Sudah menjadi rahasia umum jika wilayah 3T Indonesia seolah menjadi kawasan yang sarat akan problematika pembangunan, termasuk pembangunan di bidang pendidikan. Ketersediaan sarana prasana menjadi masalah klasik yang selalu membelenggu dalam upaya pembentukan generasi unggul di daerah 3T. Provinsi Nusa Tenggara Timur meruapakan salah satu provinsi yang memiliki beberapa titik dengan status daerah terdepan, terpencil dan terluar Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad, Hafidzah, dan Setyaningrum (2020) diperoleh data bahwa indeks pendidikan rata-rata Provinsi NTT senilai 0.66 dan masuk dalam klasifikasi sedang, sedangkan secara nasional rerata Indeks Pendidikan Indonesia 0.71. Hal ini menunjukkan indeks pendidikan NTT masih dibawah rerata nasional, oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya dalam meningkatkan tingkat pendidikan di NTT. Mengingat pendidikan merupakan investasi masa depan yang paling menjanjikan.
Kabupaten Rote merupakan salah satu kawasan 3T di Provinsi NTT dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2020 menunjukkan angka 62,39. Indeks Pembangunan Manusia erat kaitannya dengan pendidikan karena pendidikan merupaakan hasil pembangunan dan masih banyak masyarakat yang belum menikmatinya. Berdasarkan hal tersebut permasalahan pendidikan harus memiliki solusi agar akselerasi pembangunan manusia bisa terus ditingkatkan.
Bagai gayung bersambut. Permasalahan pembangunan pendidikan di Kabupaten Rote Ndao semakin terasa pelik ketika pandemi Covid-19 berlangsung. Penurunan kualitas pendidikan termasuk didalamnya memuat isu ketertinggalan pembelajaran (learning loss) akibat pandemi menjadi masalah baru. Keterbatasan sarana prasana, teknologi komunikasi dan keadaan sosial ekonomi masyarakat Rote, belum mampu menjamin kelancaran kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR). Banyak anak-anak yang terhambat mendapatkan hak belajaranya karena beberapa wilayah tidak tersentuh dengan koneksi internet, spesifikasi gawai yang tidak mendukung BDR dan beberapa keluarga kesulitan untuk membeli kuota internet. Polemik infrastuktur dan pandemi menjadi romansa yang mewarnai pendidikan di Kabupaten Rote Ndao. Permasalahan implementasi pembelajaran di Kabupaten Rote Ndao selama pandemi turut menyumbang catatat merah pada potret sistem pendidikan di Indonesia yang belum mampu beradaptasi pada situasi yang tidak terduga. Sehingga pada tahun 2020 pemerintah mulai memberlakukan penerapan kurikulum darurat. Pemerintah lantas mengembangkan pembaharuhan kurikulum dengan meluncurkan kurikulum merdeka.
Adanya kurikulum merdeka belajar menjadi angin segar dalam upaya perbaikan mutu pendidikan di Kabupaten Rote Ndao. Dinas pendidikan kabupaten dan provinsi menginstruksikan jajarannya untuk mendukung terlaksananya implementasi kurikulum merdeka.Program-program dalam merdeka belajar dapat digunakan sebagai aset berharga dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu program yang mendapatkan sambutan hangat dari berbagai pihak adalah Program Sekolah Penggerak. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, banyak sekolah di Kabupaten Rote Ndao mulai dari jenjang TK hingga SMA menunjukkan antusiasme yang luar biasa. Sekolah penggerakan juga aktif dalam pengimbasan sekolah-sekolah sekitarnya. Sehingga konsep merdeka belajar semakin membumi. Begitu pula dengan program Calon Guru Penggerak, banyak para guru yang turut serta dan terlibat aktif dalam kegiatan tersebut. Adanya Calon Guru Penggerak yang tersebar dibanyak sekolah di seluruh Kabupaten Rote Ndao menjadi salah satu katalisator dalam upaya transformasi wajah pendidikan di Kabupaten Rote Ndao.
Berdasarkan pengamatan penulis, Semarak Merdeka Belajar di Kabupaten Rote Ndao menunjukkan kontribusi positif misalnya:
a) Membentuk iklim literasi yang baik
Kurikulum merdeka mendorong terselenggarakan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung terwujudnya budaya literasi dan numerasi yang baik. Literasi yang dilakukan tidak hanya literasi baca tulis tetapi juga numerasi, literasi digital, literasi budya, literasi sains, dan finansial. Gerakan literasi baca tulis semakin terasa auranya. Berdasarkan hasil pengamatan penulis di salah sekolah menengah atas literasi finansial diarahkan sesuai dengan kegiatan ekonomi potensial wilayah Rote Ndao. Literasi digital juga semakin mengakar dengan integrasi teknologi di dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proyek penguatan profil pelajar Pancasila banyak sekolah yang mengambil tema tentang kearifan lokal. Dalam penerapannya, sekolah mengarahkan anak untuk menyelami warisan-warisan leluhur yang masih berjaya ditengah gempuran modernisasi. Peserta didik diajak untuk pro-aktif dalam pelestarian budayanya. Misalnya adanya kegiatan pelestarian tarian Kebelai lengkap dengan busana adat daerah Rote. Salah satu sekolah bahkan membuat proyek penyusunana karya ilmiah yang membebaskan peserta didiknya untuk memilih topik yang sesuai dengan minat masing-masing. Banyak peserta didik yang mengambil tema-tema budaya masyarakat Rote. Dengan demikian diharapkan peserta didik yang terlibat akan selalu mengingat dari mana mereka berasa dan tidak tercabut dari akar budayanya.
b) Mendorong guru untuk lebih mengkontekstualkan pembelajarannya dan memenuhi kebutuhan belajar peserta didiknya
Apabila dibedah struktur kurikulum merdeka, dirancang dan dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter serta kompetensi peserta didik. Fleksibelitas kurikulum merdeka memberikan keleluasan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik, serta aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagi praktik baik. Hal tersebut akan mendorong para guru agar senantiasa memfasilitasi peserta didik sesuai dengan kebutuhan belajar dan muatan materi dapat disesuaikan dengan budaya dan keadaan geografis sekolah berada. Tentu saja, ketika guru memiliki kualitas yang baik maka akan mendorong terwujudnya generasi yang baik pula.
Hasil telaah yang dilakukan penulis menunjukkan banyak buku siswa yang diterbitkan belum menyentuh muatan materi yang bersifat kontekstual. Kebanyakan peserta didik diajak untuk berangan-angan tentang sesuatu yang jauh dari jangkauan mereka. Dengan kurikulum merdeka belajar banyak guru yang mulai sadar mengembangkan desain pembelajaran yang lebih kontekstual dengan tetap memperhatikan kebutuhan peserta didik yang cukup beragam. Berdasarkan observasi partisipatoris, tidak hanya di sekolah yang menerapkan kurikulum merdeka, sekolah yang masih berada dalam tahapan persiapan IKM juga menunjukkan geliat dalam mempersipkan desain pembelajaran yang kontekstual. Banyak guru berburu pelatihan dan menggunakan platfrom merdeka mengajar agar lebih memahami tentang kurikulum merdeka. Melalui forum MGMP guru-guru berkumpul untuk mengembangkan materi yang sesuai dengan peserta didiknya. Dengan demikian guru-guru di kabupaten Rote Ndao memiliki komitmen untuk mencetak output lulusan yang merdeka secara lahir dan batin.
Dapat dikatakan kurikulum merdeka menjadi pengait yang kuat antara sentralisasi dan desentralisasi kurikulum. Kurikulum merdeka semakin memberdayakan guru dan meningkatkan kesadaran bahwa tidak hanya peserta didik, guru juga mengalami proses belajar sepanjang hayat. Selain itu dengan mengejar kompetensi yang dituntut dalam IKM, dapat menjadi media untuk mengubah stigma kualitas pendidikan dan pendidik daerah 3T yang selalu tertinggal jauh dari wilayah yang menjadi pusat pembangunan.