hatta menjadi lebih terbuka dalam mengkritik Soekarno  yang sedang larut dengan Demokrasi Terpimpinnya. Hatta mengencamnya yang memenjarakan Syahrir. Boleh berbeda dalam prinsip politik, namun hubungan sebagai dua orang insan tidaklah boleh terputus. Itu menjadi pegangan oleh Hatta. Di tahun 1970 Hatta adalah satu-satunya orang yang berani terang-terangan mengkritik Pemerintah Orde Baru yang menurutnya tidak manusiawi dalam memperlakukan Soekarno sebagai tahanan politik, Hatta menangis melihat kondisi sahabatnya yang sangat kacau.

Perannya yang mencolok membuat Hatta terpilih Menjadi ketua perhimpunan Indonesia tahun 1925-1930. Selama berada di Belanda, Hatta melakukan komunikasi dengan tokoh pergerakan dunia lainnya seperti Jawaharla Nehru dari India. Hatta pun menjadi wakil Indonesia dalam Gerakan Liga Melawan Imperialisme dan penjajahan, yang berkedudukan di Berlin, Jerman (1927-1931). Aktivitas dan tulisan-tulisan Hatta Rupanya mengacaukan pemerintah colonial Belanda. Maka Hatta ditangkap dan dipenjarakan lagi di Den Haag, Belanda, tanggal 23 September 1927 sampai 22 Maret 1928, karena tulisan-tulisannya di majalah Indonesia Merdeka.

Setelah menyelesaikan belajar dengan titel DRS (Doktorandus), Hatta pulang ke Indonesia tahun 1932 untuk meneruskan perjuangan bagi Indonesia merdeka. Tetapi karena aktivitas, gerakan dan perjuangannya, Hatta kembali dipenjarakan pemerintah Kolonial. Pemerintah Hindia Belanda memenjarakan Hatta di Glodok, Jakarta, tahun 1934. Tempat penahanan Hatta kemudian pindah-pindah. Tahun 1934-1935, dibuang ke Boven Digul, Irian Barat, dan dibuang ke Banda Naira. Selanjutnya dipenjarakan di Sukabumi, Jawa Barat, tahun 1942, dan dibebaskan 9 Maret 1942.

Selama era penjajahan Jepang, Hatta dan para pendiri bangsa lainnya terus giat mempersiapkan Indonesia Merdeka. Bersama Bung Karno, Ki Hadjar Dewantoro, KH Moh Mansyur, mendirikan Putera. Tanggal 7 Agustus 1945, Hatta menjadi wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sejarah akhirnya mencatat, Hatta bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Hubungan Soekarno dan Hatta sempat dituliskan sebagai dwitunggal sebelum Hatta mengundurkan diri 1 Desember 1956.

Sesuai janjinya, Hatta menikah setelah Indonesia merdeka. Ketika berusia 43 tahun, tahun tepatnya tanggal 18 November 1945. Hatta menjabat Wakil Presiden tanggal 18 Agustus 1945 dan mengundurkan diri 1 Desember 1956. Selama menjadi Wapres, Hatta sempat menduduki jabatan perdana menteri (PM) dan menteri luar negeri dalam cabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) Desember 1949-Agustus 1950.

Selama menjadi aktivis pergerakan kemerdekaan dan menjadi pejabat Negara, Hatta menegaskan pentingnya demokrasi, ekonomi kerakyatan yang berbasis pada koprasi, pendidikan politik dan politik luar negeri yang bebas aktif. Setelah tidak lagi duduk di pemerintahan, Hatta giat mengajar dan memberikan ceramah. Sempat diangkat menjadi penasihat komisi empat pada era Orde Baru untuk pemberantasan korupsi tahun 1969, tapi praktis tidak efektif.

Atas prakarsa Sawito, Hatta bersama tokoh lainnya seperti Buya Hamka, Kardinal Dharmojuwono, dan TB Simatupang, ikut menandatangani pernyataan tentang apa yang disebut penyerahan kekuasaan. Kasus yang disebut skandal Sawito itu menimbulkan heboh besar, lebih-lebih karena Presiden Soeharto sangat marah. Sawito ditahan, tapi para tokoh bangsa itu dipaksa meminta maaf.

Tanggal 9 Desember selalu diperingati sebagai " Hari Antikorupsi Sedunia". Bagi Indonesia, Hatta dikeknal sebagai sosok atau tokoh yang sangat tegas melawan perilaku korupsi. Dalam buku berjudul "Mengenang Bung Hatta" karya Iding Wangsa Widjaja (terbit 1988), dikisahkan pada tahun 1970, Hatta melakukan kunjungan ke Tanah Merah, Irian Jaya. Meskipun sudah bukan lagi pejabat pemerintah, pihak yang mensponsori perjalanan Hatta ke Papua masih memperlakukan Hatta layaknya pejabat tinggi Negara. Setiba di Irian Jaya, seorang pejabat pemerintahan pada masa itu menyodori amplop tebal berisi uang saku.

Seketika pada saat itu juga secara sepontan Hatta menolak amplop tersebut. Menurutnya, dia sudah merasa sangat bersyukur mendapat kesempatan ke daerah tempat dia pernah dibuang oleh Belanda. Bagi dia, amplop berisi uang tersebut milik rakyat dan harus dikembalikan kepada rakyat. Saat mengunjungi wilayah Digul, Hatta meminta pejabat yang akan memberinya amplop tersebut untuk membagikan uang di Digul. Hatta prihatin dengan kondisi masyarakat disana pada saat itu.

Iding Wangsa Widjaja penulis buku Mengenang Bung Hatta tersebut, selama puluhan tahun menjadi sekretaris pribadi Hatta. Dia mengungkapkan bahwa dirinya pernah ditegur Hatta karena menggunakan tiga helai kertas dari kantor Sekretariat Wakil Presiden. Iding Wangsa Widjaja dianggap bersalah karena menggunakan asset Negara berupa 3 helai kertas tersebut untuk membalas surat yang bersifat pribadi. Hatta kemudian mengganti kertas tersebut dengan uang pribadinya.

Hatta dikenal rigid dan detil memisahkan mana keperluan yang bersifat pribadi dan mana keperluan yang bersifat dinas Negara. Atas kesederhanaan, kejujuran, dan integritas yang dimilikinya, sejumlah tokoh  menjadikan Hatta sebagai tokoh panutan menegakkan perilaku antikorupsi. Sejak 9 April 2003, perkumpulan BHACA (Bung Hatta Anti-Corruption Award) dihimbau oleh Theodore Pemadi Rachmat dan Teten Masduki menyelenggarakan pesta penganugerahan Bung Hatta Award yang diserahkan kepada para tokoh Indonesia dari berbagai latar belakang profesi yang dinilai memiliki komitmen antikorupsi. Beberapa tokoh yang pernah menerima penghargaan tersebut, antara lain, Tri Risma Harini (Walikota Surabaya), Basuki Tjahaja Prunama (Gubernur DKI Jakarta), dan Joko Widodo (Presiden RI), Putri Bung Hatta, Meutia Hatta, menyerahkan penghargaan Bung Hatta Anti-corruption Award (BHACA) 2017 kepada Bupati Bantaeng, Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah di Jakarta.

Lily Gamar Sutantio, dalam buku Mengenang Sjahrir: Seorang Negarawan dan tokoh Perjuang Kemerdekaan yang Tersisih dan Terlupakan karya Rohisan Anwar yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama (2010), menjadi saksi keberhasilan Hatta menghidupkan koperasi di Banda Neira selama masa pengasingannya pada 1930-an. Menurut putra asli Banda yang pernah dididik langsung oleh Hatta itu, ada dua orang lagi yang ikut membantu Hatta membangun koperasi di Banda, yakni Sutan Sjahrir dan Iwa Kusuma Sumantri

Awalnya mereka menggagas sebuah organisasi social dan pendidikan yang bergerak dibidang olahraga, peminjaman buku, dan koperasi. Dinamakan perkumpulan Banda Muda (Perbamoe), ketiganya menjadi donator tetap. Hatta dipercaya mengurus bidang koperasi Perbamboe. Dari sinilah dia mencontohkan model urundaya masyarakat untuk kesejahteraan bersama. Hatta dan Pebamoe memiliki cara sendiri dalam menarik minat masyarakat Banda terhadap koperasi. Bila ada perahu datang, muatannya diambil langsung oleh koperasi Perbamoe untuk dijual kembali ke penduduk. Dengan memotong rentetan jalur distribusi ini, harga asli barang tidak akan berbeda jauh dengan harga jualnya.

Alhasil, penduduk bisa mendapatkan barang dengan harga lebih murah, petani maupun nelayan tidak rugi, dan koperasi tetap memperoleh keuntungan yang cukup untuk kas perkumpulan. Dari kas itulah Perbamoe mendapat modal untuk menyewa rumah lengkap dengan perabotannya untuk secretariat. Kas itu pula yang digunakan Hatta, Sjahrir, dan Iwa untuk membangun perpustakaan yang koleksi dan bacaannya bisa dinikmati oleh semua orang.

Hatta sendiri mempelajari ilmu koperasi di Skandinavia. Saat sedang menempuh pendidikan di sekolah ekonomi di Rotterdam, Belanda, pada 1925 dia mengunjungi Denmark, Swedia untuk belajar tentang koperasi. Menurutnya, koperasi cocok diterapkan di Negara-negara yang sedang merintis perekonomian rakyat. Pasca-kemerdekaan, Indonesia berusaha membangkitkan perekonomiannya yang nyaris nol. Pemerintahan Soekarno-Hatta menjadikan koperasi salah satu andalan. Meurut Patta Rapanna dalam menembus kesulita Ekonomi, koperasi jadi usaha bersama untuk memperbaiki kesetabilan ekonomi masyarakat setelah terlepas dari kurungan penjajah. Lewat jabatan koperasi, Kementerian Kemakmuran mendistribusikan keperluan sehari-hari dengan harga terjangkau.

Hatta melalui pidatonya juga terus menyuarakan pentingnya koperasi untuk membangun perekonomian rakyat yang baik. Keseriusan pemerintah Indonesia terhadap keberadaan koperasi pun terbukti  dari terselenggaranya Kongres Koperasi Pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 1947. Bedasarkan kongres tersebut, tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.

Bagi Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar sebuah atau nonpasar dalam masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam system pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.

Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani nonanggota dengan maksud menarik mereka menjadi anggota koperasi, setelah merasakan mandaat berhubungan dengan koperasi. Dengan cara itulah system koperasi akan mentransformasikan system ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi system yang lebih bersandar kepada kerja sama atau koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri.

Hatta didampingi ketua Umum Dekopin R.Iman Pandji Soeroso dan pejabat perkoperasian lainnya Nampak sedang memberikan ceramah dimuka pengurus-pengurus koperasi di Jakarta. Dalam ceramah pada hari koperasi ke-27 itu, Hatta mengangkat bahwa koperasi merupakan satu-satunya jalan paling tepat untuk mengangkat golongan ekonomi yang lemah.

Peran Moh.Hatta dalam mempertahankan Integrasi bangsa, yaitu kita bisa kita bandingkan dengan Soekarno, kalau Soekarno lebih ke menggerakan massa, menyandarkan masyarakat Indonesia untuk bersatu dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang sebenar-benarnya. Sedang kan Hatta lebih ke diplomasi dengan colonial dan berunding dengan colonial. Mencapai kesepakatan-kesepakatan dalam perundingan hingga tercapainya kemerdekaan seutuhnya secara kontekstual, lepas dari colonial Belanda dan diakui oleh Dunia.

Setelah 10 tahun hidup dalam sepi dan jauh dari hingar bingar politik, dalam kesederhanaan, kesantunan, kesalehan, dan keteguhan hati, Hatta yang telah berulang kali masuk rumah sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta, setelah 11 hari dirawat. berpulang tanggal 14 Maret 1980.  Selama hidupnya, Hatta telah dirawat dirumah sakit sebanyak 6 kali pada tahun 1963, 1967, 1971, 1976, 1979, dan terakhir pada 3 Maret 1980. Sang proklamator tidak bersedia dimakamkan di taman pahlawan, karena ingin dekat dengan rakyatnya. Sesuai pesannya, ia dikubur di TPU Tanah Kusir. Sama seperti mas kawinnya kepada Rahmi Rachim yang hanya berupa buku karangannya sendiri, istri dan ketiga putrinya tidak diwarisi harta yang berarti. Namun, sesungguhnya dua buah warisan yang tidak ternilai; kemerdekaan dan teladan ketulusan yang tanpa pamrih untuk mengabdi bagi kemajuan bangsanya.

Jadi tindakan, pemikiran dan komitmen-komitmen kebangsaan Bung Hatta harus dijelaskan dan disoialisasikan kepada Generasi sekarang, sebagai modal mewujudkan masa depan yang berkemajuan dan beradab. Bung Hatta sudah memberikan berbagai contoh tauladan mulai dari sikap sederhana dan hemat sampai kepada sikap kecintaannya kepada tanah air.

Kesederhanaan Bung Hatta, dapat dirujuk untuk mewujudkan generasi anti kopurpsi diantaranya sikap berhati-hati dalam memergunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Bung Hatta pernah mengembalikan sisa uang berobat kepada Negara, menolak menerima amplop tebal berisi uang, menolak hadiah monil mewah.

Tidak hanya itu Bung Hatta bahkan pernah menolak permintaan adiknya supaya memberikan katebelece agar memudahkan pemasangan telepon ke rumahnya hingga menolak permintaan keluarga agar menjemput ibu dengan mobil dinas wakil presiden. Bung Hatta juga pernah menasihati kedua putrinya dalam berkirim surat pribadi jangan pergunakan amplop milik Negara, sekalipun itu kecil dan penting.

Kemudian Bung Hatta juga terkenal dengan kehidupan sederhana yang dipertahankan sampai akhir hayatnya, sehingga tokoh proklamator ini memilih jenazahnya berbaring ditengah-tengah rakyatnya, bukan dimakam pahlawan, seperti perintah yang ditulis dalam surat wasiat pada tangga 10 Februari 1975 atau lima tahun sebelum Bung Hatta wafat. Akhirnya ketika Bung Hatta wafat 14 Maret 1980 dimakamkan dipemakaman umum Tanah Kusir Jakarta, bukan di Taman Pahlawan Kali Bata.

Kita juga bisa mencontoh Bung Hatta karena suka membaca sesibuk apapun dan dalam situasi dan kondisi bagaimanapun. Ketika Bung Hatta di asingkan oleh Belanda ke Digul, Banda Naire satu yang tidak ditinggalkan Bung Hatta adalah buku yang dibawanya, berpeti-peti sehingga buku itu menjadi teman abadi. Bung Hatta mengatakan aku rela dipenjara, asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas. Ketika didalam penjara itu pula Bung Hatta menulis buku salah satu diantara buku yang ditulis dipenjara itu adalah Alam Pikiran Yunan, kemudian buku ini menjadi mahar ketika Bung Hatta menikah dengan Rahmi Rachim Pada tanggal 18 November 1945.

Kecintaan Bung Hatta dan kebutuhan membaca itu sudah dimulai Bung Hatta semenjak remaja bahkan ketika belum sekolah sudah terbiasa membaca Koran langganan pamannya, sehingga tidak heran sebelum diterima sekolah dasar dia sudah bisa membaca. Pada masa remaja kebutuhan membaca sudah terpatri dalam dirinya, apalagi setelah hijrah sekolah ke Jakarta, ia mulai membeli buku pelajaran dengan teraturan dan membacanya dengan trik-trik tertentu.

Ketika Bung Hatta di Belanda buku dan membaca itu semakin tidak terpisahkan dalam hidupnya, sehingga ketika dia pulang ke Indonesia buku dibawanya pulang berpeti-peti yang kemudian menjadi koleksi perpustakaan di rumahnya. Buku-buku yang dimiliki oleh Bung Hatta itu nyaris semuanya berbahasa asing, Inggris, Belanda, Jerman dan Perancis semua bahasa itu bahasa yang dikuasai oleh putra kelahiran Bikittinggi 12 Agustus 1902. Buku koleksi Bung Hatta ini melebihi dari 10 ribu judul buku dengan tema bermacam-macam, ekonomi, budaya, politik, fisafat, hukum dan lainnya.
Untuk mendapatkan dan membeli buku yang berharga itu, adakalanya diperoleh dari honor menulis Koran. Semasa di Belanda ia menulis di beberapa media cetak yang kemudian honornya dibelikan ke buku-buku yang dibutuhkan. Komitmen kecintaan Bung Hatta kepada Negara dan bangsa ini tidak diragukan lagi, keluar masuk penjara telah menjadi bagian dari hidupnya demi memperjuangkan Indonesia merdeka.

Kepala Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, Hatta Purwanto, menjelaskan perpustakaan Proklamator Bukittinggi, merupakan asset bangsa yang harus dimanfaatkan segenap bangsa ini pula. Banyak literatur-literatur Bung Hatta dikoleksi di sini yang harus digali dan dipelajari oleh anak bangsa, sehingga gagasan, ide, pemikiran, tindakan, dan prilaku Bung Hatta dapat dirujuk untuk kepentingan bangsa kedepannya.

Perpustakaan Proklamator Bung Hatta dapat dikunjungi oleh siapa saja, letaknya sangat strategis di bukittinggi daerah kelahiran Bung Hatta. Di samping adanya koleksi Bung Hatta juga tersedia koleksi buku-buku layaknya sebuah perpustakaan yang dapat diakses oleh semua pengunjung. Oleh sebab itu, jadikan perpustakaan menjadi kabutuhan hidup yang memberikan pencerahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun