Mohon tunggu...
attu
attu Mohon Tunggu... Penulis - seorang manusia

menjaga ingatan dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selain Raga, Jiwa Juga Butuh Wisata

27 Desember 2017   11:13 Diperbarui: 10 Januari 2018   22:38 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beruntunglah orang yang sampai pada "ketuaannya". Sebab tidak semua orang mampu menjadi tua. Walaupun lahir, tumbuh, remaja, dewasa, dan menua merupakan riwayat lumrah. Tapi sekali lagi, tak semua orang berhak untuk menua. Kelahiran dan kematian merupakan dua kepastian yang semua orang akan rasakan. Di sinilah uniknya. Manusia tidak sedikit pun tahu berapa jauhkah, atau akan sampai di mana ia berjalan.

Taukah kita bahwa selain raga, jiwa juga butuh wisata. Penyegaran itu bisa didapatkan di tempat-tempat terdekat di sekitar kita.

Beberapa waktu lalu saya berkunjung ke panti jompo. Saya sarankan untuk yang masih dalam katagori muda bolehlah sesekali berkunjung ke panti jompo. Di sana banyak yang bisa kita lihat atau mungkin dijadikan sebagai cermin diri ke depan. Orang-orang yang terasing dari kebisingan. Kecantikan dan ketampanannya pun telah hangus termakan usia. Di sisa-sisa tenaganya mereka berjalan amat pelan. Bungkuk. Tertatih. Kesepian. Merintih tak diperdulikan orang.

***

Tahun 2016 DKI Jakarta memiliki lebih dari 441 ribu lansia. Hampir 70 persen mereka hidup dalam keterbatasan ekonomi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru mampu mendata 1.450 lansia yang kurang mampu untuk diberikan perhatian khusus melalui program kartu Jakarta lansia. Program ini adalah pemberian bantuan uang tunai sebesar 600 ribu setiap bulannya, atau totalnya sekitar 10 Miliyar per tahun.

Panti asuhan Tresna Werdha yang berlokasi di Jelambar Selatan merupakan salah satu panti asuhan milik pemerintah yang berada di bawah Dinas Sosial. Ada sekitar 120 lansia di tampung di sini. Rata-rata mereka merupakan gelandangan yang ditemukan di pinggiran jalan. Di antara mereka sebenarnya masih memiliki keluarga, tapi mereka mengaku tak lagi diakui keluarganya karena suatu hal. Entah apa?

"kalau orangtua kaya, anak jadi raja. Kalau anak kaya, orangtua jadi pembantu. Ya itulah. Kebanyakan di sini seperti itu ceritanya" ujar Wagimin, pengurus panti.

Mungkinkah para lansia tersebut tidak diakui oleh anaknya sendiri. Tapi anak mana yang tega seperti itu kepada orang tuanya. Mungkin kita berfikir hal tersebut tidak mungkin terjadi, tapi faktanya di sini banyak.

"awalnya kan dari jalan di tangkap sama satpol PP (satuan polisi pamong praja) terus ada yang bawa ke Dinas Sosial, terus ada yang di bawa ke Kedoya. Terus dipilah-pilah, yang umur 60 tahun ke panti jompo (ke sini) yang kurang normal ke panti laras" cerita Wagimin dengan terbata-bata.

Wagimin mungkin sedikit khawatir. Usianya kini hampir berkepala 6. Sebentar lagi ia pun menjadi tua. Ia pasti pernah berfikir "jika masa itu tiba, akan seperti apa keadaannya". Itu juga yang saya pikirkan, kira-kira seperti apakah saya nanti. Seperti apakah kita nanti. Orang bisa saja bilang tidak perlu berfikir terlalu jauh tentang waktu yang belum tentu menjadi hak kita. Tapi percayalah, merefleksikan diri itu sangat penting sebagai wisata batin.

***

Jumlah lansia di Indonesia terus meningkat. Tahun 2010 saja ada 23.9 juta lansia dan diperkirakan tahun 2020 akan mencapai 28.8 juta. Wajarlah jika asuransi menjamur di sektor ini. Ya. bisnis asuransi hari tua memang sangat menjanjikan. Jikalau di sini saya agen asuransi, pasti saya akan tambahkan jargon atau menyelipkan kisah menyentuh, sebelum menjual produk dagangan saya di sini. Tapi beruntungnya tidak.

***

Tiga laki-laki yang dahulu gagah perkasa, sekarang telah dimakan usia
Tiga laki-laki yang dahulu gagah perkasa, sekarang telah dimakan usia
Ternyata walaupun para lansia secara fisik lemah, tetapi semangat mereka tetap menyala. Mereka masih ingat betul beberapa peristiwa penting saat mudanya. 

Di antara mereka ada yang berkata, meluangkan sedikit waktu untuk mendengarkan cerita orang tua merupakan ibadah. Orang yang sudah tua memang ingin lebih banyak bercerita, serta ingin lebih banyak didengar. Walaupun yang diceritakannya adalah cerita berulang yang sudah sering diceritakannya. Kalau memang mampu, jadikanlah itu sebagai cerita warisan yang akan diceritakan kembali pada keturunan kita. Sebab memang kisah heroik tak selamanya tertulis di buku. Bahkan, tak semua kebenaran sejarah abadi dalam tulisan.

Andai saja menua merupakan sebuah pilihan, pasti banyak orang tidak ingin menjadi tua. Sayangnya ini adalah kepastian yang kita pun akan alami. Tapi apapun itu, sudah merupakan kewajiban -- yang mampu membantu orang yang kurang mampu. Dan merupakan tugas yang muda-lah untuk membantu yang tua.

Tak usah malu. Sebab ini merupakan tindakan mulia, seperti  apa yang di contohkan Rasulullah SAW yang membantu mengunyahkan makanan untuk seorang lansia di pinggir jalan. Bahkan, Rasulullah pun tak mengenal siapa orang tua tersebut. Contohnya sudah ada, tinggal bagaimana kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun