Mohon tunggu...
Humaniora

Thailand Reality

4 Februari 2017   14:55 Diperbarui: 4 Februari 2017   17:19 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Dhimas Giffarie Wardhana

Tulisan ini saya tulis disela-sela kesibukan saya mengerjakan tugas kuliah. Sekarang saya sedang mengenyam pendidikan satu semester di Chulalongkorn University pada jurusan Teknik Kimia. Tulisan ini saya buat tepat sebulan saya tinggal di kota Bangkok,Thailand. Selama sebulan disini banyak sekali perbedaan yang signifikan antara Thailand dengan Indonesia dan akan saya paparkan opini dan pengalaman yang saya alami selama tinggal di kota Bangkok.

Banyak hal berkesan yang saya alami selama disini yang bisa diambil sebagai contoh yang positif bagi kita dalam berbagai hal. Pertama dalam hal kebersihan. Di Bangkok, lumayan sulit untuk menemukan tempat sampah tetapi berdasarkan observasi saya, sangat sedikit sampah yang ditemukan dijalanan bahkan dengan keadaan jalan yang ramai sekalipun. Hal ini menunjukkan kepedulian yang besar pada kebersihan pada masyarakat. Kedua yaitu dalam hal ketertiban, masyarakat tidak akan mau menyeberang jalan dengan sembrono dan mereka akan menyeberang melalui jembatan penyeberangan yang tersedia  atau sehingga keadaan jalan yang dalam macet sekalipun belum pernah saya temui macet separah misalnya di Jakarta. Lalu selama di Bangkok, berdasarkan pengamatan saya, jarang sekali saya melihat masyarakat yang mengendarai motor,mereka lebih suka naik kendaraan umum ataupun mengendarai mobil. FYI, kendaraan umum di Bangkok banyak jenisnya misalnya Bus, BTS SkyTrain, Tuk - tuk, dan sebagainya. Kalau pun ada yang menggunakan motor, kebanyakan adalah pengendara ojek. Harganya cukup murah dan bersahabat dengan kantong ( 11 Baht = Rp. 4125 )sehingga saya bolak-balik kampus-apartemen seringkali memakai jasa transportasi umum ini. Kemudian dalam hal budaya menghormati, saya rasa di Thailand dengan Indonesia dalam hal keramahtamahan sama dan saya kagumi disini adalah bagaimana mereka mengormati raja mereka. Mereka sangat patuh dan sayang pada rajanya, buktinya ketika saya datang ke Thailand waktu itu Raja Bhumibol Adulyadej telah meninggal dan saya terkesan bagaimana cara mereka menghormati rajanya mulai tiap rumah, pusat keramaian, sampai kantor pemerintahan terdapat foto Beliau. Terlepas dari hukum lese majeste, saya kagum dengan kepatuhan masyarakat Thailand dengan pemerintahan, terutama pada kerajaan.

                Lalu mengenai Islam di Thailand. Alhamdulillah masih cukup mudah menemui masyarakat muslim disini dan kebanyakan mereka berasal dari daerah Thailand bagian selatan seperti Songkhla, Pattani, dan sekitarnya walaupun ada sebagian kecil muslim asli Bangkok. Kebetulan saya tinggal di Soi( Bahasa Thai nya Gang) 6 Petchaburi Road, Distrik Ratchathewi, Bangkok disekitar saya terdapat kampung muslim yang berada di Soi 7 Petchaburi Road sehingga memudahkan saya untuk menemukan masjid dan makanan halal. Dan alhamdulillahnya kota Bangkok termasuk kota yang ramah terhadap minoritas sehingga saya tidak menemukan sentimen negatif terhadap minoritas dan sebagai orang yang pertama kali menjadi muslim dengan populasi minoritas saya merasa aman selama disini. Mengenai makanan halal, Thailand sudah punya standardisasi halal yang dikeluarkan MUI-nya Thailand yaitu The Islamic Committee Office of Thailand  sehingga kalau ingin mencari produk makanan halal di Thailand cukup cari makanan yang ada logo halal yang telah dikeluarkan oleh The Islamic Committee Office of Thailand. Berdasarkan pengalaman saya lumayan banyak makanan yang dijual baik di mal maupun minimarket yang berlogo halal.

Kemudian ada stereotip yang tercap di kening Thailand bahwa Thailand merupakan negara dengan populasi banci, ladyboy, transgender, dsb terbanyak malah ada yang bilang Thailand adalah negara transgender itu sendiri. Mengenai pendapat itu, sebelum kesini saya termasuk orang yang setuju tetapi setelah melihat langsung kehidupan disini hal itu rupanya tidaklah benar. Menurut hemat saya cap itu tidaklah proporsional dan tidak adil. Cap seperti itu muncul karena kita terlalu sering memercayai informasi yang kedengarannya negatif tentang mereka tanpa memverifikasi lebih lanjut kebenarannya. Memang pernah saya temui yang demikian(banci,ladyboy,dsb), tapi tahukah Anda jumlah mereka tidaklah banyak dan pada realitasnya mereka melakukan itu mungkin ada beberapa faktor; mungkin saja memang hobi mereka begitu, demi pekerjaan, atau mungkin saja ada ketidakseimbangan hormon dalam tumbuhnya dan bagusnya, mereka tidak pernah berusaha memengaruhi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Kedengarannya seperti yang telah Anda baca mengenai beberapa transgender di negara kita – Anda sudah tahu apa yang saya maksud- jadi sebenarnya negara kita dengan disini kenyataannya sama saja hanya saja keberadaan transgender disini lebih terekspos dan budayanya berbeda dengan kita sehingga masyarakat yang berada di luar beramsumsi dengan cap seperti yang saya sebutkan diatas . Kenyataannya, masyarakat Thailand banyak yang saya temui berkeluarga,memunyai keturunan, dan hidup normal layaknya kita.

Kesan lainnya adalah sistem pendidikan mereka. Kebetulan saya sedang mengenyam pendidikan di salah satu universitas terbaik di Thailand, Universitas Chulalongkorn maka saya akan mencoba memaparkan bagaimana pendidikan disini. Mulai dari dosen mereka, dosen mereka minimal sudah bergelar Dr. atau Ph.D. dan dosen yang saya temui kebanyakan sudah Professor, Association Professor, atau Assistant Professor. Mereka juga selain menunaikan kewajiban mengajar mereka juga melakukan riset baik individu, kolaborasi dengan mahasiswa, atau antar dosen sehingga intensitas paper yang mereka buat lumayan banyak di jurnal internasional.  Terkadang yang saya alami selama kuliah adalah banyak dosen yang selain menyampaikan materi kuliah juga menyampaikan perihal riset mereka. Sehingga efeknya, materi kuliah yang disampaikan juga lebih berat dan berisi dibandingkan dengan kuliah yang saya lalui di kampus Indonesia. Kemudian berkaitan dengan materi kuliahnya, selain lebih berat juga semua sks mata kuliahnya 3 sks. Jangan bayangkan 3 sks di Indonesia sama dengan di Thailand, karena 1 sks disini sama dengan 1 jam sehingga tiap mata kuliah mendapat jatah 3 jam seminggu. Sedikit cerita, saya mengambil 5 mata kuliah yang ekuivalen dengan 15 sks jadi bayangkan betapa mata saya sering kali berkunang dan migrain karena selain materi yang disampaikan begitu detail dan disampaikan dalam waktu yang amat sebentar, 3 jam. Diluar semua kesulitan itu, perlu saya sampaikan maksud saya tentang materi yang disampaikan begitu detail. Analogikan begini, Anda punya satu buah jeruk. Maka kuliah di Indonesia ibaratnya menjelaskan mengapa buah jeruk itu manis atau pun asam sedangkan kuliah di Thailand itu ibaratnya menjelaskan bagaimana dan apa faktor buah jeruk itu manis atau asam. Perbedaan lainnya yang mencolok, efek dari penyampaian materi yang berbeda itu adalah disini tidak bisa benar-benar santai kuliah nya dan tidak seperti sebelumnya sehingga kita disini benar-benar dituntut paham benar setiap substansi materi kuliah yang disampaikan. Untungnya, kami disini hanya kuliah satu semester dan tidak melakukan berbagai penelitian tetapi saya rasa kuliah disini bagus untuk membentuk kebiasaan belajar yang baik dan terbiasa berpikir kritis sehingga menjadi bekal yang baik ketika pulang ke tanah air.

Terlepas dari beberapa hal yang positif yang bisa kita pelajari dari Thailand namun mereka juga memiliki beberapa hal negatif dan kita sebagaimana manusia yang berakal sudah seharusnya kita belajar dari hal yang positif dan membuang hal yang negatif. Akhirulkalam, demikian paparan saya mengenai pengalaman dan kesan selama disini kurang lebih sebulan. Mudah-mudah kita dapat membangun negeri kita sebaik mungkin dan berdiri tegak maju diatas negara lain. Aamiin ya rabbal alamin.     

Bangkok, 4 Februari 2017

               

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun