Mohon tunggu...
Dhimas Soesastro
Dhimas Soesastro Mohon Tunggu... -

Dhimas Soesastro; ini bukan nama sebenarnya, tetapi hanyalah sebuah Nama Pena untuk menulis sastra. Nama pena ini kupilih untuk menyatukan aku,ayah dan kakek.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesaksian Untuk Raja Panduta (#3)

31 Oktober 2012   09:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:10 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Melihat pemandangan aneh seperti itu, petugas Penjaga Mahkamah diam saja, dan tidak satupun diantara pengunjung sidang yang beranjak dari kursi utuk membantunya. Mereka justeru tampak tersenyum sinis, dan senyum itu diarahkan kepada Raja Panduta.

Pelan-pelan getaran tubuh Raja Panduta mulai membentuk irama yang teratur. Tetapi, kini dari dalam tenggorokannya ada sesuatu yang berdesak-desak ingin keluar! Suara! Ya suara! Di dalam tenggorokan Raja Panduta, pita suaranya bergetar hebat, resonansi itu kemudian membentuk suara, dan anehnya, semua diluar kendali Raja Panduta.

Awalnya Raja Panduta tampak meracau, tetapi lama kelamaan mulai jelas. Namun Raja Panduta sadar dirinya tidak sedang kesurupan, tidak juga sedang bermimpi.

“Yang Mulia!! Ijinkan kami memberi kesaksian!!” Tiba-tiba dari mulut Raja Panduta keluar suara nyaring dan bergema. Majelis Mahkamah tampak sedikikit heran, tetapi tetap menahan rasa penasarannya.

“Bukankah tadi Saudara Terdakwa telah memberikan bantahan dan pembelaan?” Ketua Majelis Mahkamah berusaha memastikan.

“Kami tidak ingin melakukan bantahan ataupun pembelaan Yang Mulia! Kami ingin memberikan kesaksian!!”

Bersamaan dengan itu beberapa anggota tubuh Raja Panduta kembali bergetar dan membentuk gerakan seirama dengan mimik mulutnya.

“Baiklah, silakan, kesaksian apa yang ingin kalian berikan kepada kami?!”

“Yang Mulia, benar sekali!! mulut ini yang mengatakan sendiri kepada Istrinya bahwa ia akan pergi di Kota seberang untuk tugas pekerjaan. Tetapi lidah ini, mata ini dan telinga ini semuanya menyaksikan kebohongannya. Raja Panduta ini memang tidak pernah menghadiri rapat itu! Tangan ini sebagai pelakunya! Di Hotel mewah itu, tangannya inilah yang membukakan pintu kamar hotel, menggandeng tangan mulus Zubaidah, membelai rambutnya, bibirnya, membuka satu persatu kancing bajunya, meremas payudaranya, dan………”

“cukup.. cukup.. jangan teruskan, saya sudah tau apa yang terjadi selanjutnya…!” Ketua Majelis Mahkamah tidak ingin kesaksian disampaikan sangat vulgar sehingga membuat pengunjung sidang merasa kurang nyaman. Merasa ada satu yang tertinggal, Ketua Majelis Mahkamah melanjutkan pertanyaan untuk memastikannya.

“Siapa Zubaidah itu? Dan bagaimana nasibnya sekarang??”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun