Mohon tunggu...
dillah chrysalis
dillah chrysalis Mohon Tunggu... -

Lebih baik menjadi orang yang pintar merasa, dari pada menjadi orang yang merasa pintar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Itu Akan Indah Pada Waktunya

28 Oktober 2013   16:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:55 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Seorang gadis kecil sedang duduk diatas bangku taman dengan sebuah kamera ditangannya dan terlihat sangat murung. Gadis kecil itu kira-kira berusia tujuh tahun dan terlihat sangat manis dengan mini dres warna biru yang sangat anggun. Gadis itu bernama Maura. ada beberapa anak laki-laki nakal yang sepertinya sedang mengganggu Maura. Dan itu yang membuat Maura menjadi murung seperti itu. Merasa dirinya seorang perempuan dan tak bisa melawan anak laki-laki yang sedang mengganggunya, Maura hanya bisa menunduk dan berharap sang bunda datang dan mengajaknya pergi dari sini.

“ hei kalian jangan mangganggu anak ini ” seorang anak laki-laki yang terlihat lebih besar dari Maura dan anak laki-laki nakal yang mengganggu Maura.

“ kami gak ngeganggu dia, kami cuma mau main sama anak ini.” Kata salah seorang anak nakal itu sambil menunjuk Maura. Sepertinya dia sedikit takut dengan anak laki-laki yang berbadan besar itu.

“ kalau kalian gak ganggu anak ini, gak mungkin dia sampai ketakutan gitu.” Katanya lagi dan melirik kearah Maura yang masih munundukan mukanya. Tak ada jawaban dari anak nakal itu. “ mending kalian pergi dari sini !!! ” kata anak yang berbadan besar.

“ iia iia, kami pergi. Ayo teman-teman! Anak ini gk asik.” Kata anak nakal dan pergi dari hadapan Maura. Anak laki-laki berbadan besar memperhatikan Maura yang masih menunduk itu dan duduk dibangku yang masih tersedia untuk satu orang lagi.

“ apa yang mereka lakuin ke kamu? “ Tanya anak laki-laki itu. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Maura. “ aku gak akan ganggu kamu kaya yang mereka lakuin, percaya deh! Aku cuma mau bikin kamu gak ketakutan lagi. Dan yang pasti aku bukan orang jahat.” Kata anak laki-laki itu meyakinkan Maura. namun tak ada kata yang keluar dari mulut Maura - lagi, ia hanya mengangkat wajahnya dan melihat anak laki-laki itu. Terlihat tampan dan menarik.

“ beneran? “ Mata Maura mulai berkaca. Seperti dia masih takut.

“ beneran deh “ katanya sambil menunjukan jari tengah dan ibu jarinya. Maura mulai bisa tersenyum seperti percaya kalau orang ini tak akan melakukan hal yang membuatnya merasa terganggu. “ ini kamera kamu? “ Tanya anak laki-laki itu sambil mengambil kamera yang ada ditangan Maura. Maura mengagguk.

“ tapi semua gambar yang aku ambil gak pernah bagus, aku ngerasa apa yang aku lakuin sia-sia dan aku jadi gk mau motret lagi.” Kata Maura sedikit murung.

“ Aku juga suka memotret, dulu aku sama kaya kamu yang merasa gak puas dengan semua gambar yang aku dapat. Tapi kalau kita sudah berusaha untuk mengambilnya dengan baik dan bisa menikmati gambar yang kita punya, pasti kita merasa semua gambar itu sangat bagus.”

“ kata-kata kamu kaya orang dewasa aja. “ kata Maura dan melepas tawa.

“ beneran loh, ya emang sih aku tau kata-kata itu dari kakakku yang udah dewasa. Tapi itu bikin aku semangat buat motret lagi.”

“ kalau gitu ayo kita main sama kamera ini! “ ajak Maura yang tak disangka oleh anak leki-laki itu. Dia diam dan tak menanggapi ajakan Maura. “ kenapa diam? “ Tanya Maura lagi.

“ aneh, tadi kamu murung pas ada anak laki-laki yang mau main sama kamu dan beranggapan mereka ganggu kamu, tapi kenapa kamu malah ngajak aku main?” tanyanya bingung

“ mungkin karna aku percaya kalau kamu bukan orang jahat. Tapi, kamu memang bukan orang jahat kan?” Kata Maura tersenyum dan diikuti dengan senyum anak laki-laki itu yang menunjukan lesung pipinya yang manis.

“ ya bukan lah. oke, ayo kita main dan memotret yang banyaaaaak banget.” Kata anak laki-laki sambil membentangkan tangannya.

Mereka berlari mengelilingi taman kota itu. Mencari obyek yang bagus untuk difoto. Banyak gambar yang didapatkan Maura saat bersama anak laki-laki ini. Kadang anak laki-laki itu yang mengmbil foto Maura atau sebaliknya. Sidikit pun Maura tak merasa lelah saat melihat hasil gambar yang mereka dapat.

“ ternyata kamu bisa memotret dengan bagus ya.” Kata Maura saat anak laki-laki itu menyuruh Maura menghentikan aksi mengelilingi taman itu.

“ lumayan, kakakku juga sangat menyukai foto. Bahkan dia punya ruangan khusus untuk mencetak hasil gambarnya itu.” Ceritanya membuat Maura antusias untuk mendengar lebih lanjut.

“ beneran, wah aku juga pengen punya studio khusus kalau udah besar. Apa kamu punya kamera juga? “ Tanya Maura

“ punya, aku punya kamera polaroid yang dikasih kakakku saat kenaikan kelas kemarin.”

“ oh ya? Kenapa gk dibawa, siapa tau kita bisa foto bersama buat jadi kenang-kenangan.”  Kata Maura lagi. Anak laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang tak lepas dari tangannya. Sebenarnya Maura penasaran kenapa anak ini membawa sebuah tas yang lumayan besar saat hanya jalan ketaman. Maura terbelalak saat melihat kamera paraloid milik anak laki-laki itu. “ kamu bawa kameranya? Kenapa gk dikeluarin dari tadi. Aku udah punya banyak gambar bagus saat kita mengelilingi taman tadi. kamu pasti ketinggalan banyak sama aku” kata Maura membanggakan diri.

“ aku juga sudah punya banyak” kata anak  laki-laki ini sambil mengeluarkan beberapa lembar hasil fotonya. Maura membelakan mata indahnya.

“ kamu curang. Bisa kita foto bereng buat kenang-kenangan? “ Tanya Maura

“ tentu.” Anak laki-laki itu dengan cekatan mengambil foto Maura untuknya. Foto anak laki-laki itu untuk Maura. dan dua foto mereka bersama yang masing-masing untuk mereka simpan satu-satu.

“ kapan kita bisa main lagi? “ Tanya Maura

“ kapanpun kamu mau, aku sering main ditaman ini”

“ gimana kalau besok? Aku akan membawakan sesuatu.” Kata Maura

“ oke. Kita ketemu besok sore disini. Apa besok kamu mau bawa semua hasil potretmu? “ Tanya anak laki-laki itu membuat Maura menunjukan mimik saat ia sedang ngambek. “ kenapa? “ anak laki-laki itu bingung melihat Maura memajukan bibirnya.

“ kamu lupa ya, aku gk pernah puas sama hasil potretku, jadi mana mungkin aku kasih liat keorang lain” kata Maura.

“ trus apa dong? “ anak laki-laki itu sedikit penasaran. Mereka hanya membicarakan tentang potret, hasil foto dan semua yang berhubungan dengan kamera, lalu kalau bukan hasil foto apa yang akan Maura bawa.

“ pangeran dirumah Barbieku, aku pengen ngenalin dia ke kamu” jawab Maura

“ kenapa dikenalin ke aku? Maaf aku gk terlalu tau tentang Barbie”

“ karna kamu mirip dengannya. Pangeran tampan dan baik hati” jawab Maura.

“ pangeran tampan dan baik hati??? “ ulang anak laki-laki itu tak percaya. Ada desiran aneh yang dirasakan anak laki-laki ini saat Maura mengatakan itu walaupun dia tak tau apa itu. Dan belum waktunya untuk dia mengerti arti desiran aneh yang dirasakannya.

“ iya beneran, kamu itu tampan dan baik banget.” Kata Maura polos

“ ah kamu ini ada-ada aja. Oh ya siapa mana kamu? “ Tanya anak laki-laki itu.

“ aku Maura. Maura Adisty.” Kata Maura mengulurkan tangannya yang dibalas anak laki-laki itu. “ nama kamu siapa? “ Tanya Maura ingin tau

“ Maura.. pulang sayang!! udah mau magrib ni” suara sang bunda membuat keduanya menoleh kearah perempuan berwajah teduh itu.

“ iya bunda, sebentar lagi ya.” Kata Maura kembali menoleh kearah anak laki-laki yang ada disampingnya untuk menunggu jawaban.

“Radit, ayo pulang!! “ seseorang memanggil anak laki-laki itu. Ia menoleh sebentar dan kembali menaruh perhatian pada Maura yang masih menunggu jawaban.

“ kamu boleh menggil aku dengan nama yang kamu kasih ” katanya membuat Maura mengerutkan keningnya. “ pangeran tampan” jawab anak laki-laki itu seperti tau yang Maura bingungkan.

“ kamu curang. Aku kan udah kasih tau nama asli aku, sekarang giliran kamu dong! “ Maura pura-pura marah dengan senyum indah yang tetap melekat diwajah manisnya.

“  oh ya, aku juga punya nama lain buat kamu.”

“ apa? “ Tanya Maura

“ putri cantik? “ jawab anak laki-laki. Maura diam sejenak. Sepertinya dia juga merasakan desiran aneh yang sama seperti anak laki-laki itu.

“ apa dia salah satu putri di dunia Barbie? “ Maura tersenyum jail melihat anak laki-laki disampingnya bingung.

“ barbie? “ anak laki-laki itu mengulang sembari menggaruk kepalanya yang gk gatal

“ hahhhahha, aku tau kamu pasti gk bisa jawab. Kamu kan gk kenal sama Barbie.” Maura tertawa puas. Merasa dikerjain Maura anak laki-laki itu mencubit hidung mancung Maura gemas. Dan mereka tertawa bersama. Mereka berdiri dan melepas senyum manis untuk beberapa saat. Lalu melangkah menuju orang yang memanggilnya tadi dan meninggalkan kebersamaan yang indah. Berharap hari esok bisa menjadi hari yang lebih indah dari kebersamaan yang tak disengaja itu.

***

Langit terasa begitu hampa tanpa gumpalan awan yang selalu setia menghiasi langit senja. Sama hal nya dengan Maura yang sedang menatap lurus langit yang hampa itu. Entah tak ada yang bisa ia lakukan, atau ia yang tak tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Dres batik yang ia gunakan masih setia membuatnya menjadi sangat manis dari tiga jam yang lalu sejak  ia berdiri di tepi danau ini. Maura duduk di atas rerumputan dan mengelaurkan selembar kertas dan pena dari salam tasnya.

Semuanya sudah berakhir. Aku, kamu, cincin ini. Dan tentunya kanangan indah kita. Sulit memang memulai semuanya tanpa sosokmu. ingin aku berteriak jangan saat kau akan berbalik pergi. tapi sedikitpun aku tak menemukan celah untuk melakukan itu. Aku tak ingin ada kata terpuruk dalam hidupku. Dan aku akan siap menjalani hidup ini tanpamu disisiku lagi. Biarlah aku hanya menjadi jeda dalam hidupmu. Walaupun aku tak memungkiri sakit yang amat sangat aku rasakan saat aku tau kau akan pergi dariku.

Aku yang akan mayakinkan diriku sendiri bahwa kini kau talah bersama cintamu yang lain, pastinya dia lebih sepadan ya di banding aku. Aku akan melangkah menjauh darimu. Tapi berjanjilah, setelah aku pergi kau akan bahagia dengan pilihanmu kini. Dan aku akan bahagia dengan duniaku sendiri.

Maura menggulung kertas itu menjadi sangat cantik, mengambil cincin yang melingkar di jari manisnya, lalu mengikat  kedua benda itu dengan pita warna biru kesukaannya. Ia berdiri mencari sesuatu, Maura tersenyum saat menemukan botol minuman yang sudah kosong, memasukan kertas serta cincin kedalam botol dan menutupnya. Maura mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya dengan perlahan. Ia tersenyum dan melempar botol yang ada di tangannya kearah danau. Botol itu menghilang dan memancarkan senyum di wajah Maura. Waktu senja akan segera berganti dengan malam, dan Maura segera meninggalkan danau itu. Pergi dengan senyum yang indah setelah melepas beban yang sedari tadi mengikutinya. Rasa lelah yang ia rasakan membuatnya ingin sekali merebahkan diri dikamar kesayangannya itu. Maura memutuskan untuk pulang ke kostnya untuk beristirahat, hari sudah hampir malam dan ia tak ingin pulang larut malam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun