Penyelenggaraan Asian Games Ke-18 Jakarta-Palembang 2018 tidak bisa dipungkiri adalah sukses besar. Penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah pada 2014 yang cukup dadakan sebenarnya mengingat pada saat itu pemenang bidding sebenarnya yakni kota Hanoi, Vietnam mengundurkan diri dan waktu bagi Indonesia berbenah kurang dari 4 tahun.
Pesta pembukaan dan penutupan yang begitu megah gegap gempita, cabang-cabang baru yang unik, partisipasi atlit-atlit top dunia, serta euforia penonton baik lokal maupun mancanegara yang begitu luar biasa menjadi highlight dari event olahraga terbesar di Asia ini. Indonesia dapat membuktikan kepada Asia bahwa bangsa ini mampu loh membuat Asian Games menjadi begitu bagusnya di mata dunia.
Setelah Asian Games yang sukses ini katanya sih Pak Jokowi mau mulai mempersiapkan bidding host Olimpiade 2032. Menteri Pemuda dan Olahraga, Pak Imam Nahrawi beberapa waktu yang lalu dilansir dari detik.com mengatakan selain mengejar Olimpiade Indonesia akan mencoba bidding host Piala Dunia juga. Sekarang pertanyaannya adalah mana sih yang langkah yang lebih baik untuk Indonesia? Lanjut ke Olimpiade atau ke Piala Dunia? Atau mungkin malah kita jalankan dua-duanya?
Infrastruktur yang dibangun untuk Asian Games seperti arena berbagai cabang olahraga hingga wisma atlet tentu sudah menghabiskan uang pemerintah cukup banyak. Kualitasnya pun sudah kelas dunia seperti Velodrome Rawamangun yang digadang-gadang oleh Ahok sekelas dengan Velodrome London yang digunakan pada Olimpiade 2012. Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) juga sudah direnovasi besar-besaran demi menunjukan muka terbaik bangsa di kancah olahraga. Dilansir dari asiancorrespondent.com, total pengeluaran pemerintah untuk Asian Games adalah sebanyak 3,2 miliar dolar AS atau sekitar 47 triliun rupiah dengan investasi sebesar 2,4 miliar dolar AS untuk infrastruktur.
Menjadi tuan rumah Olimpiade tentu dapat mendatangkan berbagai keuntungan. Pariwisata tentu menjadi salah satu sorotan utama ketika sebuah negara menjadi tuan rumah Olimpiade. Kemudian dari sisi pembangunan infrastruktur, masyarakat lokal pasti diuntungkan karena tentu tuan rumah harus terlihat cantik ketika menggelar event kelas dunia seperti Olimpiade. Warga lokal tentu akan merasakan once in a lifetime experience dengan dapat merasakan dari dekat bagaimana ketika hampir seluruh negara di dunia berkompetisi di kota yang sama.
Untuk meraih keuntungan tentu harus ada pengorbanan. Uang yang dikeluarkan pemerintah selama persiapan tentu akan berlipat ganda. Harus diingat bahwa uang pemerintah berasal dari pajak sehingga secara tidak langsung adalah masyarakat lokal yang mendanai berlangsungnya Olimpiade. Selama masa penyelenggaraan tentu masyarakat harus berkompromi demi kelancaran acara layaknya yang dialami warga DKI Jakarta dengan peraturan ganjil-genap untuk mengurangi kemacetan terutama di dekat arena olahraga.
Apabila negara menyanggupi pengorbanan itu semua demi keuntungan yang dapat diraih maka kejarlah status tuan rumah Olimpiade. Bahkan keuntungan dan pengorbanan yang serupa pun juga berlaku jika ingin menjadi tuan rumah Piala Dunia yang notabene memiliki exposure kurang lebih serupa dengan Olimpiade.
Seperti yang dikatakan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, Indonesia juga ingin menjadi tuan rumah Piala Dunia setelah menjadi tuan rumah Olimpiade. Tentu gagasan tersebut bagus untuk mengangkat nama Bangsa Indonesia. Tetapi apakah langkah tersebut tepat?
Jika kita lihat kondisi infrastruktur Indonesia saat ini tentu lebih jauh mudah dan murah untuk menyelenggarakan Olimpiade daripada Piala Dunia. Karena infrastruktur kelas dunia dengan kaliber Olimpiade telah dibangun dan digunakan untuk Asian Games. Tentu masih perlu pembenahan karena Olimpiade memiliki skala yang lebih besar tetapi setidaknya fasilitas dasarnya telah tersedia.
Berbeda apabila kita ingin mengejar sebagai tuan rumah Piala Dunia. Perbedaan mendasar adalah menjadi tuan rumah Olimpiade cukup dengan menunjuk satu atau dua kota saja sebagai tuan rumah. Piala Dunia dimainkan di berbagai kota di negara tuan rumah. Contohnya Piala Dunia 2018 lalu yang dimainkan di 12 stadion yang tersebar di berbagai kota di Rusia. Sehingga pembangunan stadion harus dilakukan di berbagai tempat yang tentu akan menimbulkan pengeluaran yang berlipat ganda.