Raja Panduta mengeluarkan segepok kertas dari tas hitamnya, laporan pertanggungjawaban dan copy bukti-bukti kwitansi pembayaran. Kali ini Ketua Majelis Mahkamah dan Anggotanya juga tetap manggut-manggut, serentak memegang jenggot mereka nan lebat hitam dan panjang sembari membuka-buka segepok berkas laporan yang disodorkan Raja Panduta.
“Dakwaan ketiga!!, Para petugas pencatat kesalahan menuliskan bahwa Saudara Terdakwa dengan sengaja membohongi Tuhan. Saudara Terdakwa berkunjung bersama para pendukung Saudara ke tempat suci beribu-ribu kilomter jauhnya dari Kota ini. Namun ternyata yang Saudara lakukan bukanlah beribadah, melainkan besubahat dengan mereka, menyusun rencana jahat untuk mencuri uang rakyat lebih banyak lagi dan mempertahankan kekuasaan dengan cara-cara durjana! Bagaimana penjelasan Saudara?!””
Mendengar dakwaan ketiga itu, mata Raja Panduta mulai berkaca-kaca. Dalam hati ia ingin meluapkan amarah dengan menangis sejadinya!
“Kejam!! Sungguh kejam mereka yang telah memfitnah seperti itu!! Membohongi istri saja saya tidak berani, bagaimana mungkin saya membohongi Tuhan saya, Yang Mulia ????!!!”
“Tetapi, memang demikianlah yang tercatat dalam lembar dakwaan ini!!”
“Itu fitnah! Itu dusta!! itu bohong besar, Yang Mulia!!
“Bagaimana Saudara Terdakwa bisa mengatakan seperti itu ?! Apakah Saudara memiliki bukti-bukti untuk mendukung bantahan dan pembelaan tersebut?!””
“Tuhan maha tau !! Yang Mulia! Saya menyerahkan kebenaran ini kepada Majelis Mahkamah, Yang Mulia-lah pemutusnya!!”
Kali ini, Raja Panduta tidak lagi mengeluarkan segepok alat bukti seperti sebelumnya. Ia hanya meminta Majelis Mahkamah percaya sesuai keyakinan mendalam tentang kebenaran Tuhan!
Belum berhenti benar gerakan bibir Raja Panduta mengatakan kalimat terakhirnya, tiba-tiba badannya bergetar hebat, kejang-kejang, tangannya bergerak gerak sendiri persis seperti orang kesurupan, kakinya mnendang-nendang, telinganya naik turun, bola matanya melotot tak terkendali, lidahnya menjulur-julur, demikian juga sepasang bibirnya bergerak sendiri seperti ingin melafazkan sesuatu.
Raja Panduta mencoba mengendalikan gerakan anggota tubuhnya itu. Tetapi semakin keras ia berusaha menghentikannya, semakin keras pula berbagai angota tubuh itu bergerak. Semakin kuat ia menghentikan gerakan tangannya, semakin kencang pula tangannya meronta. Semakin kuat ia mengatupkan mulutnya, semakin kuat pula bibir itu bergerak melawannya, demikian pula matanya sudah tidak bisa lagi dipejamkannya, bahkan lidahnya semakin menjulur-julur panjang bagaikan seekor anjing.