Mohon tunggu...
attu
attu Mohon Tunggu... Penulis - seorang manusia

menjaga ingatan dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Islam yang Beruntung

1 Februari 2019   11:21 Diperbarui: 1 Februari 2019   11:42 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tashwirul afkar edisi 14 (dok.pri)

 

Jalan panjang perjuangan mendirikan Negara Islam di Indonesia mengalami kekecewaan yang setidaknya terjadi dalam tiga momentum besar, pertama saat panitia sembilan menghapus tujuh anak kalimat dalam piagam jakarta; kedua, saat pemilu pertama 1955 partai Islam gagal meraih suara terbanyak; dan ketiga, tahun 1967 ketika Orde Baru menolak untuk merehabilitasi Masyumi. Label pemerintah anti Islam bukan hanya ada pada hari ini, tapi sejak proses kemerdekaan.

Belakangan ini beberapa kelompok yang menginginkan Khilafah Islamiyah untuk tegak berdiri di Indonesia, tampil semakin berani dan garang. Tentu ini tidak dapat hanya dilihat sebagai kesinambungan masa lalu yang ingin kembali uji coba, tapi lebih merupakan akumulasi kekecewaan yang ujungnya menjadi sikap perlawanan pada Negara.

Ada dua benang merah di sini, pertama terkait keadilan dan kemakmuran yang belum dirasakan oleh seluruh masyarakat, termasuk mereka yang memiliki ide untuk merubah pondasi Negara. Atau mungkin ada konsensus yang belum selesai, atas benturan-benturan pemikiran yang terjadi sejak tahun 1920-an. 

Tapi yang jelas ide untuk mendirikan Negara Islam telah banyak ditolak oleh kalangan ulama sendiri, atas dasar tidak ada perintah Tuhan dan tidak adanya bentuk pemerintahan yang baku. 

Memang, hingga kini belum ada perbandingan atau rujukan yang ideal terkait bagaimana penegakan syariat Islam yang dilegitimasi oleh kekuasaan negara itu berjalan efektif, tidak bertentangan dengan demokrasi dan secara adil dapat diterima oleh masyarakat multikultural.

Sekaranglah sebenarnya kesempatan Islam untuk ikut kembali menentukan jalanya masa depan dunia melalui sains dan teknologi untuk mengembangkan kanal-kanal yang sudah ada. Membangun ruang-ruang sosial yang dipenuhi rahmatan lil alamin. 

Jikalau saat ini masih mengikuti trend, mengapa tidak mengambil alih atau bersaing menjadi yang terdepan. Islam harus menggugat dengan melakukan terobosan. 

Seperti yang diistilahkan Soekarno, Islam Is Progress, Islam adalah kemajuan. Tetapi hal itu akan sulit terjadi jika pada hari ini saja kita masih berselisih paham tentang perlu tidaknya kembali ke masa lalu "politik syariat Islam", berselisih tentang Bid'ah, dan sentimen yang berlebihan terhadap kafir sehingga timbul keinginan hanya akan bergaul dengan golongannya saja.

Masalahnya, mengapa kita masih malu untuk membuka diri terhadap ide-ide baru yang mengarah pada modernitas dan perubahan besar. Mengapa hari ini banyak orang ingin bercita-cita Islam maju, tapi jalannya mundur. 

Sampai kapankah kita harus membelenggu masa lalu sendiri, masa lalu tentang kejayaan Islam, tentang monarki dan kesultanan yang telah membentuk glory pada masanya. Mengapa juga kita selamanya harus mendapat ajaran, bahwa kita harus mengkopi zaman Khalifah yang dulu-dulu itu, padahal sekarang bukan lagi tahun 600, 700, atau 800. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun